Purna Warta – Sikap dan kebijakan International Atomic Energy Agency ketika dikumpulkan satu sama lainnya terkait Tehran tidak bermaknakan sesuatu kecuali partisipasi agen ini dalam perang hybrid versus Iran.
Dewan Petinggi IAEA hari Kamis, 17/11, kemarin menyepakati resolusi anti-Iran dan menuntut Tehran untuk segera kembali bekerjasama dengan agen ini.
Reuters dalam laporan wartanya mengutip sumber diplomat yang hadir dalam konferensi senyap IAEA dan menuliskan bahwa resolusi tersebut menuntut Tehran bekerjasama dengan agen atom ini sesegera mungkin pasca penelitian IAEA tentang serpihan uranium yang ditemukan di 3 tempat yang tak disebutkan.
Dalam tahun ini, resolusi ini merupakan resolusi kedua. Sementara Mohammad Eslami, Kepala Instansi Energi Atom Iran, sebelumnya telah menjelaskan, “Tehran telah memberikan jawaban mendetail terkait pertanyaan-pertanyaan yang diajukan IAEA. Namun laporan agen atom ini didasarkan pada penemuan-penemuan musuh Iran.” Musuh-musuh yang secara pasti Israel adalah salah satunya.
Mohsen Naziri Asl, Wakil Iran di IAEA tentang resolusi baru ini menerangkan, “Resolusi ini menuntut Iran untuk bekerjasama dengan IAEA. Karena kerja sama kontinu Iran dan IAEA, jadi tuntutan ini sangatlah tidak masuk dan tidak bermakna, itupun dilakukan atas nama Dewan Petinggi dan supresi via persetujuan resolusi.”
Resolusi atau surat tuntutan ini adalah surat kedua dalam setahun ini. Balasan Iran atas surat tuntutan pertama adalah menghentikan aktifitas beberapa cctv IAEA di Iran.
Nasser Kanaani, Jubir Kemenlu Iran, sebelum dikeluarkannya resolusi ini telah memperingatkan bahwa jika resolusi anti-Iran di IAEA disepakati, maka balasan Iran akan telak dan menusuk.
Akan tetapi jelas bahwa resolusi dan kebijakan IAEA ini tidak bisa diselidiki sendirian tanpa merajutnya dengan sikap dan masalah teknis mereka yang lainnya. IAEA, khususnya di periode manajemen Rafael Grossi telah membutkikan bahwa agen ini tidak lagi murni organisasi teknis. Organisasi ini lebih condong ke politik dan berjalan ke arah kepentingan musuh dan target lawan Iran.
Bukti kuat dari analisa di atas adalah beberapa hari yang lalu sebelum dikeluarkannya resolusi, Grossi mengadakan kunjungan ke Israel. Padahal rezim Zionis bukanlah anggota resolusi anti-senjata nuklir. Kunjungan ini tidak memiliki makna lain selain safar politik versus negeri Para Mullah. Israel merupakan satu-satunya pihak yang memiliki senjata pembunuh massal di Kawasan Timur Tengah yang selamat serta aman dari pengawasan organisasi-organisasi nuklir internasional.
Jika kebijakan anti-Iran IAEA diamati bersamaan dengan dukungan sekutu-sekutu Grossi dalam kerusuhan kemarin di Iran, sanksi mereka atas Tehran hingga perang media Barat versus negara pendukung Muqawamah Kawasan ini, maka tidak ada arti lain dari kebijakan ini kecuali pengakuan jika IAEA sudah menjadi pasukan cabang perang cyber versus Iran yang mengamini semua tuntutan-tuntutan Barat.
Setelah jalan buntu perundingan pengangkatan sanksi karena lemahnya Washington dan ketidakmampuan mereka dalam mengambil keputusan, poros Barat dengan transparan menegaskan bahwa perundingan tidak lagi menjadi prioritas mereka. Hari-hari ini mereka hanya fokus pada dukungan kerusuhan terorisme di dalam negeri Para Mullah.
Dukungan Barat kepada teroris bukanlah hal baru. Dunia tentu sampai sekarang belum melupakan bagaimana eks Presiden AS Donald Trump mengakui sendiri sebanyak dua kali jika pemerintah Demokrat AS sebelumnya adalah unsur pembangun kelompok teroris ISIS.
Wakil AS di Dewan Petinggi IAEA mengecam Iran jika tidak mengikuti hasil resolusi ini. AS akan mengambil langkah-langkah lebih versus Tehran. Ancaman ini menandakan kesiapan IAEA untuk mengambil alih perang versus Iran dengan memerankan peranan yang lebih aktif.