Purna Warta – Analis dan para pengamat menjelaskan ingkar janji koalisi Saudi atas resolusi genjatan senjata beserta berat kaki Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk menyelesaikan permasalahan yang telah meyakinkan Sana’a bahwa pihak lawan tidak serius genjatan senjata.
Sepertiga masa resolusi gencatan senjata telah berlalu (20 hari dari 60 hari masa kesepakatan) tanpa adanya satu langkah besar ranah militer dan kemanusiaan. Dan di saat yang sama, kepercayaan Sanaa kepada koalisi Saudi dan PBB semakin menipis sehingga mereka tidak yakin melihat sisi positif untuk terus menjalankan resolusi.
Baca Juga : Detail Kesepakatan Perdamaian Fatah dan Hamas Mediasi Hizbullah dan Amal
Al-Mayadeen, 19/4, salah satu surat kabar kondang Arab, mengamati dalam salah satu jurnal politiknya bahwa di hari pertama, awal-awal Ramadhan tepatnya 2 April, Perserikatan Bangsa-Bangsa mendeklarasikan resolusi gencatan senjata kemanusiaan dan militer di Yaman. Sanaa beserta dunia menyambut dengan tangan lapang perjanjian tersebut, termasuk Arab Saudi, meskipun mereka harus menerimanya dengan sedikit liukan.
“Sedari awal kelihatan jelas bahwa koalisi Saudi tidak memiliki niatan tulus untuk merealisasikan gencatan senjata sebagai langkah pertama membangun kepercayaan dan pondasi untuk perubahan situasi setelah itu,” tulis al-Mayadeen menelusuri.
“Di atas kertas, dalam perjanjian gencatan senjata ditegaskan penyetopan operasi militer, menjaga keamanan dan jalur 18 kapal minyak di 2 bulan, izin penerbangan pesawat perdagangan dari titik tertentu ke Sanaa dan sebaliknya, atau dengan kata lain, dua penerbangan perdagangan setiap satu minggu,” tambah al-Mayadeen.
Jurnalis al-Mayadeen juga menerangkan bahwa secara praktis, Sanaa memegang teguh perjanjian. Mereka menghentikan agresi militer ke arah Arab Saudi dan mengundur masa operasi-operasi agresif di sepanjang medan dalam dan perbatasan. Akan tetapi, pihak lawan sejak jam pertama resolusi hingga hari ini sama sekali tidak menghentikan manuver arogan bersenjatanya.
Baca Juga : Sumpah Setia Al-Qaeda Dukung Dewan Pimpinan Yaman Buatan Saudi
Sebagian sumber militer di lapangan terkait hal ini menjelaskan, “Koalisi pendudukan selama pekan awal gencatan senjata telah mengangkangi perjanjian sebanyak 1647 kali, di mana ingkar janji ini mencakup serangan udara drone militer, pengoperasian jet tempur dan drone spionase, serangan artileri dan rudal, penembakan, gerak senyap-senyap di provinsi Ma’rib serta memperbarui pengembangan strategi lapangan.”
Namun demikian, al-Mayadeen menganalisa, Sanaa masih menahan diri dan terus meyakinkan diri untuk menghormati gencatan senjata dan membiarkan pelayaran kapal-kapal minyak dengan harapan dimulainya penerbangan dua titik dari Sanaa keluar dan sebaliknya. Sedangkan pihak lawan tidak merubah sikap dan tindakan arogannya, memanipulasi kesempatan hingga mengancam urusan gencatan senjata yang kembang kempis mempertahankan nafas terakhirnya.
“Ketika koalisi Saudi harus mengizinkan masuknya kapal minyak, gas dan bahan bakar, mereka tidak hanya berkelakuan seperti bajak laut dan menghentikan kapal di bawah pengawasan UNVIM, tetapi mereka lebih arogan dan sengaja menyetop kapal bensin dengan target menekan badan-badan kesehatan dan pelayanan tanpa sedikitpun mengindahkan janjinya. Satu resolusi yang ditandatangani di bawah pengawasan PBB,” tulis al-Mayadeen.
Baca Juga : Bagaimana Ketua Dewan Pimpinan Putus Harapan Bangsa Yaman?
“Ketika semua berharap koalisi Saudi-Amerika mengizinkan landing dan take off pesawat dari bandara internasional ibukota Sanaa dengan tujuan penurunan tingkat krisis kemanusiaan, mengangkat larangan aktifitas penerbangan dan mencari cara memenuhi kebutuhan kesehatan, mereka tidak satupun melangkah menyelesaikan krisis ini,” tambahnya.
Al-Mayadeen meneruskan bahwa di tengah kemustahilan jalan keluar, Sanaa mengirim pesan secara resmi dan transparan kepada PBB bahwa mereka akan memecah gencatan senjata. Mendengar hal ini, Utusan PBB menjanjikan upaya mencari jalan keluar bersama negara-negara anggota koalisi, petinggi Mesir dan Yordania. Dengan tujuan inilah mereka mengirim Wakil ke Kairo dan Amman. Akan tetapi belum ada kabar.
Sebenarnya, menurut telisik al-Mayadeen, sejak awal perang Mesir dan Yordania merupakan dua kedaulatan anggota koalisi pimpinan Saudi. Jadi tidak jauh kemungkinan bahwa mereka akan bekerja di belakang setir Riyadh.
“Perserikatan Bangsa-Bangsa menegaskan bahwa masalah ini sudah pasti dan take off pesawat akan dilakukan minggu depan,” tulis al-Mayadeen. Namun demikian, media kondang Arab itu sangat menyayangkan, “(Akan tetapi) berat hati dan kaki mereka menjadi faktor nihilnya perkembangan berarti di bulan pertama gencatan senjata ini.”
Baca Juga : Sindiran Keras dan Bermakna Rusia Versus Israel
“Ada harapan PBB mencairkan jalur beku perairan ini demi menyelamatkan resolusi gencatan senjata dan menekan negara-negara koalisi untuk segera bergerak lalu berhenti memainkan waktu. Khususnya pasca kunjungan pertama Hans Grunberg, Utusan PBB urusan Yaman, ke Sanaa dan orasi terbarunya di tribun Dewan Keamanan, yang sepertinya kurang memuaskan karena dia menyebut gencatan senjata yang berisiko dan temporer. Hans juga mengingatkan pondasi gencata senjata demi perkembangan di semua lini perang bukan untuk meningkatkan tensi adu senjata, tanpa adanya sindiran sedikitpun mengenai batu penghalang dalam upaya realisasi resolusi ini,” tulis al-Mayadeen.
Bertentangan dengan tuntutan PBB yang menuntut dukungan internasional demi menjaga rancangan dan niatan mencari titik akhir perang dan perdamaian, muncul satu ancaman kuno bersamaan dengan dioperasikannya pelayaran kapal militer AS di Laut Merah dan Teluk Aden dengan alasan mencegah senjata sampai ke tangan Yaman. Akan tetapi tujuan utamanya adalah menancapkan blokade.
“Dari sisi lain, gerak militer AS di sela kesempatan sensitif ini dan di tengah upaya realisasi gencatan senjata membuktikan bahwa negeri Paman Sam tidak ingin menghentikan invasi dan blokade. Itu merupakan kaki tangannya di regional dan Yaman yang mendorong kontinuitas perang,” hemat al-Mayadeen.
Baca Juga : Detail Kesepakatan Perdamaian Fatah dan Hamas Mediasi Hizbullah dan Amal
Meskipun manuver ini telah mengkhawatirkan Sanaa karena target-target tersembunyi pihak lawan, al-Mayadeen meyakinkan, “Melawan manuver ini, Sanaa tetap menegaskan penolakannya tentang perdamaian tanpa pengangkatan blokade. Sama dengan yang ditegaskan Mahdi al-Mashat. Hussein al-Ezzi, Wakil Menlu pemerintah nasional Yaman, juga menambahkan bahwa selama tidak berhenti ingkar janji dan masih berat hati, PBB tidak akan pernah berhenti berbohong. Gencatan senjata sedang menuju ke kegagalan. Abdul Malik al-Ajri, anggota delegasi nasional Sanaa, juga menegaskan hal yang sama dan menyatakan bahwa gencatan senjata adalah kesempatan untuk meletakkan roda perdamaian di atas rel.”