Eks Konsultan Trump: Setelah 41 Tahun Telaah, Saya Sadar Iran Menang

Eks Konsultan Trump: Setelah 41 Tahun Telaah, Saya Sadar Iran Menang

Purna WartaWalid Phares adalah seorang analis AS berdarah Lebanon. Dalam periode kampanye Donald Trump, dia ditunjuk sebagai salah satu konsultan politik luar negeri sang Presiden kontroversial. Di salah satu jurnalnya, Walid mengakui bahwa setelah menelaah beberapa tahun tentang pemerintah Iran dari pertama hingga sekarang, saya simpulkan bahwa Tehran menang melawan Amerika Serikat.

Baca Juga : Kuasa dan Tahta: Apa yang Akan Terjadi Pasca Khalifa Bin Zayed?

Walid Phares merupakan salah satu analis paling anti-Iran yang bermukim di Washington detik ini. Di jurnal lansiran 16 Mei kemarin yang diterbitkan media sayap Kanan, Newsmax, Walid menulis, “Setelah menelaah rezim Iran dari awal hingga sekarang, tentang revolusi Khomeini tahun 1979, koalisi Iran dengan pemerintah Bashar al-Assad dan kontrol mereka atas 4 negara Arab melalui militan dalam berapa dekade, saya mengambil kesimpulan di pahatan waktu sekarang bahwa para petinggi Tehran telah memenangi pertarungan -paling tidak sampai detik ini-.”

Analis sekaligus Dosen di universitas pertahanan nasional Washington ini dalam kelanjutan analisanya mengkalkulasi lembaran-lembaran pengamatannya atas Iran dan menegaskan, “Sejak saya menerbitkan buku pertama di Beirut tentang strategi Iran sampai peringatan-peringatan kepada pihak Washington tentang pembentukan poros baru sejak tahun 1992 dalam berbagai makalah berupa jurnal dan catatan di berbagai media, selama partisipasi saya di semua konferensi kongres dan seminar organisasi-asosiasi keamanan-pertahanan selama 41 tahun, secara khusus saya mengamati perjalanan perkembangan rezim ini, geopolitik mereka bahkan demonstrasi warga di dalam Negeri Para Mullah.”

Baca Juga : Perhitungan Baru Sayid Hasan Nasrullah demi Kembalikan Martabat Lebanon

Kunjungan-kunjungan Presiden Islam Iran, dalam satu torehan bisa dikatakan dengan bahasa sederhana menurut Walid, “Setelah Iran mampu menjaga satu garis perang dengan AS, Israel dan banyak negara Barat lainnya, Tehran sukses keluar dari perang dingin, sistem unipolar dekade 90-an, periode pasca 11 September, revolusi Arab dan periode pasca AS keluar dari Irak dan Afganistan.”

“Iran telah menguatkan kemampuan militer serta intelnya dari dalam. Semakin melebarkan sayap kedaulatannya di regional via militan bahkan berhasil menyuntikkan pengaruhnya di Barat karena magnet perjanjian nuklir,” tambahnya.

Lalu analis anti-Iran ini menuliskan sebuah pertanyaan, kenapa Iran menang lalu apakah hal ini bisa dihentikan dan bagaimana?

Walid Phares menggunakan beberapa istilah yang sama dengan klaim-klaim tak berbuktikan AS seperti biasanya seperti terorisme, militan, hegemoni Iran, dukungan Barat atas JCPOA sebagai kata kunci dalam menerangkan kemenangan Iran.

Baca Juga : Bagaimana Media Barat Mensucikan Bercak Dosa di Perang Ukraina?

Dan sangat disayangkan sekali di alasan pertama kemenangan Iran, Walid Phares sama sekali tidak mengajukan bukti tentang klaimnya yang berbunyi penculikan ratusan penembak jitu Angkatan Laut AS di Lebanon demi membunuh prajurit Pentagon yang di Irak. Berdasarkan fakta fiktif inilah, dia menyindir tawar-menawar pengangkatan sanksi di Wina kemudian mengusulkan agar Sepah Pasdaran atau militer resmi pemerintah Iran tetap ditulis dalam buku merah teorisme.

“Adalah satu urusan darurat untuk mempertahankan badan keamanan Iran tertulis dalam buku teroris. Mengeluarkan Sepah Pasdaran Islam Iran dari daftar teroris akan menjadi satu kesalahan strategis. Mengabulkan tawaran ini berarti menghadiahkan kemenangan kepada para Mullah di Iran,” sindirnya.

Beberapa tahun lalu, Negeri Paman Sam menuliskan satu badan militer resmi negara dalam daftar teroris (FTO) untuk pertama kalinya. Setelah keputusan ini, Tehran membalas dan Dewan Tinggi Keamanan Nasional Iran memasukkan Pusat Komando Militer AS di Kawasan dalam buku merah teroris.

Baca Juga : Buku Pemilu Lebanon, Perhitungan Memihak Muqawamah Hizbullah

walid phares
Walid Phares waktu masih muda

Sebelum rezim Donald Trump mengambil keputusan ini, para pakar AS sudah memperingatkan efek-efek kebijakan ini. Mereka berusaha menyadarkan pemerintah agar menarik keputusan ini. Sebagai surat kabar yang pertama kali yang mengungkap target-target AS dalam kebijakannya ini, New York Times menuliskan, “Strategi ini diputuskan di tengah protes para petinggi Pentagon dan CIA.”

Pentagon dan CIA meyakini bahwa kebijakan ini akan membahayakan para pasukan dan intel AS karena indikasi balasan dari negara asing.

Baca Juga : Iran Siap Produksi dan Tukar Ilmu Drone dengan Negara Sahabat

Pakar hukum netral kala itu menjelaskan bahwa setelah Konvensi Jenewa saling meneroriskan satu sama lainnya, budaya ini semakin meluas. Mungkin pasukan bersenjata AS, ketika tertangkap di negara ketiga, akan diadili sebagai konsekuensi dari ke-terorisan-nya.

Mengenai alasan kedua kemenangan Iran, Walid Phares mengklaim tanpa bukti dan tanpa melihat dampak dari Amerika-phobia yang meluas di tengah-tengah sosial Barat Asia sebagai konsekuensi arogansi politik intervensinya, “Militer IRGC mengirim militan bersenjata ke Irak, Suriah, Lebanon dan Yaman.”

Sedangkan di faktor ketiga kemenangan Negeri Para Mullah, Walid Phares menganalisa kebijakan politis Paman Sam menghadapi para Mullah dan menuliskan bahwa setelah 11 September, AS merubah beberapa kali strategi politiknya melawan Iran. Dan Iran cukup memanipulasi politik ini.

Baca Juga : Target Kunjungan Bin Salman ke Mesir

Pemerintahan George W. Bush menyebut rezim Iran sebagai poros kriminal, rezim Barack Obama mengambil opsi lain dan berunding dengan Iran. Pemerintahan Donald Trump pada tahun 2016 kembali merubah politik Gedung Putih dan mengeluarkan AS dari JCPOA. Namun 4 tahun kemudian, rezim Joe Biden merubah arah perlawanan versus Tehran.

“Mungkin salah satu faktor paling kuatnya Iran sejak 2009, yang puncaknya di tahun 2015, adalah dikte hegemoni Iran di Kawasan, dan tak hanya di regional tetapi di Eropa dan AS,” tulisnya mengamati perkembangan Iran.

Lagi-lagi dengan istilah buatannya, Walid Phares mengklaim magnet uang resolusi nuklir sebagai salah satu faktor hegemoni Negeri Para Mullah yang tak hanya terbatas di Arab, tetapi di Barat.

AS-Eropa telah meninggalkan warga Iran, klaimnya di akhir, “Politik negara-negara Barat lebih condong pada pembenaran khayalan kebijakan Iran dari pada investasi pada siasat (perusakan) pemuda, perempuan dan etnis minoritas. Sangat disayangkan sekali, yang terjadi bertentangan dengan hal ini. Iran mengeksploitasi JCPOA untuk menguatkan diri dan menghabisi kepentingan-kepentingan AS.”

Baca Juga : Balasan Lebih Pahit dari Serangan ke Aramco Menanti Saudi

“Sekarang Iran menang dan akan terus menang selama AS belum menemukan opsi politik mendukung petinggi Iran,” tegasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *