Purna Warta – Sehabis teror, boikotpun tiba. Mungkin inilah kata yang tepat menggambarkan langkah gencar lawan bebuyutan Iran.
Pusat Kontrol Aset Luar Negeri Kemenkeu Amerika Serikat hari Kamis, 3/12, mengumumkan pengaktifan boikot baru atas Iran.
Kementerian Keuangan AS dalam pernyataannya menjelaskan, “AS telah memboikot grup atau tim Shahid Maithami beserta Direkturnya.”
Washington menyatakan bahwa tim Shahid Maithami berada di bawah pengawasan Organisasi Penelitian dan Inovasi Kemenhan dan Angkatan Bersenjata (SPND), yang pernah tertulis dalam lis boikot AS tahun 2014.
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka semua aset luar negeri tim ini, yang berada di AS, akan segera ditutup. Mereka harus menyerahkan laporkan ke pusat kontrol aset keuangan AS.
Boikot Pasca Teror
Manuver ini menjelma pasca teror berdarah terhadap ilmuwan besar Iran, Mohsen Fakhrizadeh, yang bermandat sebagai Kepala Penelitian dan Inovasi Kemenhan Iran, pada hari Jumat.
Pasca teror Shahid Mohsen Fakhrizadeh, surat kabar New York Times dalam laporannya mengutip pernyataan salah satu petinggi intel dan menunjuk rezim Zionis sebagai otak di balik teror Shahid Fakhrizadeh.
Pemerintahan AS pimpinan Donald Trump menyatakan bahwa mereka ingin mengaktifkan berbagai boikot untuk merealisasikan taktik himpitan ekstrim melawan Iran.
Kemenkeu AS dalam hal ini mengoperasikan boikot terhadap warga Iran, Taiwan dan beberapa perusahaan yang berdiri di Tehran, Singapura, Cina dan Hongkong dengan alasan hubungan dengan bagian Petrokimia, Des International dan Soltech Industry.
Kegagalan Operasi Supresi Ekstrim
Pasca keluar dari JCPOA atau resolusi nuklir Iran, Donald Trump berjanji akan mengaktifkan strategi ‘tekanan ekstrim’ dan menarik paksa Iran ke meja perundingan untuk mencari ‘resolusi lebih baik’ klaimnya.
Namun sudah 2 tahun berlalu, pemerintahan AS tidak mampu menepati janji. Karena khilaf janji inilah, Presiden Donald Trump menelan bermacam-macam kecaman dan kritik.
Oposisi Trump menuding Presiden kontroversial tersebut dengan mengatakan bahwa Donald Trump tidak memiliki strategi mumpuni, menekan sesuatu tanpa target urgensi hingga menyebabkan isolasi AS dari sekutu-sekutunya.
Dalam beberapa tahun terakhir, kebijakan Presiden Donald Trump hanya fokus pada keabadian boikot senjata Iran, kemudian embargo-embargo internasional lainnya. Namun kedua upaya ini menghadapi tantangan anggota Dewan Keamanan PBB.
Perang Ekonomi
Pemerintahan Donald Trump terus menjalankan strategi perang ekonomi di belakang manuver-manuver ekstrim. Washington memaksa semua pihak Amerika dan perusahaan yang bercokol di negara ketiga untuk mengikuti arahan ini.
Pusat Terorisme dan Informasi Aset Kemenkeu AS atau FTI yang berdiri pada tahun 2004 adalah dapur pengolahan taktik perang ekonomi Washington melawan negara-negara lawan politik Gedung Putih.
Pusat tersebut mengklaim bahwa tujuan mereka adalah menjalankan strategi pemerintah Amerika dalam upaya memerangi aset keuangan teroris, baik di dalam maupun luar negeri, tingkat internasional. Mereka bertugas membangun dan mengoperasikan strategi nasional terkhusus masalah perang terhadap jaringan-jaringan pencucian uang dan dukungan finansial teroris.
FTI terdiri dari 4 bagian:
Pertama: Pusat kontrol aset luar negeri atau OFAC (The Office of Foreign Assets Control).
Kedua: Asisten Menteri dalam urusan informasi dan analisa.
Ketiga: Asisten Menteri dalam urusan dukungan finansial terorisme.
Keempat: Jaringan penegakan hukum kejahatan finansial.
Pusat Perang Ekonomi yang Senyap
Salah satu hal paling urgen dari tujuan serta fokus kerja pusat kontrol terorisme dan informasi aset adalah mengatur strategi perang ekonomi melawan Iran, menggencarkan serangan-serangan terhadap poros Mukawamah dan merubah sistem keuangan AS menjadi piramida supresi ekonomi terhadap negara-negara yang tidak sehalauan.
CNN, dalam laporannya tahun 2010, menyebut kantor pusat terorisme dan informasi aset keuangan dengan kamar perang senyap versus Iran.
“Sebenarnya mereka bertanggungjawab atas cacat ekonomi Iran,” tulis CNN menganalisa. CNN juga menulis bahwa aktifitas kamar ini biasa senyap tanpa hiruk-pikuk, namun sangat berpengaruh.
Baca juga: Demi Tekan Iran, AS Bujuk Saudi untuk Boikot Qatar Airways