Purna Warta – Selama 14 abad, dunia telah menyaksikan era Perlawanan yang tak pernah surut. Era ini kembali memanggil umat manusia untuk bertahan dalam keteguhan dan melawan arus tirani, kezaliman, serta kebatilan yang tak henti-hentinya berupaya melanggengkan kehancuran dan keputusasaan demi mempertahankan kekuasaan rapuh mereka. Di tengah kekacauan ini, semangat Perlawanan tetap menjadi mercusuar harapan dan kebenaran.
Keteguhan: Wasiat Langit untuk Pengikut Muhammad (SAW)
Empat belas abad silam, di sebuah gua sunyi di puncak Jabal Nur, Firman Ilahi yang agung diturunkan kepada Nabi Muhammad (SAW):
“Maka, tetaplah (di jalan yang benar), sebagaimana engkau (Nabi Muhammad) telah diperintahkan. Begitu pula orang yang bertobat bersamamu. Janganlah kamu melampaui batas! Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Hud: 112).
Ayat ini adalah seruan universal yang mengawali perjalanan Perlawanan sebagai salah satu fondasi misi Kenabian. Dari tempat yang disebut Gua Hira itu, Nabi Muhammad (SAW) menghidupkan pesan ini di tengah umatnya. Dalam sejarah, setelah turunnya perintah ini, Nabi menyerukan kepada umatnya:
“Ikat pinggang kalian! Kini waktunya bekerja keras dan berjuang.”
Keteguhan ini menjadi warisan spiritual yang membentuk jiwa umatnya, menjadi panduan dalam menegakkan kebenaran, menghadapi kezaliman, dan menyongsong setiap tujuan mulia.
Pemimpin Harapan Kaum Pejuang
Di era modern ini, di tengah derasnya arus globalisasi dan dominasi kekuatan tirani, semangat Perlawanan tetap hidup melalui figur-figur pemimpin yang berkomitmen pada prinsip ini. Pada Rabu, 11 Desember, ketika ruh Muslimin terpuruk oleh badai situasi di Suriah, seorang tokoh Revolusioner berdiri kokoh dan tegak di tengah gempuran kebatilan, berbicara lantang dan berani dari sudut sederhana di Husainiyah Imam Khomeini. Dengan penuh keyakinan, Imam Ali Khamenei mengingatkan dunia pada janji Allah:
“Sesungguhnya Allah akan melaksanakan (menuntaskan) urusan-Nya.” (QS. Ath-Thalaq: 3).
Di hadapan umatnya, Rahbar kembali menegaskan arti penting Perlawanan, menghidupkan kembali ruh dan semangat keteguhan yang pernah diajarkan Rasulullah (SAW). Sejarah seakan kembali menulis dirinya, membuka lembaran baru perjuangan umat melawan ketidakadilan global. Kata “Perlawanan” tidak hanya menjadi slogan, tetapi sebuah filosofi yang hidup, diterapkan, dan diwariskan kepada para Pejuang kebenaran di seluruh dunia.
Apa itu Perlawanan?
Perlawanan bukan sekadar tindakan fisik; ia adalah manifestasi dari jiwa yang menolak tunduk pada kebatilan. Perlawanan adalah keteguhan hati dalam menegakkan kebenaran, sebuah sikap yang mengusir kelemahan dan keputusasaan. Ia seperti gunung yang kokoh di tengah badai, seperti akar pohon yang menghunjam ke dalam tanah, tak tergoyahkan oleh apapun.
Perlawanan adalah gerakan yang digerakkan oleh tekad. Ia menguat di tengah ancaman, mengakar lebih dalam di tengah fitnah, dan bersinar lebih terang di tengah kegelapan. Ia adalah wujud dari perjuangan yang suci, sebuah perjalanan yang layak mendapat pertolongan Ilahi.
Sebagai filosofi, Perlawanan tidak memiliki wujud fisik. Ia adalah keyakinan, keimanan, gagasan, dan semangat yang abadi. Perlawanan hidup dalam jiwa para pejuang, prajurit, pemimpin, pendidik, dan setiap individu yang berani menantang ketidakadilan.
Poros Perlawanan: Pilar Kekekalan
Bagi mereka yang beriman kepada Allah, Perlawanan bukanlah pilihan, melainkan perintah. Hidup adalah perjuangan tanpa akhir, arena untuk bertahan dan terus melangkah. Hidup yang diwarnai oleh keteguhan adalah minuman yang membuat jiwa menjadi kebal dan tak terkalahkan.
Namun, mereka yang menjauh dari semangat ini akan tersesat dalam kebingungan di tengah konflik antara kebenaran dan kebatilan. Mereka memilih jalan kehinaan, menyerah pada tekanan dan godaan duniawi. Kehidupan mereka menjadi cerminan dari “racun ketidakaktifan”, yang menghancurkan setiap potensi kemenangan.
Kini, pertanyaan penting bagi setiap individu adalah: Di pihak mana kita berdiri dan berpijak Apakah akan memilih jalan Perlawanan dan keteguhan, atau menyerah pada kelemahan dan kehinaan? [MT]