Dewan Pimpinan: Inovasi Saudi untuk Transisi Strategi ke Perang Saudara Yaman

Dewan Pimpinan Inovasi Saudi untuk Transisi Strategi ke Perang Saudara Yaman

Purna Warta – Dengan membangun Dewan Pimpinan di Yaman, Arab Saudi merubah arah perang antar kelompok-kelompok dalam negeri Yaman serta menganggapnya sebagai opsi untuk mengakhiri kekalahan dan lari dari tanggung jawab invasi.

Al-Arabi al-Jadeed menelusuri perkembangan situasi, sisi serta target Arab Saudi dalam membangun Dewan Pimpinan untuk Yaman sebagai penampung kekuasaan Abdrabbuh Mansur Hadi yang diklaim mengundurkan diri. Di sini, ada beberapa faktor sejarah yang menunjukkan akan kekalahan Dewan a la Saudi ini.

Baca Juga : Keuntungan 800 Juta Dolar Israel dari Normalisasi 2021

“7 April, Riyadh menghadapi satu perubahan tiba-tiba. Ketika Abdrabbuh Mansur Hadi, Presiden pelarian Yaman, memecat Ali Muhsin al-Ahmar dari kursi Wakil kepresidenan. Setelah itu, menyerahkan kekuasaan ke Dewan Pimpinan yang dikepalai oleh Rashad al-Alimi. Anggota-anggota Dewan terdiri dari 7 orang berpengaruh yang dibagi secara wilayah geografi,” lapor al-Araby al-Jadeed.

Dewan Pimpinan Keenam di Yaman

Di awal, al-Araby al-Jadeed menuliskan, “Ini adalah Dewan Pimpinan kedua yang dibentuk pasca persatuan Yaman di tahun 1990. Dan merupakan Dewan yang keenam sejak tersusunnya sistem republik di Yaman utara. Dewan ini hancur pasca revolusi di Yaman utara. Kecuali Dewan Permusyawaratan Republik yang dibentuk di periode Presiden Abdul Rahman al-Eryani (1967-1974), semua Dewan Pimpinan sebelumnya beranggotakan petinggi militer sepenuhnya. Abdullah al-Sallal adalah ketua Dewan kala itu, di mana dia merupakan kepala pertama Dewan Pimpinan pasca revolusi (dalam sejarah Yaman).”

Berdasarkan laporan pusat analisis strategi Sanaa, Dewan-Dewan yang pernah berada di bawah pimpinan Abdullah al-Sallal (1962-1967) murni drama pertunjukan dukungan rakyat Yaman. Rezim baru selama perang saudara, tidak memiliki standar jelas untuk mempartisipasikan rakyat ini dan badan-badan lainnya secara nyata dalam ranah pengambilan keputusan. Karena kekuasaan al-Sallal tidaklah mutlak dan di balik layar, dia dieksploitasi oleh dukungan serta hegemoni Mesir.

Baca Juga : Terungkap, Kerja Sama Israel-Yordania Versus Masjid Al-Aqsa

Faktor Kekalahan Dewan Pimpinan

Dengan mengutip pernyataan salah seorang analis di pusat analitik strategi Sanaa, al-Araby al-Jadeed melaporkan, “Analis meyakini bahwa kegagalan-kegagalan Dewan-Dewan Pimpinan Yaman sampai batas tertentu berkaitan dengan nihilnya pengalaman demokratis di Yaman. Urusan ini juga bisa dihubungkan dengan kekuatan mutlak serta hegemoni luar batas yang diberikan kepada Dewan Pimpinan, karena hukum ini didasarkan pada pihak privasi ketua Dewan yang disebut sebagai pemimpin. Di tengah situasi inilah, pemerintah menciptakan gambaran samar tentang penguatan pemerintahan bersama, yang sebenarnya merupakan satu area terbuka untuk pemerintahan satu orang atau pihak tertentu.”

Akhir Dewan Pimpinan dengan Konflik

Abdul Bari Tahir, Jurnalis sekaligus Sejarawan Yaman, dalam wawancaranya dengan al-Araby al-Jadeed, mengungkap beberapa dalil kegagalan Dewan-Dewan Pimpinan sebelumnya di utara ataupun di selatan Yaman dan menganggapnya sebagai strategi mereka untuk mencari jalan keluar sementara demi mengundur konflik politik, yang biasa berakhir pada perang.

Dewan-Dewan Pimpinan sebelumnya, menurut analisa Abdul Bari Tahir, merupakan buah kesepakatan dari pihak-pihak pesaing kekuasaan dan nihilnya kemerdekaan, visi nasional demokratik, demokratik dan lainnya.

Baca Juga : Ombak Penangkapan Hakim dan Pengadilan Khusus Pidana Saudi

“Yang terjadi pasca persatuan Yaman, membentuk pemerintahan paling buruk seperti Dewan-Dewan ini, yang selalu menemani unsur-unsur konflik dan persaingan. Namun secara lahir, mereka adalah yel serta simbol dari kontraversi hukum, pemerintahan serta rasionalitas Dewan,” jelasnya.

“Pasca persatuan utara dan selatan Yaman pada bulan Mei 1990, Dewan Pimpinan terdiri dari 5 orang. 3 dari utara bernama Ali Abdullah Saleh, Abdulaziz Abdul Ghani dan Abdul Karim al-Arashi. Sementara dua orang dari selatan bernama Ali Salem al-Beidh dan Salim Saleh Muhammad. Sebelum aktif, dimulailah perseteruan antara dua pihak yang berakhir ke perang. Pasukan utara pada 7 Juni 1994 menyerang bagian selatan Yaman hingga jatuh ke tangan Ali Abdullah Saleh,” tambah al-Araby al-Jadeed.

“Ali Abdullah Saleh tetap berkuasa hingga revolusi damai bangsa dan pengunduran dirinya pada awal tahun 2012, di mana situasi memihak eks Presiden Abdrabbuh Mansur Hadi.  Hingga akhirnya, Abdrabbuh Mansur Hadi juga lengser secara mengejutkan di Riyadh tertanggal 7 April 2022. Detik ini, kekuasaan ditransfer ke Dewan Pimpinan yang dipimpin oleh Rashad al-Alimi, wajah militer bersama 7 anggota lainnya yang mewakili pasukan berpengaruh dalam perkembangan stuasi Yaman,” hemat al-Araby al-Jadeed.

Kontraversi dalam Tubuh Dewan Pimpinan Baru

“Susunan Dewan sekarang ini tidak memiliki koordinasi, karena menampung partai-partai lama yang memiliki hasrat kekuasaan yang benar-benar berbeda satu sama lainnya meskipun Arab Saudi telah mengupayakan untuk mendekatkan pendekatannya kepada mereka. Saudi ingin orang serta partai-partai Dewan ini untuk memulai pertemuan resmi. Dengan mendorong pihak-pihak saling bertemu, Saudi ingin menunjukkan halaman baru relasi di Yaman. Sementara tidak ada satupun kesatuan proyek nasional yang dimiliki setiap satu dari 7 anggota Dewan ini,” lapor al-Araby al-Jadeed.

Baca Juga : Upaya Turki Perbaiki Relasi dengan Suriah, Apakah Benar atau Menggiring Opini?

Para analis meyakini bahwa rencana pemisahan diri yang selalu dipegang teguh oleh Dewan Transisi Selatan merupakan faktor penghalang utama Dewan Pimpinan buatan Saudi ini.

“Khususnya jika Riyadh ingin menyerahkan kepercayaan kepada Dewan Pimpinan dalam penyelenggaraan perundingan Parlemen di kota Mukalla, Hadramaut, dan menyerah pada tuntutan pendukung separasi. Sementara sejak tahun 2015 hingga sekarang, Saudi menyebut Aden sebagai ibukota sementara Yaman,” tulis al-Araby al-Jadeed.

Abdul Bari Tahir, Sejarawan Yaman, terkait hal ini menjelaskan, “Dewan Pimpinan sekarang bisa disebut sebagai kaca tuntutan Saudi, bukan tuntutan bangsa. Karena tekanan Saudilah yang menyebabkan transisi kekuasaan yang menuju ke pembagian hegemoni anggota Dewan antara Riyadh dan Abu Dhabi. Selain itu, Dewan Pimpinan hingga saat ini masih samar-samar. Dewan ini merupakan satu fakta dan situasi menyedihkan sebuah negara yang telah hancur karena perang dan terisolasi. Detik ini, apapun yang terjadi bisa dianggap sebagai kekalahan pasti militer dan termasuk tuntutan politik koalisi untuk melarikan diri dari tanggung jawab perang serta bermaksud untuk menarik perang ke perang saudara Yaman versus Yaman.”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *