Purna Warta – Jika seseorang ingin melihat bukti nyata holocaust, orang tersebut harus menemukannya di Jalur Gaza, tempat rezim Israel telah membantai lebih dari 400.000 orang dan membiarkan sisanya menjadi sasaran pembantaian melalui berbagai tekanan.
Baca juga: Hamas Tuntut Netanyahu Bertanggung Jawab atas Kematian Sandera Israel di Gaza
Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza mengumumkan bahwa sejak dimulainya perang habis-habisan Israel di Gaza pada 7 Oktober 2023, lebih dari 40.400 penduduk Gaza telah menjadi martir dan 93.486 lainnya terluka. Angka tersebut belum termasuk ratusan anak yang meninggal karena kelaparan dan lebih dari 10.000 lainnya hilang. Sementara itu, Program Pangan Dunia (WFP) menyatakan keprihatinannya atas berkurangnya operasi bantuan di Gaza, dengan memperingatkan bahwa 2 juta warga Palestina di Jalur Gaza menderita kekurangan pangan. Namun, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan bahwa 14.750 anak Palestina, berusia antara 6 bulan hingga 5 tahun, menderita kekurangan gizi parah.
WHO melaporkan bahwa sejak pertengahan Januari 2024 hampir 240.000 anak telah diidentifikasi dalam rentang usia yang sama yang menunjukkan gejala kekurangan gizi. Meskipun organisasi kemanusiaan tersebut telah memperingatkan dan menuntut agar jalur menuju Gaza dibuka untuk mencegah kelaparan yang disebabkan oleh perang di jalur tersebut, pasukan rezim Israel masih menutup jalur Rafah dan Karam Abu Salim. PBB memperingatkan bahwa lebih dari dua juta warga Palestina di Jalur Gaza kini terkurung di wilayah yang luasnya sekitar sepersepuluh dari total wilayah jalur ini, yang bahkan lebih kecil dari kawasan Manhattan, Kota New York.
PBB memperkirakan bahwa akibat rezim Zionis yang memaksa warga Gaza untuk mengungsi dari tanah dan rumah mereka sejak awal perang saat ini, 90% penduduk Gaza telah mengungsi beberapa kali.
Menurut badan-badan internasional, termasuk PBB, sebagian besar infrastruktur air Gaza rusak selama perang 10 bulan di Gaza yang telah meningkatkan risiko penyebaran penyakit di jalur tersebut.
Para pakar hak asasi manusia meyakini bahwa rezim Israel memanfaatkan pemutusan aliran air sebagai senjata, bersama dengan blokade lainnya, terhadap Jalur Gaza. Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza mengumumkan lebih dari 1,7 juta kasus penyakit menular tercatat di Gaza.
Selain itu, infrastruktur medis yang telah dirusak oleh perang kini akan benar-benar dihentikan dari waktu ke waktu karena kurangnya bahan bakar yang dibutuhkan untuk menjalankan generator listrik, bahaya lebih lanjut yang mengancam nyawa 2,4 juta penduduk Jalur Gaza.
Kementerian kesehatan Palestina juga mencatat bahwa saat ini ada sekitar 20.000 pasien dan orang yang terluka yang membutuhkan perawatan di luar Palestina tetapi karena pemblokiran jalur perbatasan oleh rezim Israel, mereka sejauh ini gagal meninggalkan Gaza, sebuah penghalang yang telah mempertaruhkan nyawa mereka. Kurangnya obat-obatan dan fasilitas medis yang bercampur dengan tingginya jumlah korban luka dan pasien di Gaza, ditambah dengan banyaknya staf medis Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza yang menjadi syahid dan ditawan, telah membuat staf medis yang tersisa mengalami kelelahan dan tekanan yang meningkat.
Baca juga: [VIDEO] – Korea Selatan Tunjukkan Dukungan kepada Gaza pada Pertandingan vs Palestina
Foto dan video yang menunjukkan kaburnya pasien dan staf Rumah Sakit Syuhada Al-Aqsa di Deir al-Balah, pusat Jalur Gaza, dirilis setelah rezim Zionis memerintahkan evakuasi rumah sakit dan daerah sekitarnya.
Foto-foto bencana tersebut menunjukkan pasien dan pendamping mereka yang berusaha mencapai tempat yang aman saat mereka berada di ranjang rumah sakit atau kursi roda.
Menurut Kementerian Pertahanan Sipil Palestina, zona aman yang diinginkan Israel menyusut dari hari ke hari dan menjadi sangat kecil hingga kini mencapai sepuluh persen dari seluruh wilayah Jalur Gaza.
Namun, Surat Kabar Ray al-Youm berbicara tentang skandal akhir-akhir ini yang mana semua perhatian terpusat pada poros Salah eD-Din dan Netzarim di Gaza tengah dan kematian anak-anak karena kelaparan sama sekali diabaikan.
Dengan dukungan AS, Perdana Menteri rezim Israel Benjamin Netanyahu telah membuat anak-anak Gaza kelaparan sehingga semakin banyak anak-anak yang menjadi martir dari hari ke hari;
Seolah-olah penghancuran rumah sakit dan penyiksaan para pengungsi akibat relokasi paksa bukanlah masalah yang penting.
Holocaust sedang terjadi di Gaza