Eropa Mengakui Genosida Israel di Gaza

Purna Warta – Akhirnya, setelah penyelidikan selama berbulan-bulan, Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) mengeluarkan perintah pada hari Kamis, 21 November 2024, untuk menangkap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Perangnya Yoav Gallant atas kejahatan perang yang mereka lakukan di Gaza.

Berdasarkan perintah ICC, kedua penjahat perang tersebut diadili di 120 negara anggota pengadilan tersebut dan mereka diwajibkan untuk menangkap PM Israel dan mantan menteri perangnya setelah mereka tiba di negara tersebut. Perintah pengadilan tersebut diikuti dengan banyak reaksi.

AS dan Eropa, sekutu strategis rezim Israel, menunjukkan reaksi yang sangat berbeda terhadap putusan terhadap Netanyahu dan mantan menteri perang tersebut.

Menyebut putusan ICC itu kejam, Presiden AS Jo Baiden menulis: “Penerbitan surat perintah penangkapan ICC terhadap para pemimpin Israel itu keterlaluan. Sekali lagi saya tegaskan: apa pun yang mungkin tersirat dalam ICC, tidak ada kesetaraan — tidak ada — antara Israel dan Hamas. Kami akan selalu mendukung Israel dalam menghadapi ancaman terhadap keamanannya.”

Ini adalah reaksi pro-Israel kedua AS selama tiga hari dalam minggu ini. Sebelumnya, AS memveto rancangan gencatan senjata di Dewan Keamanan PBB di mana 14 dari 15 anggota di DK PBB menuntut gencatan senjata di Gaza untuk menghentikan pembantaian Israel terhadap rakyat Palestina.

AS bukan anggota ICC karena tidak ingin tentara dan komandan terorisnya serta para pemimpin rezim Israel dituntut oleh pengadilan. Pemerintah AS bahkan telah menandatangani perjanjian dengan beberapa negara untuk melindungi tentara Amerika dari tuntutan hukum oleh badan-badan internasional. Namun, terlepas dari pengaruh AS terhadap badan-badan internasional, AS menghadapi pembatasan dalam memberikan tekanan pada beberapa lembaga.

Jika AS memiliki hak veto sebagai anggota ICC, AS akan memveto putusan pengadilan terhadap para pemimpin rezim Israel yang membunuh anak-anak. Tanpa dukungan AS, kaum Zionis tidak dapat dan tidak akan memiliki kemampuan untuk menghadapi perlawanan warga Palestina di Gaza.

Namun, reaksi negara-negara Eropa berbeda dengan AS. Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell menyebut surat perintah ICC terhadap Bibi dan Gallant mengikat dan seluruh Eropa akan memenuhinya. Selain itu, Juru Bicara pemerintah Inggris menyatakan: “Kami menghormati independensi Pengadilan Kriminal Internasional, yang merupakan lembaga internasional utama untuk menyelidiki dan mengadili kejahatan paling serius yang menjadi perhatian internasional.”

Namun, pemerintah Inggris, sebagai sekutu serius rezim Israel, mengikuti pernyataannya dengan tanda komitmennya terhadap rezim tersebut dengan mengumumkan bahwa Israel memiliki hak untuk membela diri, sesuai dengan “hukum internasional”.

Dengan melancarkan perang habis-habisan di Jalur Gaza pada 7 Oktober 2023, rezim Israel sejauh ini telah menewaskan 44.056 orang, melukai 104.268 orang, dan membuat ribuan orang lainnya mengungsi, selain menghancurkan rumah-rumah mereka dan menciptakan kelaparan bagi orang-orang yang dilanda perang.

Reaksi pemerintah Eropa terhadap surat perintah ICC terhadap para penjahat Israel tentu saja karena masyarakat umum di Barat. Wacana perlawanan dan dukungan bagi rakyat Palestina yang tertindas dan kebencian terhadap para Zionis kriminal telah mengglobal.

Barat tidak dapat lagi menekan dukungan bagi rakyat Palestina yang tertindas dengan dalih memerangi anti-Semitisme.

Pemerintah Eropa secara implisit telah mengakui genosida yang terjadi di Palestina dengan mendukung keputusan ICC. Jika mereka tidak menunjukkan kecenderungan untuk secara resmi mengakui pembantaian yang dilancarkan Israel di Gaza, itu karena komitmen mereka untuk sepenuhnya mendukung rezim Zionis.

Singkatnya, surat perintah ICC terhadap para pemimpin rezim Israel dianggap sebagai titik balik dalam sejarah pembentukan rezim tersebut. Putusan itu dikeluarkan karena AS dan Eropa tidak mengurangi komitmen mereka untuk mendukung rezim Israel sehingga mereka menentang semua mekanisme internasional untuk menghentikan perang genosida Israel di Gaza.

Sekretaris Jenderal Amnesty International Agnès Callamard menyebut putusan itu sebagai titik balik dalam sejarah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *