Di Balik Pembunuhan: Kekuatan dan Ketahanan Perlawanan

Di Balik Pembunuhan: Kekuatan dan Ketahanan Perlawanan

Purna Warta – Di tengah sorotan dunia, pembunuhan pemimpin Hamas, Yahya Sinwar, oleh Israel kembali mengguncang panggung konflik yang sudah berlarut-larut. Pejabat dan media Barat berusaha menggambarkannya sebagai kemenangan gemilang, sebuah prestasi yang layak dirayakan. Namun, di balik narasi kemenangan itu, ada sisi gelap yang sering terabaikan—ketahanan Perlawanan yang tak tergoyahkan dan kemampuannya untuk beradaptasi, bahkan memperluas aktivitasnya meski dihantam kerusakan.

Sejak perang Gaza dimulai pada Oktober 2023, pola ini menjadi rutinitas yang mencolok. Setiap kali Poros Perlawanan mengalami kemunduran, publik Barat bersorak, merayakan seolah itu adalah akhir dari segalanya. Namun, saat Sekretaris Jenderal Hizbullah, Sayyid Hassan Nasrallah, dibunuh, reaksi awal mengungkapkan sesuatu yang berbeda. Jaringan Perlawanan bergetar, banyak yang percaya bahwa moral dan kapasitas tempurnya terancam lumpuh. Kesempatan emas seolah terbuka bagi tentara Israel untuk memberikan pukulan yang mematikan dan menghapus jejak Perlawanan dari peta Lebanon selatan.

Namun, keesokan harinya, pemandangan di Lebanon selatan mencengangkan. Serangan yang awalnya tampak kacau dan putus asa oleh pejuang tanpa pemimpin, yang berlari dengan mata merah oleh kemarahan, ternyata merupakan strategi yang diperhitungkan dengan cermat. Setiap serangan merupakan manuver yang dirancang dengan rapi, membawa Perlawanan menuju jalur berbahaya yang mengarah pada eskalasi berikutnya. Dalam kegelapan malam, suara letusan merobek kesunyian, menggantikan ketenangan yang pernah ada dengan kekacauan dan ketegangan yang memuncak.

Sejak saat itu, kegagalan Israel dalam merusak kapasitas Perlawanan hanya memperburuk situasi. Tentara Israel mulai menggunakan taktik ekstrem, meluncurkan serangan udara yang menghancurkan kawasan perkotaan sipil dengan suara gemuruh pesawat tempur dan dentuman bom yang menimbulkan kepanikan di antara penduduk sipil. Desa-desa perbatasan pun tak luput dari invasi, dengan kekuatan yang tak terbayangkan menghancurkan bangunan-bangunan yang pernah menjadi tempat tinggal dan tempat berkumpul.

Kerugian besar yang diderita Hizbullah hanya menambah intensitas perlawanan yang dilakukan. Setiap kejahatan perang yang dilakukan oleh Israel dibalas dengan keberanian yang tak tergoyahkan, mengundang kekacauan ke dalam kawasan yang diduduki. Medan perang pun meluas, menjadikan kawasan yang seharusnya tenang kini dipenuhi oleh suara tembakan dan jeritan warga sipil.

Seiring berjalannya waktu, fakta mencolok terungkap. Hizbullah, meski kehilangan banyak komandannya dalam waktu singkat, terus bergerak seolah-olah semua orang yang hilang itu masih ada. Setiap serangan, setiap strategi, seolah menggambarkan semangat kolektif yang tak mau padam. Realitas ini menjadi peringatan yang menggugah—tidak hanya bagi Israel dan sekutunya, tetapi juga bagi publik, media, dan pendukung di seluruh dunia.

Rekaman mengerikan menunjukkan kolam raksasa yang terbentuk dari 85 ton bahan peledak yang digunakan Israel dalam serangan untuk menghilangkan satu orang, seakan menjadi klimaks dari sebuah skenario yang diimpikan. Namun, alur cerita yang diperkirakan berakhir bahagia ala Hollywood ternyata jauh dari kenyataan. Setiap gambar yang muncul di layar menampilkan kehampaan, kekecewaan, dan kehilangan yang menggunung.

Barat mungkin merayakan kemenangan yang dianggapnya, tetapi ketahanan Perlawanan tak bisa diabaikan. Poros Perlawanan, meskipun terluka, telah berulang kali membuktikan kemampuannya untuk beradaptasi dan terus berjuang—itulah esensi dari DNA Perlawanan. Ketahanan ini bukan sekadar kemauan; ia mencerminkan jaringan kompleks yang menghubungkan berbagai faksi melalui hubungan, strategi, dan ideologi yang saling terkait. Dari jalanan Gaza hingga pegunungan Lebanon, rasa ketidakpuasan dan komitmen terhadap penentuan nasib sendiri menggerakkan semangat perjuangan.

Pengalaman masa lalu menjadi pelajaran berharga. Perlawanan telah berhasil memanfaatkan konflik sebelumnya untuk memperbaiki taktik dan strategi mereka. Senjata canggih, langkah-langkah kontra intelijen yang efektif, serta kemampuan beradaptasi dengan kondisi medan perang yang terus berubah telah memperkuat ketahanan mereka. Dalam setiap pertempuran, ada pembelajaran, ada penyesuaian, dan ada harapan.

Lebih dari itu, Perlawanan berhasil membangun solidaritas yang menguatkan dukungan, baik di dalam maupun luar wilayah. Kesadaran internasional yang meningkat mengenai penderitaan rakyat Palestina dan dukungan terhadap perjuangan mereka semakin memperkuat ketahanan Perlawanan. Dalam setiap demonstrasi yang menggema di berbagai belahan dunia, ada suara-suara yang mengingatkan kita akan perjuangan yang belum berakhir.

Sementara Barat berupaya menggambarkan Perlawanan sebagai kekuatan yang memudar, kenyataan di lapangan berbicara sebaliknya. Poros Perlawanan, meskipun dalam kesedihan, telah menunjukkan bahwa keberadaannya tak tergantung pada individu, tetapi pada idealisme yang kokoh. Meskipun mengalami banyak kerugian, semangat perlawanan tetap menyala, menjadi bukti komitmen yang tak tergoyahkan untuk mencapai tujuan mereka. Perjuangan ini mungkin panjang dan melelahkan, tetapi Perlawanan tetap teguh, bertekad untuk bertahan, dan pada akhirnya, mereka akan meraih kemenangan. [MT]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *