HomeAnalisaImpian Agung Recep Tayyip Erdogan untuk Turki

Impian Agung Recep Tayyip Erdogan untuk Turki

Purna Warta

Memperluas Kedaulatan Turki, Apakah Sesuai dengan Potensi Ankara?

Upaya untuk memperluas wilayah kedaulatan Turki merupakan satu ide kuno. Ide ini dibangun oleh Komite Persatuan dan Perkembangan, yang secara rahasia didirikan di Intanbul pada tahun 1889, dengan nama Turan. Para pengikut ideologi ini meyakini bahwa wilayah Turan akan mencakup wilayah pinggiran antara dataran tinggi Iran dan laut Kaspia.

Sebagian nasionalisme Turan mengklaim bahwa komunitas Turki merupakan warga dari barat China hingga timur Eropa. Mereka adalah populasi etnis Turk yang tinggal di Turki, Kaukasus, Asia Tengah dan Balkan.

Para pemimpin modern Ankara mengupayakan perluasan Turki. Partai Republik Bangsa (CHP), yang didirikan Ayah pendiri Turki, Mustafa Kemal Ataturk, mengemban proyek ini. Akhir-akhir ini, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menjadi pendukung utama ide ini pasca kekuasaan dipegang partai AKP pada 2002. Targetnya adalah menghidupkan Panturanisme dan mencampurnya dengan Neo-Ottoman, satu pemahaman yang sudah dilempar jauh oleh Ataturk.

Para pemimpin Turki mengupayakan pembangunan satu persatuan dengan semua negara-negara Muslim untuk memperluas hegemoninya. Turgut Ozal, di periode kepemimpinannya sebagai PM tahun 1989 sampai 1993, mengupayakan satu kerja sama dengan negara-negara berwarga Muslim dan Arab. Pada tahun 1997, PM Necmettin Erbakan mendirikan organisasi Perkembangan-8 demi kerja sama ekonomi, yang anggotanya adalah Indonesia, Malaysia, Iran, Mesir, Pakistan, Bangladesh dan Nigeria. Dan ketika partai Keadilan dan Perkembangan menguasa, Menteri Luar Negeri kala itu memulai politik nihilisme perselisihan dengan negara-negara tetangga Timur Tengah.

Selain itu, Ankara juga mengembangkan kekuatan perangkat lunaknya di Kaukasus selatan. Dalam hal ini, sukses terbesar Turki ada di Azerbaijan, yang menggunakan jasa Ankara dalam melawan Armenia pada tahun 2020 kemarin.

Pada tahun 2017, Turki membangun satu opini menyerang Qatar, tepatnya ke pangkalan militer dan pada tahun 2019 Ankara mengirim pasukannya ke Libya. Intervensi militer Turki telah menghancurkan tembok keliling pasukan nasional Libya di Tripoli. Bahkan Turki berhasil menyepakati satu perjanjian militer dengan pemerintah Persatuan Nasional Libya di tengah upayanya mengepakkan sayap relasinya dengan Arab Saudi dan Uni Emirat Arab bahkan Mesir. Di sisi lain, konflik Turki-Yunani-Siprus semakin memanas.

Pada tahun 2016 lalu, media pemerintah Istanbul memainkan satu peranan lain untuk pemerintahan Erdogan. Peran ini menawarkan perluasan daerah ke beberapa pulau Yunani di laut Aegea, daratan di utara Suriah dan melebar dari Aleppo sampai ke kota-kota di bagian utara Irak, Mosul dan Kirkuk. Peta ini dideklarasikan bertepatan dengan klaim Presiden Erdogan tentang reformasi resolusi Lausanne tahun 1923 yang memetakan peta modern Turki. Presiden Turki protes karena kehilangan Mosul dan Aleppo.

Sudah lama Turki berupaya mendukung minoritas etnis Turk di luar Turki. Pemerintahan Ankara mencegah diri untuk mengesahkan keputusan Prancis untuk membagi-bagi Suriah pada tahun 1920-1921 ke 5 negara bagian. Pada tahun 1936, Turki mengajukan aduan ke PBB dan mengklaim deskriminasi warga etnis Turk di wilayah Hatay.

1 bulan sebelum kematian Ataturk tahun 1938, Prancis menuduh pemerintahan sementara Hatay telah melanggar perjanjian kemerdekaan Prancis dan Suriah. Pada tahun 1939, Turki mencaplok wilayah ini setelah referendum yang mencurigakan.

Setelah perang dengan Yunani pada tahun 1963, Ankara membela etnis Turk di Siprus, bahkan mengirim pasukan Angkatan Udaranya lalu mengancam perang. Akan tetapi Lyndon B. Johnson, Presiden AS, memperingatkan ancaman ini. Pada tahun 1974, Garda Nasional Siprus mengupayakan kudeta demi membangun Siprus bersatu atas perintah pemerintahan Yunani. Dengan memanipulasi skandal Watergate, Turki menyerang Siprus dan mengontrol 40% kepulauan ini. Bagian utara Siprus kemudian mendeklarasikan kemerdekaan dan pada tahun 1983 didirikan pemerintahan Turk Siprus Utara.

Urgennya Suriah dan Irak untuk Turki

Bulan lalu, ada ledakan di jalan Kemerdekaan di jantung kota Istanbul yang menewaskan 8 sipil dan melukai puluhan lainnya. Presiden Recep Tayyip Erdogan menegaskan bahwa dirinya akan mengambil tindakan pembalasan. Pasukan Kurdi yang bermarkas di Kobani (wilayah kontrol ISIS), dianggap sebagai pihak penanggung jawab aksi teror ini. Kobani merupakan satu wilayah strategis yang diambil alih YPG, yang disebut kaki tangan PKK oleh Turki, dari tangan ISIS dengan bantuan AS. Setelah itu, ISIS bertanggungjawab atas aksi terorisme lainnya di jalan Kemerdekaan, Istanbul pada tahun 2016. Mayoritas gerakan Kurdi menolak terang-terangan klaim Ankara yang menuduh YPG dan PKK sebagai dalang teror. Etnis Kurdi menganggap tuduhan ini sebagai alasan Turki untuk memulai operasi militer ke wilayah-wilayah Kurdi Irak dan Suriah yang sempat meredam.

Turki telah mengobarkan operasi militer, baik udara maupun darat ke wilayah-wilayah pendudukan Kurdi dari Aleppo hingga Erbil pada 20 November. Erdogan mengklaim dirinya akan membangun satu wilayah aman di perbatasan Suriah dengan kedalaman 30 km bahkan lebih dan wilayah hijau ini akan membentang hingga 900 km dari laut Mediterania hingga perbatasan Irak. Di setiap operasi militer, Turki berhasil menguasai daratan utara Suriah. Ini merupakan salah satu proyek Erdogan yang diumumkan pada tahun 2015.

Alasan Erdogan adalah wilayah aman ini akan mempertahankan kepentingan-kepentingan Turki dan akan membantu 1 juta dari 3.5 juta imigran Suriah di wilayah Turki. AS dan beberapa negara penting Eropa tidak mendukung proyek Turki. YPG dan unit pembela perempuan, yang disebut tororis oleh Turki, merupakan elemen-elemen pasukan Demokratik Suriah yang diajak kerja sama oleh AS untuk memerangi ISIS. Begitu pula pihak-pihak resolusi Astana, yakni Iran dan Rusia juga menolak operasi militer Turki di bagian utara Suriah.

Akan tetapi Recep Tayyip Erdogan mengupayakan kontrol sebagian besar wilayah Suriah dengan mengeksploitasi perkembangannya sebagai penengah perang Rusia-Ukraina. Dari satu sisi, Turki berhasil membangun kesepakatan dengan negeri Paman Sam dan Beruang Merah untuk mengusir pasukan Demokratik Kurdi Suriah dari Manbij dan Tall Rifat dan daerah-daerah di sepanjang perbatasan. Kesepakatan ini menghadiahkan kontrol jalan internasional yang disebut M-4 kepada Ankara, akan tetapi AS dan Rusia tidak mengindahkan resolusi ini. Namun sekarang mereka butuh pada kerja sama Erdogan terkait urusan Ukraina. Detik ini Turki menjadi aktor penting dan kedudukan ini tambah menguat setelah menjalin kesepakatan dengan Rusia tentang impor bijih Ukraina melalui laut Hitam. Erdogan berharap kesepakatan ini membuka lowongan untuk membakar kembali operasi militer di Suriah dan Irak.

Bashar Assad menyerahkan kontrol sebagian wilayah utara kepada YPG. Suriah juga melindungi pemimpin PKK selama 20 tahun di tengah hubungan buruk dengan Turki. Dengan dimulainya perang dalam negeri, Kurdi merasa kuat dan impian mereka untuk membangun daerah pendudukan Kurdi di Suriah seperti di Irak semakin mendekat. Kepentingan Turki adalah mendukung separatis Kurdi di Irak demi mengarahkan politik Kurdi Suriah. Ada 20 lebih pangkalan militer Turki dibangun di utara Irak. Meskipun diprotes pemerintahan Baghdad, Ankara terus meningkatkan intervensi militer di wilayah Matina di provinsi Dihok demi merubahnya menjadi markas serangan ke PKK. Menteri Dalam Negeri Turki menyatakan bahwa negaranya di Irak akan bekerja sebagaimana di Suriah dan akan mengambil alih kontrol wilayah-wilayah baru di bagian utara Baghdad.

Impian Non-Realistis

Pada tahun 2020, Presiden Turki Erdogan menyatakan bahwa pembukaan Masjid Hagia Sophia, Istanbul, telah menyuntikkan kekuatan ke benak masyarakat Turki dan kekuatan ini merupakan simbol kelahiran baru Turki dan hancurnya rantai yang telah mengikat kakinya. Presiden Erdogan menjanjikan gerakan ini akan terus dilanjutkan hingga mencapai garis target.

Erdogan juga menambahkan bahwa pada tahun 2023, Turki akan berevolusi menjadi negara kuat, merdeka dan sejahtera. Namun impian ini di tengah krisis ekonomi, kelemahan struktur dan turunnya nilai mata uang, tidaklah realistis. Popularitas Erdogan telah menurun, karena bangsa Turki sedang bertarung dengan kehidupan sehari-harinya. Oleh karena itu, kebijakan pemerintahan Erdogan di luar perbatasan tidak akan menolong popularitas Erdogan. Meskipun perang Ukraina akan menguatkan posisi Turki di NATO, akan tetapi jika Erdogan mengancam sekutu Timtengnya, bisa jadi Washington akan turun tangan menundukkan Ankara. Jadi hingga detik ini Turki Agung masih di dunia mimpi.

Must Read

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here