Purna Warta – Mayor Jenderal Qasem Soleimani yang kemudian berpangkat Letnan Jenderal usai kematiannya Jumat dini hari 3 Januari 2020, adalah tokoh berpengaruh kedua di Iran setelah pemimpin tertinggi Iran, Ayatullah Sayid Ali Khamanei.
Kematiannya sangat menyakitkan bagi rakyat Iran. Jutaan rakyat Iran menghadiri prosesi pemakamannya. Pemerintah menetapkan tiga hari sebagai hari berkabung nasional. Sekolah-sekolah dan perkantoran diliburkan untuk memberi kesempatan kepada seluruh warga memberikan penghormatan terakhir kepada sang Jenderal. Letjend Qassem Soleimani sebagai komandan Korps Brigade Alquds mendapatkan tugas dari Ayatullah Sayid Ali Khamanei setidaknya ada tiga.
Pertama, menjaga keamanan Iran dan stabilitas di kawasan. Kedua, membuka jalan untuk pembebasan Alquds. Ketiga, puncaknya adalah kemerdekaan bangsa-bangsa di kawasan. Ketiga tugas ini sementara dijalankan oleh Letjend Qassem Soleimani, dan telah mendapatkan keberhasilan demi keberhasilan. Namun menurutnya ketiga perintah tersebut baru bisa tuntas, jika AS angkat kaki dari kawasan. Baginya, AS lah yang menjadi biang konflik dan perusak stabilitas di kawasan.
Jelas dengan langkah-langkah yang diambil Soleimani agar AS meninggalkan kawasan, itu mengusik kepentingan AS. Maka dengan ketidak mampuan dalam berdialog, bernegoisasi dan berdiplomasi AS akhirnya menghentikan langkah Soleimani denngan membunuhnya. Pembunuhan ilegal yang dengan cepat menuai kecaman internasional.
Dari sini sikap Iran jelas, pelanggaran berat AS tersebut harus dihukum. Bagi bangsa Iran, darah Qassem Soleimani baru bisa terbayar dengan keluarnya AS dari kawasan sebagaimana yang diinginkan Qassem Soleimani. Tuntutan rakyat Irak, AS keluar dari kawasan, bukan hanya dari Irak saja. Sebab serangan drone AS tersebut dikendalikan di salah satu pangkalan militernya di luar Irak.
Serangan rudal balistik Iran kepangkalan militer AS di Ain el-Assad baru berupa tamparan dan Iran tengah mempersiapkan serangan-serangan susulan. Proyek pembalasan tersebut dinamakan Intiqam-e Sakht-e oleh Ayatullah Ali Khamanei, yang artinya pembalasan yang menyakitkan. Sebagaimana yang disampaikan Menteri Luar Negeri Iran Muhammad Javad Zharif, Iran dengan serangan balasannya tersebut, bukan hendak memicu perang tetapi dalam rangka membalas kejahatan. Tidak seharusnya AS bertindak semaunya di kawasan, dan menghilangkan nyawa siapapun yang dikehendakinya. Iran bukan hanya kehilangan perwira terbaiknya, tapi juga ahli strategi, politisi, diplomat dan negoisator dan sekali lagi, harga dari orang terbaik Iran tersebut adalah keluarnya AS dari kawasan, dengan cara tegak atau dengan cara terbaring, sebagaimana yang dicita-citakannya, agar bangsa-bangsa di kawasan bisa merdeka sepenuhnya.
Kalau menurut AS keberadaannya di kawasan agar Iran tidak mendominasi kawasan dengan tekhnologi persenjataannya, maka cukup dorong negara-negara di kawasan untuk juga mengembangkan tekhnologi persenjataannya secara mandiri, bukan dengan berbisnis senjata atau membuka pangkalan militer yang dengan itu bisa dengan leluasa mendikte negara lain. Dari sini kita bisa lihat, mana bangsa yang benar-benar mencintai ilmu pengetahuan dan bisa membangun kemandirian dan mana bangsa yang hanya bisa menggantungkan nasibnya pada bangsa lain.
Sepanjang sejarah berdirinya Republik Islam Iran sejak 1979, Iran juga tidak pernah lakukan invasi dan agresi kepada negara lain. Tidak sebagaimana AS yang memang telah berlumuran darah warga-warga sipil yang tidak bersalah, bukan hanya umat Islam. Jadi, bukan pada posisinya Iran yang diminta menahan diri. Serangan balasan Iran legal dan sesuai aturan internasional. Liga Arab, PBB atau negara-negara lain tidak usah buang-buang energi meminta Iran menghentikan serangan dan menahan diri. Cukup minta agar AS keluar dari kawasan. Itu solusi terbaik bagi terwujudnya perdamaian dikawasan dan dunia. Tidak ada negara atau bangsa harus mengklaim diri superior dan lebih unggul dari bangsa lain apalagi sampai mengklaim sebagai polisi dunia.
Permintaan Iran sederhana. Sudah saatnya arogansi Amerika Serikat dihentikan. Dan seharusnya semua pihak bersuara yang sama jika memang menghendaki terciptanya perdamaian dunia. Apa ruginya dunia dengan ketidak beradaan AS di Timur Tengah?. Dan mengapa AS harus mereguk keuntungan dari merampas, merampok, menjajah dan menginjak-injak kedaulatan bangsa lain. Bahkan pada kejahatan terakhir, AS malah merasa berhak menghabisi nyawa seorang perwira tinggi dari kesatuan militer dari negara berdaulat di wilayah sipil seenaknya. Menurut bangsa Iran, nyawa Qassem Soleimani baru bisa terbayar dengan angkat kakinya AS dari kawasan, baik secara tegak atau terbaring.