HomeAnalisaImpian Liz Truss Menjadi “Thatcher” Tak Sampai 2 Bulan

Impian Liz Truss Menjadi “Thatcher” Tak Sampai 2 Bulan

Purna Warta – Dengan janji program Berani demi Pengembangan Ekonomi, Liz Truss terjun bertarung memperebutkan kursi Perdana Menteri Britania Raya. Namun topan ekonomi Inggris menggariskan nasib lain.

Seperti mimpi yang cepat berubah menjadi ujian, Liz Truss dari partai Konservatif Inggris mengundurkan diri dari kursi Perdana Menteri. Dengan demikian, maka dia yang diimpikan menjadi Margaret Hilda Thatcher, hanya bertahan 6 minggu di pos PM sehingga memecah rekor pemimpin London paling cepat atas nama partai Konservatif.

Liz Truss memiliki riwayat sebagai Menteri Luar Negeri di pemerintahan Boris Johnson dan setelahnya menjadi ketua partai Konservatif. Eks PM yang bernama asli Mary Elizabeth Truss ini telah menjadi Perdana Menteri ketiga perempuan dalam sejarah Britania Raya. Dengan janji politik program ekonomi yang disebut ‘Berani demi Pengembangan Ekonomi’, Liz Truss terjun bertarung memperebutkan kursi PM Inggris demi mengentas ekonomi negara dari rawa krisis. Akan tetapi topan ekonomi menuliskan nasib lain. Dia yang menjadwalkan rekonstruksi ekonomi dan menjadikan Britania kembali berjaya, tidak pernah berfikir untuk mengundurkan diri karena buruknya sistem keuangan pemerintah dan pertarungan politik.

“Liz Truss ketika bertarung dalam Pemilu lebih banyak mengeluarkan janji politik dari pada ekonomi, sementara Rishi Sunak lebih banyak menjanjikan ekonomi karena pengalamannya di Kementerian Keuangan Inggris. Truss berbicara mengenai dukungannya kepada rezim Zionis. Dia menjanjikan analisa ulang pemindahan Kedubes Inggris dari Tel Aviv ke al-Quds,” jelas analis Elham Abedini.

Elham meneruskan, “Truss di bidang ekonomi berjanji untuk menyelesaikan krisis ekonomi Britania Raya dalam waktu cepat. Sedangkan tema ekonomi Inggris bukanlah satu objek masalah yang muncul hanya dalam waktu satu atau dua bulan kemarin. Krisis Inggris sudah mengakar sejak referendum pemisahan dari Uni Eropa pada tahun 2016 dan setelah menyelesaikan semua tahapan proses separasi. Krisis ini semakin melonjak di masa Corona. Hal inilah yang menjadi sumber putaran jaminan dan pembagian bahan ekonomi menjadi terpukul. Dan di tengah situasi sekarang, krisis energi telah membayangi negara-negara Eropa karena sanksi berat yang dijatuhkan ke Rusia.”

Para pakar masalah Britania Raya tentang Brexit meyakini, “Ketika Liz Truss sampai pada kursi kekuasaan banyak analis yang meyakini bahwa mungkin tidak ada satupun dari orang Inggris yang sampai pada kursi kekuasaan yang menghadapi krisis seberat ini pasca perang Dunia II. Masalah ini bukan murni ekonomi. Ketika Brexit terjadi, ada tanda-tanda krisis yang sangat mendalam di negara ini. Bahwasanya orang-orang Inggris merasakan tidak adanya keuntungan dalam keanggotaannya di Uni Eropa, mereka merasa yakin bisa mendalami satu peranan lebih di dunia. Keyakinan mereka kala itu adalah jika pisah dari UE, mereka bisa menerima imigran lebih sedikit. Selain itu pemilihan Liz Truss juga bersamaan dengan demonstrasi.”

Abedini meyakini bahwa semua kegagalan Liz Truss tidak bisa dicari dalam kesalahan pribadinya.

“Jika ada orang lain yang menduduki kedudukannya Truss, dalam jangka pendek dipastikan dia tidak akan mampu menyelesaikan krisis Britania Raya dengan mukjizat. Yang jelas, keputusan salah Truss berpengaruh dalam jatuhnya Kabinet, namun secara umum kondisi ekonomi Inggris tidaklah stabil,” jelasnya.

“Liz Truss menjanjikan bahwa dia akan mengusahakan anggaran lebih kecil dan mengurangi pajak orang-orang Borjuis. Dia berfikir bahwa pengurangan pajak kaum Borjuis akan menjadi sumber pengembangan ekonomi. Namun hal itu bukan hanya menyebabkan pertumbuhan ekonomi yang nihil, tetapi nilai mata uang Pound ikut terjun. Dari sisi lain, situasi ekonomi juga sampai pada rekor terburuk dalam sejarah 40 tahun terakhir. Beberapa kebijakan Truss menjadi sebab pengunduran diri Menteri Keuangannya” tambah Abedini.

“PM Truss menunjuk Jeremy Hunt sebagai Menteri Keuangan. Di hari pertamanya, Hunt langsung mengajukan satu paket kebijakan yang bertentangan dengan politik ekonomi sang Perdana Menteri. Dengan tegas dia menyebut program Truss salah. Truss meminta maaf karena kebijakan politik ekonominya. Namun ketika pengunduran Kabinet terjadi, termasuk Menteri Dalam Negeri, maka Truss pun ikut mundur,” tambahnya.

Akan tetapi semua kejadian ini bukanlah topan. Ratu Elizabeth II meninggal dunia dan hanya dua hari menyaksikan kepemimpinan Truss. 6 September saat Liz Truss dipilih menjadi Perdana Menteri dan bersiap menyusun Kabinet berdasarkan sunnah berabad-abad, dia tidak pernah berfikir Ratu akan menyerahkan 6 miliyar Pound anggaran ke pemerintahan barunya.

Ini adalah masalah pertama kali yang tak pernah terfikirkan olehnya dan Truss tidak memiliki program untuk itu. Sementara Truss harus memaparkan programnya untuk mengurangi pajak demi membantu ekonomi, butuh dukungan untuk kenaikan anggaran energi dan membangun kembali struktur fasilitas kesehatan pemerintah.

Tertanggal 20 September, BBC Inggris dalam salah satu analisanya menuliskan bahwa dengan meninggalnya Ratu Elizabeth II, Liz Truss menghadapi masalah di awal bulan kepemimpinannya.

Terkait meninggalnya Ratu Elizabeth II, Abedini menjelaskan, “Suksesor Ratu bukanlah sosok yang dicintai di Inggris. Charles III mengantongi kucuran cuan karena pembagian nama-nama Raja kepada orang-orang Arab. Ini merupakan skandal di mata kerajaan Inggris. Dengan kematian Putri Diana, Pangeran Charles III semakin menjadi pihak yang tidak terlalu dicintai di Britania Raya dan sekarang ini juga di antara keluarga kerajaan, Charles III memiliki beberapa musuh. Banyak yang tidak puas dengan kebijakan pajak yang mengalir ke peti kerajaan.”

“Kematian Ratu akan berpengaruh pada politik negeri Inggris. Saat ini banyak pihak yang menolak sistem kerajaan Inggris dan mereka semakin banyak. Liz Truss juga termasuk pihak oposisi kerajaan semasa remajanya. Jadi orang seperti ini menjadi PM, sudah menarik banyak perhatian sedari awal. Sebagian meyakini bahwa Lizz Truss tidak memiliki hubungan baik dengan sang Ratu. Banyak peristiwa yang menjadikan negara guncang,” terusnya.

Ketika Liz Truss memaparkan program pengurangan pajak kaum Borjuis demi kemajuan ekonomi, banyak pihak yang menolak program ini. Joe Biden, Presiden AS, juga menyebut salah program pengurangan pajak Liz Truss.

Sebelum Truss undur dari kursi Perdana Menteri, banyak media yang telah membahas tema ini. The Economist dalam salah satu jurnalnya mengkritik keras program pemerintah dan menuliskan, negara bisa tenggelam.

Meskipun di kepemimpinan Liz Truss, Inggris mengalami penurunan ekonomi dan inflasi ditambah demonstrasi dari sisi lain, namun ketika dia turun, negara masih memecah rekor, suku bunga bank naik dan nilai mata uang tunduk di depan Dolar. Dan mereka menunjuk peristiwa-peristiwa ini sebagai buah dari kerusakan keuangan dan politik 44 hari Truss.

Sekarang Rishi Sunak telah terpilih menjadi Perdana Menteri suksesor Liz Truss. Hal ini sudah banyak yang memprediksikan. Rishi Sunak bertolak belakang dengan Boris Johnson yang mendukung penuh Ukraina, baik secara militeris maupun finansial. Adapun Sunak menawarkan bantuan lebih sedikit ke Kiev dan lebih mengedepankan kesejahteraan warga Inggris.

Must Read

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here