HomeAnalisaHizbullah Kini Berbeda dengan Tahun 2000

Hizbullah Kini Berbeda dengan Tahun 2000

Purna Warta – Israel telah memastikan bahwa mereka akan melancarkan serangan darat ke Lebanon, beberapa menit setelah pukul 02:00 waktu setempat, pada Selasa, 1 Oktober 2024. Menurut laporan BBC Indonesia pada hari yang sama, Israel telah memulai operasi darat di Lebanon Selatan yang bersifat “terbatas, terlokalisasi, dan terarah” terhadap target Hizbullah. Selain itu, militer Israel juga melancarkan serangan udara ke wilayah Lebanon.

Baca juga: Pembunuhan Nasrallah dan Ilusi Zionis

“Angkatan Udara Israel dan Artileri IDF mendukung pasukan darat dengan serangan presisi terhadap sasaran militer di daerah tersebut,” demikian pernyataan resmi IDF melalui media sosial X, yang dikutip oleh BBC pada Selasa, 1 Oktober 2024.

IDF mengklaim bahwa target serangan mereka adalah pasukan dan pangkalan militer Hizbullah di dekat perbatasan, yang dianggap sebagai “ancaman serius” terhadap keberlangsungan Israel. Tampaknya, Israel berniat melancarkan serangan darat yang menentukan di Lebanon.

Selama beberapa waktu terakhir, konflik antara Israel dan Hizbullah tampak seperti konflik sampingan dibandingkan dengan fokus utama kampanye militer Israel, yaitu perang melawan Hamas di Gaza. Namun, dalam dua minggu terakhir, situasi berubah ketika Israel berhasil membunuh pemimpin Hizbullah beserta beberapa deputinya.

Pada Selasa dini hari, 1 Oktober 2024, Israel memulai invasi darat ke Lebanon, mempertaruhkan ribuan nyawa tentaranya serta reputasi internasionalnya.

Perang Klasik: Israel dan Hizbullah

Sejak beberapa dekade setelah berdirinya negara haram Israel di wilayah Palestina, dunia telah menyaksikan konflik antara Israel melawan Mesir dan Suriah. Dalam beberapa dekade terakhir, dunia juga menyaksikan perang klasik antara Israel melawan Hamas dan Hizbullah.

Hizbullah dibentuk setelah invasi Israel ke Lebanon pada tahun 1982, sebuah invasi yang memberi jalan bagi Israel untuk mencaplok wilayah Lebanon Selatan. Namun, tak lama kemudian, pasukan Israel mengalami kekalahan dalam pertempuran melawan Hizbullah, yang saat itu masih merupakan kelompok kecil dengan taktik dan persenjataan tradisional. Israel menduduki Lebanon Selatan hingga tahun 2000, ketika akhirnya mereka dipaksa keluar secara tidak terhormat oleh perlawanan bersenjata Hizbullah.

Enam tahun kemudian, kedua belah pihak kembali berperang ketika Hizbullah menculik dua tentara Israel untuk ditukar dengan ratusan tawanan yang ditahan di penjara Israel. Israel kemudian kembali menginvasi Lebanon, namun perang tersebut dianggap sebagai salah satu kegagalan paling memalukan bagi Israel: ratusan tentara Israel tewas, bersama puluhan warga Israel, sementara lebih dari 1.000 warga sipil Lebanon turut menjadi korban.

Hal paling penting dari perang tersebut adalah bahwa Hizbullah tetap utuh dan semakin kuat. Kelompok yang dipimpin oleh Sayyid Hassan Nasrallah ini berhasil mempermalukan Israel, serta kekuatan-kekuatan dunia seperti Amerika Serikat, Eropa, dan sekutu-sekutunya di kawasan.

Sejak itu, Hizbullah telah berkembang menjadi kekuatan besar yang sangat diperhitungkan di kawasan. Pasukannya diperkirakan berjumlah lebih dari 100.000 pejuang, dengan persenjataan yang mencakup ratusan ribu rudal canggih dan modern. Roket-roket ini mampu menjangkau hampir seluruh wilayah pendudukan Israel.

Sejak tahun 2006, Hizbullah terbukti sebagai kelompok perlawanan yang membela kepentingan umat. Pada Maret 2011, Hizbullah memperkuat pasukan pemerintah Bashar Assad dalam perang melawan kelompok Takfiri ISIS, yang berusaha mendirikan apa yang disebut sebagai “Negara Islam dan Levant” dengan wilayah yang membentang dari Irak hingga Suriah.

Dalam perkembangannya, Hizbullah juga memiliki pengaruh signifikan di parlemen Lebanon.

Pada Senin, 30 September 2024, The New York Times menyebut Hizbullah sebagai “anggota senior” dari apa yang disebut “Poros Perlawanan” Iran di Timur Tengah.

Baca juga: Perusahaan Keamanan Maritim Inggris Laporkan Insiden Maritim di Perairan Yaman

Selama periode ini, Israel secara rutin melakukan serangan udara terhadap basis-basis persenjataan Hizbullah. Namun, hingga akhir tahun lalu, kedua pihak masih mampu menahan diri dari memulai perang besar lainnya.

Perang Dimulai pada 8 Oktober 2024

Sehari setelah Hamas melancarkan serangan mendadak yang diberi nama Operasi Badai al-Aqsa pada Sabtu, 7 Oktober 2023, Hizbullah mulai menyerang Israel di wilayah utara untuk mendukung perlawanan Palestina. Serangan rudal Hizbullah berlangsung terus menerus selama hampir satu tahun, kecuali selama gencatan senjata seminggu antara Israel dan Hamas pada November lalu.

Israel merespons dengan mengebom posisi Hizbullah di Lebanon, yang secara keseluruhan menewaskan puluhan pejuang Hizbullah, tentara Israel, serta warga sipil Lebanon. Wilayah perbatasan di utara Lebanon dengan Palestina merupakan daerah yang dihuni oleh puluhan ribu warga Israel, yang sengaja ditempatkan oleh rezim Netanyahu untuk mencaplok wilayah tersebut, dan akhirnya dijadikan sebagai tameng hidup oleh rezim pendudukan.

Sebuah survei pada bulan September menemukan bahwa hampir dua pertiga dari penduduk Israel di wilayah utara mendukung perlawanan terhadap Hizbullah, sementara hanya sekitar seperempat yang mendukung kesepakatan gencatan senjata.

Hasil survei tersebut dijadikan oleh pemerintah Israel sebagai pembenaran untuk serangkaian operasi militer, termasuk pembunuhan massal dan serangan brutal oleh militer serta intelijen Israel: peledakan pagar yang melukai ribuan orang dan menewaskan puluhan lainnya, serta serangan teror terhadap para pemimpin dan depot senjata Hizbullah.

Puncak kekejian itu terjadi pada Jumat, 27 September 2024, ketika jet F-15i lepas landas dari Pangkalan Udara Hatzerim. Tepat sebelum pukul 18.30, ledakan dahsyat terdengar di seluruh ibu kota Lebanon. Israel membunuh pemimpin Hizbullah, Sayyid Hassan Nasrallah, sosok yang selama lebih dari 30 tahun menjadi wajah dan pemimpin kelompok tersebut, serta musuh bebuyutan Israel. Dalam sebuah analisis yang tergesa-gesa, Council on Foreign Relations menyimpulkan, “Kelompok itu kemungkinan besar telah tidak aktif secara operasional — setidaknya untuk sementara waktu.”

Namun, sebelum Netanyahu selesai berpesta pora, Hizbullah menunjukkan bahwa mereka masih terus berjuang. Dalam pidato pada Senin, 30 September 2024, pejabat tinggi Hizbullah, Syeikh Naim Qassem, menegaskan bahwa semua anggota yang terbunuh telah digantikan, dan bahwa serangan mereka terhadap Israel sejauh ini hanya merupakan “upaya minimal” dari kemampuan Hizbullah. Tentu penjelasan ini merusak kemenangan semu yang dirayakan oleh rezim pendudukan Israel.

Baca juga: ‘Legenda Telah Lahir’: Pemimpin Kristen Lebanon Berduka atas Kematian Nasrallah

Saat ini, Israel sedang mempersiapkan diri untuk memulai serangan darat, yang diperkirakan tidak akan mudah. Israel tetap bersikeras untuk melanjutkan perang dan tidak puas hanya dengan pembunuhan Hassan Nasrallah. Laporan pada hari Senin menunjukkan bahwa pasukan dan artileri Israel siap tempur di perbatasan, dengan ribuan tentara berkumpul untuk melakukan invasi. Israel juga dilaporkan telah memberi tahu Amerika Serikat dan meminta restu untuk melancarkan operasi darat ke Lebanon.

Namun, Lebanon adalah medan yang keras dan tidak kenal ampun. Wilayahnya bergunung-gunung, dan meskipun kehilangan pemimpin, Hizbullah telah lama bercokol di sana. Lebanon Selatan jauh lebih besar dibandingkan Gaza, meskipun populasinya lebih kecil.

“Hizbullah saat ini jauh lebih tangguh dibandingkan pada tahun 2000, dan bahkan jika mereka mengalami kerugian besar, sebagian besar pasukannya dapat mundur dari wilayah perbatasan dan kembali lagi setelah Israel pergi. Mereka juga dapat melakukan serangan gerilya secara rutin di waktu yang mereka pilih, jika pasukan Israel tetap tinggal,” demikian analisis dari Foreign Policy.

“Lebanon adalah kawasan yang sangat berbeda,” kata Dana Stroul, yang kini menjabat sebagai direktur penelitian di Washington Institute for Near East Policy.

“Ini adalah negara pegunungan, sehingga lebih mudah untuk menyembunyikan sesuatu di sana. Orang-orang ini dilatih untuk menggali hingga ke inti bebatuan,” tambah Mayor Jenderal Yaakov Ayish, mantan komandan departemen operasi militer Israel.

Pernyataan ini disampaikan oleh Yaakov setelah tentara Israel menemukan terowongan di dekat perbatasan, yang terletak 60 meter di bawah tanah. Menurutnya, penghancuran terowongan di Lebanon Selatan adalah proses yang sangat kompleks dan membutuhkan bahan peledak dalam jumlah besar.

Sebelum perang di Gaza dimulai pada Oktober lalu dan serangan Hizbullah ke Israel Utara sebagai bentuk solidaritas dengan Hamas, Hizbullah sudah dianggap sebagai salah satu kekuatan militer non-pemerintah yang paling diperlengkapi di dunia. Kelompok ini memiliki puluhan ribu pasukan elit serta gudang senjata yang berisi lebih dari 100.000 roket dan rudal, ditambah dengan persenjataan canggih lainnya, termasuk drone, rudal berpemandu presisi, dan senjata antipesawat.

Selain serangan roket rutin, Hizbullah juga telah menembakkan rudal balistik yang lebih besar yang dapat menjangkau jauh ke wilayah pendudukan. Namun, kelompok ini belum mengungkapkan sepenuhnya kemampuan militernya dan tidak memberikan rincian tentang jumlah pejuang mereka yang tewas. Sejauh ini, laporan dari Kementerian Kesehatan Lebanon tidak membedakan antara pasukan milisi dan warga sipil dalam statistik korban.

Baca juga: Yaman Serang Posisi Militer Israel di Yafa dan Umm Al-Rashrash

Meskipun Hizbullah adalah organisasi yang kompleks, yang juga mengelola sekolah, rumah sakit, dan memberikan layanan sosial di Lebanon, muncul pertanyaan tentang siapa yang akan menggantikan Sayyid Hassan Nasrallah sebagai pemimpin kelompok tersebut.

Para pejabat Amerika memperingatkan Israel terkait rencana serangan darat. Mereka khawatir jika Netanyahu memutuskan untuk menyerang jaringan terowongan Hizbullah, maka korban jiwa, baik manusia maupun non-manusia, akan jauh lebih besar dibandingkan dengan yang terjadi di Gaza.

Para pejabat Amerika juga menyatakan bahwa langkah selanjutnya dari Hizbullah dan Iran masih belum jelas. Namun, pembunuhan Sayyid Hassan Nasrallah kemungkinan akan memicu tindakan yang lebih agresif dan terukur dari Hizbullah, dibandingkan serangan terbatas yang telah mereka lakukan sejauh ini. [MT]

Must Read

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here