Tehran, Purna Warta – Kementerian Kehakiman Amerika Serikat mengeluarkan sebuah pernyataan pemblokiran domain internet 33 website yang digunakan Aliansi Radio dan Televisi Iran beserta 3 site Muqawamah milik Kata’ib Hizbullah dengan alasan melanggar sanksi AS.
Richard Medhurst, Jurnalis Inggris, dalam sebuah analisa di surat kabar Russia Today mengatakan bahwa kebijakan ini satu bentuk upaya pemerintah Amerika Serikat untuk mencegah pembangkangan terhadap imperialisme dan kolonialisme.
Kebijakan AS dalam menutup website-website Iran telah mengirimkan sinyal ini kepada seluruh dunia bahwa Washington akan mempermasalahkan media-media yang berani mengurusi kasus-kasus kepentingan Paman Sam.
Baca Juga : Solusi Krisis Suriah dari Perspektif Menlu Saudi
Website al-Alam, al-Furat dan Almasirah dan Press Tv adalah sebagian dari website-website kondang yang diblokir oleh Amerika Serikat dengan alasan pelanggaran sanksi.
“Pemerintah Amerika bukan hanya memblokir media dalam negeri, bahkan website-website internasional juga. Kali ini domain .com mustahil dipakai untuk kembali oleh website-website tersebut,” jelas Richard.
Yang menjadi ciri umum dari website yang diblokir adalah semuanya berasal dari negeri Muslim, baik dengan bahasa Persia, Arab maupun lainnya. Mereka memiliki satu garis anti-imperialisme dan mereka bagian dari Muqawamah atau resistensi.
“Berasaskan aturan International Emergency Economic Powers Act (IEEPA), Joe Biden mengumumkan situasi darurat nasional, ancaman in-normal dan tak biasa untuk keamanan nasional, politik luar negeri ataupun ekonomi Amerika Serikat. Dan secara lahir, program-program televisi saya dan teman-teman saya begitu menyedihkan hingga mereka merasa bahwa mereka dipaksa untuk mengerjakan aturan-aturan darurat agar tutup mulut karena tekanan imperialisme,” tambahnya.
Analis tersebut menyorot perbedaan antara pemerintahan Donald Trump dan Joe Biden yang nyatanya tidak ada dan menulis, “Kementerian Kehakiman Amerika mengklaim bahwa website-website yang dijadikan incaran ini adalah website-website di bawah manajer Sepah Pasdaran Revolusi Islam (IRGC Iran) yang sebelumnya dipimpin oleh Martir Jenderal Qasem Soleimani yang mati dalam teror di bawah titah Donald Trump pada Januari 2020.”
Baca Juga : Perbaiki Citra, AS Buat Pernyataan tentang Perdamaian di Yaman
“Sekali lagi kami tidak melihat satupun perbedaan atau tidak ada sedikitpun perbedaan antara Trump dan Biden. Karena Biden tetap menuduh Iran kampanye anti intelijen dan masih memegang sanksi-sanksi yang diberlakukan oleh Trump versus Sepah Pasdaran dan Aliansi Radio dan Televisi Islam Iran (IRTVU) pada Oktober 2020 sehingga menjadikannya senjata untuk memblokir website-website Tehran.”
Richard Medhurst menyorot pemblokiran website Press Tv, salah satu media yang memiliki banyak audien dan mengatakan, “Dengan pemblokiran Press Tv, Amerika Serikat sebenarnya mengambil keputusan untuk 1.4 miliar audien berbahasa Inggris dunia bahwa mereka tidak lagi bisa menonton warta-warta kontra Amerika, paling tidak yang memperdengarkan kepada mereka. Dan kebijakan seperti ini sesungguhnya lebih parah dari kezaliman.”
Dalam laporan tersebut disebutkan bahwa bukan hanya negeri Para Mullah dan negara-negara Arab Muslim, anti imperialisme dan kolonialisme, yang menjadi korban kebijakan diskriminasi Paman Sam dan sebagian negara Barat. Media-media internasional lainnya, yang sedikit banyak kontra dengan kebijakan Washington, seperti media CGTN (China Global Television Network), Telesur Venezuela, juga menjadi korban tindak arogan sebagian negara Barat.
Lebih lanjut, Richard membahas beberapa tindakan sepihak Amerika terhadap Press Tv. Salah satunya penghapusan akun Facebook Press Tv yang memiliki pengikut 3 juta orang, meskipun kemudian kembali. Tahun lalu juga, semua akun Youtube Press Tv dihapus bahkan tidak diizinkan menggunakan jasa Google sama sekali.
Baca Juga : Hizbullah: Kami Tidak Takut Sanksi dan Pengepungan
Sebagai tambahan permisalan, Analis Inggris ini mengupas tindakan sepihak Barat terhadap WikiLeaks. Washington dan lainnya berupaya untuk memblokir website WikiLeaks karena membongkar bukti-bukti kejahatan perang Amerika Serikat di Irak dan Aganistan.