Hubungan 80 Tahun AS dan Saudi Semakin Retak, Ada Apa?

Purna Warta – Hubungan antara Kerajaan Arab Saudi dan sekutu lamanya, Amerika Serikat, tampaknya telah berubah dari buruk menjadi lebih buruk. Dua minggu terakhir saja kita telah menyaksikan peningkatan ketegangan yang belum pernah terjadi sebelumnya antara kedua belah pihak. Ketegangan ini dapat menyebabkan kebuntuan politik dan ekonomi di hari-hari dan bulan-bulan mendatang.

Beberapa perkembangan terakhir membuktikan hal ini:

Pertama, pada pekan lalu Associated Press, yang dikenaldekat dengan Washington, mengkonfirmasi bahwa pemerintahan Biden telah menarik semua sistem pertahanan udara Patriot dan (lebih canggih) THAAD dari Arab Saudi. Senjata- senjata itu sebagian besar dipasang pada 2019 untuk mempertahankan situs-situs strategis mereka setelah serangkaian serangan rudal dan drone oleh gerakan Houthi Ansarullah Yaman terhadap instalasi minyak Saudi Aramco dan target lainnya.

Media tersebut juga menerbitkan gambar satelit Pangkalan Udara “Amir Sultan” di tenggara ibu kota Riyadh, yang mungkin berasal dari Pentagon, menunjukkan bahwa sistem ini telah sepenuhnya ditarik.

Kedua, telah diumumkan bahwa kunjungan ke kerajaan oleh Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin – sebagai bagian dari tur Teluk yang mencakup Qatar, Kuwait, dan Bahrain – telah ditunda atau dibatalkan, seolah-olah karena ‘masalah penjadwalan’. Itu adalah penghinaan yang belum pernah terjadi sebelumnya yang mencerminkan kemarahan resmi Saudi terhadap AS.

Ketiga, seorang pangeran muda Saudi, Sattam Bin-Khaled Al Saud, ditugaskan untuk menjelaskan bahwa Arab Saudi lah yang membatalkan kunjungan tersebut untuk membantah klaim-klaim AS soal gagalnya pertemuan itu. Dalam tweetnya, ia menulis, “pembatalan ini diputusan oleh Arab Saudi, dan negara besar ini tidak akan didikte, dan hanya akan melakukan hubungan atas dasar ‘kepentingan bersama dan saling menghormati”.

Hingga kini tampaknya belum ada anggota keluarga Kerajaan Saudi yang berbicara tentang AS dengan cara seperti ini.

Keempat, Pangeran Sattam bin Khaled Al-Saud yang dikenal dekat dengan Putra Mahkota Muhammad Bin-Salman, juga dalam Twitternya menulis, “Bersamaan dengan pembatalan kunjungan Austin, Arab Saudi dengan sangat hangat menyambut Leonid Slutsky, kepala komite urusan internasional Duma Rusia.” Ini dimaksudkan sebagai peringatan kepada Washington bahwa Riyadh berpotensi memiliki sekutu pengganti: Moskow. Tentunya ini adalah sebuah tantangan yang ‘berani’ tetapi berpotensi berisiko sangat mahal.

Kelima, mantan kepala intelijen Saudi Pangeran Turki al-Faisal di CNN mengatakan bahwa ia berharap AS menunjukkan komitmennya kepada sekutu Timur Tengahnya ini dengan tetap menjaga sistem pertahanan misilnya di negara itu. Sebab tindakan AS mengangkut sIstem pertahanan itu berarti mereka menunjukkan “I’tikad buruk”

Ada apa di balik semua ini?

Menurut analis AS, Washington sedang mengejar pendekatan ‘America first’ yang artinya akan mengurangi prioritas dukungan untuk sekutu di kawasan Teluk, terutama Arab Saudi, dan berfokus untuk menghadapi aliansi China-Rusia yang telah menjadi prioritas mutlak dan ancaman utama bagi adidaya Amerika.

Hanya saja, penarikan sistem pertahanan udara Amerika terjadi pada saat yang sangat buruk bagi Arab Saudi. Houthi dan sekutu mereka telah mengintensifkan serangan rudal dan pesawat tak berawak ke fasilitas minyak Saudi dan infrastruktur militer dan sipil. Baru-baru ini mereka menargetkan bandara internasional Abha, melukai delapan orang dan merusak beberapa pesawat, sebagai tanggapan atas serangan udara Saudi yang bertujuan menghentikan kemajuan Houthi di kota strategis Yaman, Maareb.

Patriot sebenarnya terbukti tidak efektif menghadang rudal-rudal Yaman yang menargetkan Aramco, yang merupakan salah satu sumber kekayaan Saudi. Selain itu, rudal dari sistem pertahanan ini sangat lah mahal, yakni sekitar tiga juta dolar per buah. Pasukan Saudi menembakkan dua hingga tiga rudal setiap satu kali serangan proyektil Houthi. Uniknya, rudal-rudal yang ditembakkan oleh Houthi  berharga hanya beberapa ribu dolar menurut perkiraan Barat.

Otoritas Saudi sedang mencari alternatif. S-400 Rusia, yang telah terbukti sangat efektif, adalah salah satu pilihan terbaik. Namun hal itu sangat berisiko. AS menganggap pembelian sistem pertahanan ini sebagai garis merah. Melanggarnya bisa memerlukan tindakan pembalasan yang konsekuensinya mungkin tidak dapat ditanggung oleh otoritas Saudi.

Pemerintahan Biden saat ini sedang dalam proses deklasifikasi dokumen yang terkait dengan serangan 9/11. Itu – bertepatan dengan pembatalan kunjungan menteri pertahanan AS oleh Arab Saudi dan penyambutan hangat terhadap seorang pejabat senior Rusia – dapat dibaca sebagai ancaman langsung. Jika dokumen-dokumen tersebut menunjukkan dukungan resmi Saudi dengan para pelaku teror 9/11, maka mereka sama saja memberikan lampu hijau kepada pengadilan AS untuk membuka kasus para kerabat para korban 9/11. Artinya Arab Saudi berpotensi membayar miliaran dolar sebagai kompensasi.

Meski perlu diingat bahwa tidak sullit bagi bagi AS untuk memalsukan bukti keterlibatan keluarga kerajaan Saudi dalam serangan tersebut, seperti halnya mereka memalsukan bukti bahwa Irak mengembangkan senjata pemusnah massal. Banyak saksi palsu dapat diajukan untuk mendukung tuduhan itu.

Pemerintahan Biden mengesampingkan peran Saudi di Afghanistan, dan mengubah Qatar menjadi basis politik, militer, dan diplomatik utamanya di Teluk dan Timur Tengah. Itu sama saja dengan menusuk Saudi dari belakang dengan belati beracun. Ini berpotensi mengakhiri aliansi strategis yang telah berusia 80 tahun.

Amerika Serikat adalah negara yang tidak dapat dipercaya. Ia akan dengan mudah meninggalkan para sekutunya setelah berhasil mengambil keuntungannya. Contoh terbaru adalah Ashraf Ghani, presiden Afghanistan yang melarikan diri ke UEA.

Diterjemahkan dari tulisan oleh pengamat Timur Tengah Abdel Bari Atwan di situs raialyoum.com

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *