Purna Warta – Seiring dengan masuknya tahun baru 2022, awak media menghitung kerugian perang Yaman yang menghujam sumber cuan Arab Saudi.
Adalah al-Mayadeen yang dalam kupasan terbarunya memprediksikan kerugian ini dan menuliskan, “Pada tahun 2015 Arab Saudi mulai agresi ke Yaman dan menjanjikan perang hanya akan berlangsung dalam kisaran beberapa bulan saja. Namun setelah 6 tahun berlalu, Riyadh menemukan dirinya berada dalam rawa Sanaa hingga menanggung kerugian besar ekonomi dan militer. Kerugiannya mencapai miliaran dolar, namun demikian Istana terus menjaga nominal ini agar tidak keluar dari kamarnya.”
Baca Juga : Noam Chomsky: Eropa Takkan Sanggup Menahan Murka AS, Tidak Seperti China
Dengan memborong senjata yang bernilai miliaran dolar, mengimpor rudal, pesawat militer, perlengkapan, dukungan finansial setiap serangan udara, membayar manuver, dukungan logistik dan menghususkan anggaran untuk membayar para pasukan bayaran (khususnya yang dari Sudan), Saudi berupaya untuk merubah peta perang Yaman agar berbalik memihaknya. Namun demikian, selain kerugian material, korban nyawa juga berjatuhan seiring dengan meningkatnya kuantitas agresi hingga menambah kerugian ekonomi. Dan sekarang yang harus diketahui adalah berapa besaran nominal kerugian ini.
Kehilangan Prajurit dan kerugian materi
Media Saudi terus berupaya menjaga rahasia kerugian yang diderita sang Tuan. Yahya Saree, Kolonel pasukan bersenjata Yaman, sebelumnya dalam satu konferensi pers bertajuk ‘Hasil 6 tahun perang melawan pendudukan’ mengungkapkan jumlah korban nyawa dan luka yang telah mencapai angka lebih dari 10.400 pihak militer Saudi. Selain nominal ini, Yahya Saree juga menegaskan bahwa ada 226.615 prajurit bayaran Riyadh yang bergabung di bawah koalisi Arab yang juga menderita luka dan tewas.
Selama perang, Angkatan bersenjata Sanaa juga berhasil menghanguskan lebih dari 14.527 kendaraan perang, termasuk mobil baja, tank, mobil perang, bulldozer dan berbagai macam senjata koalisi. 1.348 rudal balistik telah ditembakkan dari arah Sanaa, di mana 499 rudal telah menghabisi pangkalan militer dan titik nadi Saudi serta Emirat. Bahkan beberapa dari rudal tersebut sukses menjangkau jantung Arab Saudi sehingga kilang minyak kebanggaan mereka hancur. Dan dengan yakinnya Mohammed al-Bukhaiti menegaskan bahwa Putra Mahkota MBS kalah dalam perhitungan yang dibukanya sendiri.
“Beberapa rudal juga telah menghantam beberapa wilayah yang sangat merugikan bagi penghuni Istana Riyadh. Dan Sebagian lainnya memang dapat dideteksi di udara, tapi deteksi rudal di udara ini sendiri juga membutuhkan biaya, karena mereka harus mengaktifkan sistem pertahanan dan menembak incaran di udara menguras biaya yang tak sedikit,” tulis al-Mayadeen.
Baca Juga : Markas Pusat Ikhwan al-Muslimin di Yaman Rata dengan Tanah
Hanya di tahun 2021 saja, jumlah drone yang berhasil diruntuhkan oleh pasukan Sanaa telah mencapai 20 buah. Sebagian made in Amerika, China dan beberapa negara lainnya termasuk Turki. Nominal drone yang sukses dijatuhkan di tahun 2021 ini adalah:
- Scan Eagle buatan Amerika. Harganya perbuah sekitar 3 juta dolar.
- MQ-9 Reaper yang memiliki sekanton keistimewaan juga tak sukses mengudara di langat Sanaa. Harga persatunya mencapai 11 juta dolar.
- CH-4 drone buatan China yang berada di kisaran harga 1 juta dolar persatunya.
- Masih buatan China, Wing Loong, yang juga berada di kisaran harga 1 juta dolar.
- Ada dua drone KARAYEL buatan Turki (tapi tidak disebutkan kisaran harganya oleh al-Mayadeen).
Korban Pasukan Bersenjata di Wilayah Dalam Saudi
Berdasarkan perhitungan statistik yang dikeluarkan oleh pihak Yaman, semua operasi militer yang dilangsungkan pada bulan Desember 2021, telah mencapai angka 62 manuver pesawat tanpa awal bersama rudal balistik ke jantung Saudi. Serangan itu merugikan Saudi baik secara material maupun militer.
Militer dan Komite Kerakyatan Yaman dalam struktur operasi tersebut telah mengincar titik dalam wilayah Arab Saudi, termasuk Khamis Mushait, Jizan, Asir, Riyadh, Jeddah, Abha, Damam, Najran dan setiap satu dari daerah-daerah sasaran mengalami kerugian besar karena agresi Sanaa.
Operasi tahun 2021 yang Paling Urgen
- 29 agresi ke pangkalan udara Malik Khalid.
- 8 operasi ke basis militer di bandara internasional Jeddah.
- 10 manuver udara khusus di kilang minyak raksasa Aramco Saudi di Jeddah, Riyadh, Jizan, Najran dan pelabuhan Ras al-Tanurah.
Baca Juga : AS Keluar dari JCPOA Hanya Berartikan Kalah Strategi, Tidak Selainnya
Pembelian Senjata Saudi
Sejak dimulainya agresi versus Yaman, Saudi telah memborong senjata sekitar 63 miliar dolar, di mana 28.4 miliar dolar ditandatangani pada tahun 2015 dalam kesepakatan pembelian senjata buatan AS. Ada 20 kesepakatan beli di zaman pemerintahan Joe Biden, nominalnya mencapai 1.2 miliar dolar.
Sebuah penelitian menyebutkan bahwa Riyadh melengkapi persenjataannya 74% dari Amerika sedangkan 16% dari Prancis dan Inggris.
Foreign Policy melaporkan sebelumnya bahwa Arab Saudi menyewa 2 kapal induk perang dengan harga 300 juta dolar perhari. Setiap satu dari dua kapal perang ini berisikan 6.000 prajurit bersenjata dan 450 pesawat tanpa awak dan pilot. Kapal ini juga dilengkapi dengan artileri dan rudal jarak jauh. Dengan pengoperasian 6 bulan, Saudi telah membayar 54 miliar dolar.
Kisaran biaya intelijensi, perekaman dan pendeteksian melalui citra-citra satelit militer mencapai 10 juta dolar perhari. Ini berartikan bahwa Istana Riyadh mengeluarkan biaya 300 juta dolar sebulan dan 1 miliar 800 juta dolar dalam 6 bulan operasi.
Biaya pengoperasian pesawat peringatan dini yaitu AWACS perjam sekitar 250 ribu dolar, yaitu sekitar 6 juta dolar dalam sehari. Nominal ini dalam sebulan bisa mencapai 180 juta dolar dan dalam 6 bulan mencapai biaya pengoperasian 1 miliar dan 80 juta dolar.
Untuk membeli dan mengaktifkan rudal-rudal kecil, Saudi harus membayar 150 ribu dolar, rudal menengah 300 ribu dolar sedangkan rudal besar 500 ribu dolar. Di samping itu, ada juga biaya tambahan pembenahan dan perlengkapan partikel-partikel kecil setiap pesawat tempur di setiap operasi serangan yang ada di kisaran harga 150 ribu dolar.
Baca Juga : Pertemuan Menlu Saudi dengan Sekutu Israel-nya
Masalah yang Akan Dihadapi Ekonomi Saudi
Al-Mayadeen menganalisa bahwa anggaran Arab Saudi di tahun 2022 dibandingkan dengan tahun 2021 telah menurun 10%. Riyadh bermaksud menggelontorkan 171 miliar riyal Saudi di bidang militer pada tahun depan, 2022. Sedangkan di tahun 2021, anggaran mencapai 190 miliar riyal.
Para analis meyakini bahwa faktor utama penurunan nominal anggaran ini kembali ke derita kerugian yang dihadapi ekonomi Saudi selama perang Yaman. Saudi tak lagi mampu meningkatkan anggaran bertahap militernya. Kerugian, yang terus dirahasiakan ini, rencananya akan ditutup oleh pendapatan emas hitam.
Selain hal ini, proyek Mohammed bin Salman, Putra Mahkota Saudi, mengenai program Visi 2030 menemui jalan buntu. Majalah Inggris, Economist dalam laporannya bulan November 2021 telah menyindir perihal ini dengan menuliskan, “Proyek modernisasi ekonomi Arab Saudi berjalan lebih lambat dari target sebelumnya.”
Economist juga mengupas bidang pariwisata Riyadh dan menyebutnya sebagai salah satu pilar Visi 2030 sebagai alternatif pendapatan ekonomi minyak. Dari sisi lainnya, surat kabar resmi Riyadh melaporkan bahwa Kerajaan Saudi mengundur proyek pelebaran ibukota Riyadh tahun 2030 karena tidak dilengkapinya unsur-unsur pembangunan.
Baca Juga : [VIDEO] – Wahabi Dukung Saudi, Ciptakan Bom Atom untuk Menghadapi Iran
“Sepertinya Riyadh gagal dalam mencapai targetnya. Pariwisata negara minyak ini tidak berkembang karena banyak faktor, di mana faktor paling urgennya berkaitan dengan identitas sosial Saudi serta instabilitas kedaulatan karena serangan Yaman ke jantung Istana.”