Purna Warta – Kontroversi dan debat publik terkait keikutsertaan Timnas Israel di ajang Piala Dunia U-20 yang akan digelar di Indonesia bulan Mei mendatang masih terus berlanjut. Meski Presiden Joko Widodo melalui pernyataan pers pada Selasa (28/3), menyatakan Indonesia sebagai tuan rumah siap dan menjamin keikutsertaan Timnas Israel U-20 di ajang Piala Dunia U-20 2023 dengan rasionalisasi olahraga tidak ada kaitannya dengan politik, publik Indonesia tetap riuh melakukan penolakan.
Baca Juga : PSSI Terima Keputusan FIFA Copot Indonesia dari Tuan Rumah Piala Dunia U20 2023
Diantara yang masih tegas melakukan penolakan adalah Dr. Dina Sulaeman, pakar Hubungan Internasional dari Universitas Padjadjaran Bandung. Melalui konten “Haruskah Menerima Tim Sepakbola Israel? [Menjawab Falasi Para Buzzer]” di chanel Youtube pribadinya, akademisi yang ahli dalam kajian politik Timur Tengah ini membahas pro-kontra kedatangan Timnas Israel ke Indonesia.
Ia menyebut paparannya dalam menjawab rasionalisasi penerimaan kedatangan Timnas Israel sangat mengandalkan akal sehat dan parameter utamanya adalah hukum internasional dan UUD 45. “Tujuannya, agar kita paham apa yang sebenarnya terjadi, dan tidak terjebak pada sikap pro-kontra ala debat kusir. Kita pakai akal sehat, dan kita tunjukkan bahwa mereka yang ramah pada Israel-lah yang justru sedang tidak pakai akal sehat.” Tegasnya.
Berikut bagian penting dari transkrip penjelasan Dr. Dina Sulaeman yang dinukil dari chanel Youtube “DIna Sulaeman” terkait isu keikutsertaan Timnas Israel, apakah harus diterima atau ditolak, yang memberi jawaban satu persatu dari falasi para Buzzer.
Konflik Israel-Palestina itu soal politik, rebutan tanah! Tidak ada kaitannya dengan sepakbola!
Ini yang perlu dipahami. Palestina versus Israel itu bukan konflik, bukan rebutan tanah. Konflik itu perseteruan antara dua pihak yang setara. Misalnya, Rusia dan Ukraina, nah itu konflik. Kita bisa sebut “konflik Rusia-Ukraina”
Yang terjadi di Palestina adalah penjajahan. Tentu, dalam penjajahan, ada urusan tanahnya. Misalnya, dulu, Belanda menjajah Indonesia, artinya, Belanda menguasai kontrol atas tanah-tanah di Indonesia. Lalu, apa ketika pejuang Indonesia angkat senjata melawan Belanda, kita bisa bilang : oh, Indonesia dan Belanda itu rebutan tanah belaka!
Bahwa Palestina belum merdeka dan kondisinya masih terjajah, itu dinyatakan oleh berbagai resolusi PBB. Wilayah Palestina dalam berbagai dokumen resolusi itu disebut : occupied-Palestine, Palestina yang diduduki, atau dijajah. Dijajah oleh siapa? Ya oleh Israel. Pemerintah Indonesia, secara resmi dari zaman Presiden Sukarno hingga sekarang Presiden Jokowi juga menyebut bahwa Palestina belum merdeka.
Baca Juga : Sebut Olahraga dan Politik Berbeda, Jokowi Tidak Persoalkan Timnas Israel Bertanding di Indonesia
Apakah kondisi ini tidak ada hubungannya dengan sepakbola?
Jelas ada. Ketika sebuah negara masih terjajah, semua aspek kehidupannya dijajah. Tahu tidak, pemain sepakbola Palestina dipersulit saat akan bertanding ke luar Palestina, mereka tidak bisa bangun stadion dan fasilitas di area yang diduduki Israel, mereka sulit mengimpor masuk peralatan olahraga ke Palestina, dan bahkan, pemain sepakbola Palestina pun ada yang dibunuh Israel.
Lalu, kita bangsa Indonesia, sudah diamanahkan oleh Bapak Bangsa Kita, Presiden Sukarno bahwa “Selama kemerdekaan bangsa Palestina belum diserahkan kepada orang-orang Palestina, maka selama itulah bangsa Indonesia berdiri menantang penjajahan Israel.” Demikian pesan Presiden Soekarno tahun 1962.
Nah, membela Palestina bisa dilakukan antara lain, dengan memboikot timnas Israel. Ketika rezim Zionis diboikot oleh sangat banyak negara, targetnya, rezim Zionis tumbang dan di Palestina berdiri pemerintahan yang melindungi hak-hak semua warga yang hidup di atas tanah itu. Metode boikot ini, pernah berhasil dilakukan komunitas internasional untuk membubarkan rezim apartheid di Afrika Selatan.
Ketika Indonesia mengizinkan timnas Israel datang, ini tak berarti mengubah sikap politik.
Ya pastilah sikap politik akan berubah. Pengibaran bendera itu, sikap politik atau bukan? Siapa yang berani bilang bendera bukan bagian dari politik?
Jika Israel bertanding di Indonesia, pastilah bendera Israel dikibarkan. Mengizinkan bendera Israel berkibar di Indonesia itu sikap politik. Artinya, Indonesia menerima kedaulatan Israel, menerima Israel sebagai negara. Menerima timnas Israel adalah permulaan, nanti akan muncul lagi justifikasi-justifikasi lain untuk berbaik-baik dengan Israel, dan target utamanya adalah normalisasi hubungan Indonesia dengan Israel. Istilahnya juga “normalisasi”, menganggap normal Israel, menganggap kejahatan Israel di Palestina biasa-biasa saja, normal saja.
Ini jelas kontradiktif dengan posisi politik Indonesia sejak zaman Bung Karno sampai sekarang: tidak mengakui Israel, tidak menjalin hubungan diplomatik dengan Israel, memandang bahwa Israel masih menjajah Palestina dan bahwa Palestina masih dijajah, masih belum merdeka!
Baca Juga : Kenapa FIFA Ogah Hukum Israel seperti Rusia? Begini Penjelasannya
Palestina tidak rugi apa-apa kalau Timnas Israel bermain di Indonesia!
Untung-ruginya dilihat dari mana? Kita selama ini membela Palestina kan secara politik dan diplomatik? Ada alternatif lain bantu Palestina, yaitu dengan membantu perjuangan bersenjata. Tapi kan itu tidak dilakukan oleh Indonesia.
Artinya, andalan kita dalam membantu Palestina selama ini ya dari sisi politik dan diplomatik. Dukungan politik untuk Palestina, dengan cara mengucilkan Israel, sangat penting dan sangat signifikan. Karena sangat penting itulah, makanya AS dan Israel berusaha keras membujuk negara-negara di dunia yang masih menolak Israel, agar mau menormalisasi hubungan dengan Israel. Semakin sedikit front yang tegas menolak Israel, artinya semakin lemah kekuatan diplomatik yang membela Palestina.
Dengan menerima timnas Israel di Indonesia, artinya bantuan politik kita sangat melemah, dan jelas, situasi ini merugikan perjuangan bangsa Palestina.
Kata buzzer: Ini kan keputusan FIFA, ini apapun keputusan FIFA harus dihormati! Indonesia anggota FIFA, harus patuh pada statuta FIFA dong!
Ya, statuta FIFA itu menyebutkan larangan mencampuradukkan sepakbola dengan politik. Tapi, faktanya, statuta ini sudah dilanggar FIFA sendiri dengan melarang Rusia ikut Piala Dunia. Dengan membiarkan pemain-pemain berbagai negara mengibarkan bendera Ukraina. Sebaliknya, UEFA, konfederasi di bawah FIFA, menghukum klub yang mengibarkan bendera Palestina.
Artinya, FIFA berpolitik kan?
Sekarang untuk kasus Israel, FIFA juga berpolitik,
Pertama: FIFA menekan dan mengancam negara-negara yang menolak kehadiran Timnas Israel (kan para buzzer sendiri yang bilang, kalau kita menolak Timnas Israel, kita bisa dipecat dari FIFA).
Kedua, FIFA sama sekali tidak mau menghukum Liga Sepak Bola Israel (IFL) padahal rezim Zionis sudah melakukan banyak kejahatan yang melanggar atas statuta FIFA. Kan FIFA menulis di statutanya bahwa FIFA “melawan diskriminasi dan melarang rasisme.”
Tapi, FIFA mengizinkan pemain dan klub Israel yang berasal dari kawasan permukiman ilegal untuk bermain. Permukiman ilegal itu dibangun dengan merampas dan menghancurkan rumah-rumah orang Palestina di Tepi Barat. Pembangunan permukiman ini dilarang Konvensi Jenewa dan sudah banyak resolusi PBB yang mengecam pembangunan permukiman itu.
Nah, warga Arab Palestina tidak boleh punya rumah di tanahnya sendiri, tapi orang Yahudi-Zionis dibolehkan bangun perumahan khusus mereka. Ini kan diskriminasi, rasisme? Kok FIFA tidak bersuara? Kok pemain dan klub dari permukiman ilegal tetap diizinkan bermain?
FIFA juga tidak membela tim Palestina, padahal mereka jadi korban rasisme: pemain sepakbola Palestina dikenai pembatasan perjalanan internasional, mereka tidak bisa bangun stadion dan fasilitas di area yang diduduki Israel, mereka sulit mengimpor masuk peralatan olahraga ke Palestina, dan bahkan, pemain sepakbola Palestina pun ada yang dibunuh Israel.
Nah, mengapa FIFA diam saja atas diskriminasi dan rasisme yang dialami tim sepakbola Palestina, tapi FIFA memaksa semua negara untuk mau menerima Israel?
Dari dua argumen tadi, jelas FIFA berpolitik, politik yang mendukung kolonialisme.
Lha mengapa Indonesia, yang mau membela Palestina, kok dilarang dan diancam?
Sekarang, posisi Indonesia-nya bagaimana?
Kalau para buzzer kan bilang, “Kita harus taat sama FIFA! Ini sudah keputusan final!” Nah maaf ya, ini mental inlander banget. Siapa bilang semua organisasi internasional harus ditaati dan semua keputusannya bersifat final?
Lha kemarin, kok Pak Jokowi dipuji-puji para buzzer saat melawan WTO? WTO itu juga organisasi internasional, di dalamnya ada aturan-aturan. Lalu, Presiden Jokowi memutuskan ekspor mineral mentah, termasuk biji nikel. Ini sebenarnya pelanggaran atas aturan WTO, tapi Indonesia berani melawan. Akibatnya, saat ini Indonesia bersengketa di pengadilan WTO, karena ada negara-negara yang menggugat Indonesia karena melarang biji nikel.
Dulu, zaman Bung Karno, kita bahkan melawan PBB karena strukturnya tidak adil, tidak demokratis, dan diskriminatif.
Jadi, organisasi internasional itu bukan dewa, bukan Tuhan yang wajib dipatuhi tanpa protes. Kita sama Tuhan aja sering protes, lha ini sama organisasi internasional kok dipaksa patuh? Mana logikanya?
Pemerintah Indonesia berhak melakukan kritik dan protes, bahkan melawan, organisasi internasional manapun, termasuk FIFA.
Baca Juga : Rusia, Israel dan FIFA
Penolakan Indonesia terhadap Israel akan merusak reputasi Indonesia di dunia internasional
Reputasi Indonesia apa sih di dunia internasional? Kalau pertanyaannya terkait dengan Palestina, reputasi Indonesia justru adalah negara yang sangat konsisten membela Palestina. Di berbagai forum PBB, Indonesia sangat aktif menyuarakan dukungan pada kemerdekaan Palestina. Lha kalau sekarang Indonesia lembek di hadapan FIFA dan menerima timnas Israel hadir di Indonesia, bahkan dikawal khusus, dilayani khusus, jelas itu yang akan merusak reputasi Indonesia. Diplomasi Indonesia soal Palestina ga akan dianggap penting lagi.
Dubes Palestina saja menerima kok, kedatangan Timnas Israel di Indonesia!
Di sini perlu dijelaskan posisi Dubes Palestina sesungguhnya kepada publik Indonesia.
Harus diketahui, Palestina itu belum menjadi negara yang merdeka berdaulat. Memang, PBB sudah kasih Palestina sebutan “negara”, juga sudah ada jabatan “presiden”, ada “dubes”, tapi semua posisi itu adalah posisi simbolik, secara de facto mereka tidak berdaulat, tidak bisa ngapa-ngapain. Buktinya apa, lha itu, selama ini tentara Zionis setiap hari membunuhi warga Palestina di Tepi Barat, sejak 2006 memblokade Gaza, apa Otoritas Palestina bisa berbuat sesuatu? Tentara Zionis berkali-kali menyerbu masjidil Aqsa, memangnya Otoritas Palestina bisa menghalagi? Tidak bisa. Karena memang mereka ini bukan pemerintahan normal seperti di negara-negara merdeka dan berdaulat.
Makanya “pemerintah” Palestina itu disebut “Otoritras Palestina.” Mereka itu hanya punya otoritas atas sebagian kecil wilayah di Tepi Barat, sekitar 3 persen saja, dan di Gaza. Gaza pun sekarang sudah lepas dari kontrol Otoritas Palestina karena diblokade penuh oleh Israel, warga Palestina dipenjara di sana, dilarang keluar masuk Gaza.
Pembiayaan Otoritas Palestina itu berasal dari sumbangan berbagai negara, antara lain AS dan negara-negara Uni Eropa. Jadi, kita pahami sajalah, posisi Pak Dubes ini memang sangat inferior. Presiden Otoritas Palestina saja, Mahmud Abbas, iya-iya aja pas diajak negosiasi berkali-kali, padahal sudah ditipu berkali-kali oleh Israel.
Nah, rakyat Palestina mayoritasnya bagaimana, apakah pro pada Otoritas Palestina ini? Yang jelas, di Tepi Barat sangat sering ada aksi-aksi demo besar-besaran warga Palestina mengecam Otoritas Palestina.
Jadi, kita musti baliknya ke nilai-nilai bangsa kita, yang tercantum dalam UUD 1945. Jangan menjadikan nilai-nilai individu dari negara lain, sebagai parameter tindakan Indonesia. Ada kan yang bilang begini: Arab aja mau menormalisasi hubungan dengan Israel masa Indonesia tidak? Lha, kemarin Anda (para buzzer) sering bilang jangan niru-niru budaya Arab, kok untuk Israel kita disuruh meniru Arab?
Baca Juga : FIFA Resmi Batalkan Indonesia sebagai Tuan Rumah Piala Dunia U20, Begini Kronologinya
Apakah pro-Palestina sama dengan kadrun?
Ada buzzer yang memulai videonya dengan pernyataan “penolakan paling keras datang dari Persatuan Alumni 212 dan PKS”
Ini jelas upaya framing yang jahat. Dia sedang menggiring opini publik bahwa yang bersuara menolak kedatangan timnas Israel adalah kubu yang selama ini mereka kasih stempel “kadrun.”
Apa itu kadrun? Kadrun singkatan dari kadal gurun, yaitu mereka yang dianggap ke-Arab-Araban atau Islam garis keras. Sebaliknya pihak yang dilabeli kadrun itu juga selama ini mengata-ngatai lawan politiknya sebagai “cebong.” Alias anak kodok. Merujuk pada hobi Pak Jokowi memelihara kodok.
Masalahnya, jualan narasi kadrun versus cebong dalam isu Palestina, sungguh out of context. Soal Palestina adalah soal nilai-nilai bangsa, soal kepentingan nasional bangsa. Bukan lagi soal bela presiden atau lawan politiknya.
Pembelaan pada Palestina itu berasal dari berbagai kalangan. Bukan cuma Muslim, tapi juga Kristen, Katolik, atheis, bahkan anak-anak muda komunis di Irlandia juga baru-baru ini demo pro-Palestina. Di Palestina pun ada partai yang berhaluan Marxisme, yaitu The Popular Front for the Liberation of Palestine (FPLP).
Di AS, anak-anak muda Yahudi pun dua tahun terakhir aktif ikut aksi demo menentang Zionis, setelah mereka tersadarkan bahwa rezim Israel melakukan kejahatan kemanusiaan di Palestina. Ada organisasi bernama Neturei Karta, isinya Rabi atau pendeta-pendeta Yahudi tapi anti Israel dan membela Palestina. Gubernur Bali, I Wayan Koster, yang menyatakan menolak kehadiran timnas Israel di Bali, agamanya Hindu.
Nah, kaum Muslim yang menolak kedatangan Israel, juga sangat wajar kalau dari berbagai kalangan. Ada yang Islamnya garis keras, ada yang moderat, mazhabnya juga beda-beda. Misal, Iran yang mazhabnya Syiah, membela Palestina, bukan cuma dengan diplomasi dan uang, tapi juga dengan senjata. Qatar dan Arab Saudi yang Sunni, juga membela Palestina, melalui bantuan politik dan keuangan.
Jadi, untuk isu Palestina, para buzzer itu harusnya logislah kalau bicara. Katanya tidak usah bawa-bawa agama, tapi saat ada yang bela Palestina, diframing sebagai ‘kadrun’ yang konotasinya Islam ekstrem. Siapa yang bawa-bawa agama di sini?
Kenapa narasi “jangan bawa-bawa agama” diperlakukan diskriminatif begini? Kalau menguntungkan narasi kalian, kalian bilang jangan bawa-bawa agama. Tapi di saat lain, kalian sendiri yang bawa-bawa agama dalam menyerang pihak lain.
Sekedar info tambahan: Israel itu menjustifikasinya kejahatannya dengan agama lho, Di sidang PBB, Dubes Israel berpidato dengan membawa kitab sucinya dan berkata bahwa hak Israel atas tanah Palestina tertulis di kitab suci itu. Berarti, Zionis pun bawa-bawa agama kan? Kok para buzzer tidak mengecam Israel?
Baca Juga : Gagal Gelar Piala Dunia U-20, ini Negara Selain Indonesia yang Pernah Dicoret Jadi Tuan Rumah
Terakhir: Solusinya apa?
Untuk pemerintah Indonesia, bukankah selama ini pemerintah sudah bersikap berani melawan kekuatan kapitalisme global, misalnya kasus Freeport dan WTO. Pemerintah sudah membuktikan bahwa bersikap tegas memperjuangkan kepentingan nasional, itu sesuatu yang mungkin dan baik dilakukan. Atas langkah berani ini, kita bisa lihat dukungan rakyat sangat besar. Rakyat Indonesia itu selalu merindukan pemimpin yang berani melawan kapitalis global.
Untuk FIFA, Indonesia berhak melakukan kritik dan protes. Dalam kasus Piala Dunia U-20 ini, justru kepentingan Indonesia sedang dikorbankan. Pemerintah jadi sangat repot menghadapi pro-kontra, kalau nanti timnas Israel datang, berapa banyak dana dan SDM yang harus dikerahkan untuk pengamanan, belum lagi nama baik dan citra diplomatik Indonesia yang sudah dibangun sejak 1945, akan rontok. Suara Indonesia soal Palestina ga akan dianggap penting dalam forum-forum internasional.
Jadi pemerintah musti berani, lakukan negosiasi, dan cari solusi dengan FIFA.
Kepentingan nasional itu kan ada yang tangible, yang bisa dilihat barangnya, misalnya keuntungan ekonomi, militer, dll. Tapi ada juga kepentingan nasional yang intangible, yaitu terwujudnya nilai-nilai dasar bangsa ini, sebagaimana yang diamanahkan oleh UUD 45: anti-penjajahan, anti-imperialisme, dan aktif mewujudkan perdamaian dunia.
Dalam jangka panjang pun, melawan kubu neo-imperialisme, dimana salah satu pilarnya adalah Israel, akan membawa keuntungan material, misalnya penguasaan kembali atas sumber daya alam di Indonesia dan kemandirian bangsa. Kita tahu bahwa banyak perusahaan-perusahaan transnasional yang mengeruk SDA di Indonesia merupakan perusahaan dari kubu neo-imperialisme yang pro Zionis.
Untuk rakyat Indonesia: tetaplah berpegang teguh pada nilai-nilai bangsa ini, yaitu anti-penjajahan dan anti-imperialisme, dan turut mewujudkan perdamaian dunia. Tetap bersuara membela Palestina. Bersuara, demo, menulis, bikin vlog, itu semua bagian demokrasi. Itu hak kita, dilindungi oleh UUD 1945. Tapi, mari kita lakukan dengan baik, hindari anarkisme dan kekerasan. Jangan mau ditunggangi oleh pihak-pihak yang mau bikin rusuh di negeri ini, yang mau memanfaatkan isu ini untuk kepentingan politik mereka saja.