Purna Warta – Salah satu media warta Lebanon membongkar desakan serta tekanan Saudi dan Prancis lalu menuliskan bahwa Riyadh dan Paris ingin mengurangi cepatnya laju penyusunan Kabinet Beirut. Mereka mengupayakan pengundurannya hingga Pemilu kepresidenan.
23 Juni, pasca konferensi Parlemen Lebanon di Istana untuk pemilihan Perdana Menteri, Najib Mikati berhasil meraih suara terbanyak untuk mengemban tugas membangun Kabinet baru.
Perdana Menteri terpilih harus memimpin pemerintahan ke 78 dalam sejarah Lebanon dan pemerintahan kelima dalam periode Presiden Michel Aoun, yang terpilih sejak 31 Oktober 2016. Hingga saat ini, ada 4 pemerintahan yang terbentuk di masa periodenya, yaitu pemerintahan Saad Hariri (2 periode), Hassan Diab dan Najib Mikati.
Pemilu Parlemen Lebanon baru saja diselenggarakan. Setiap satu dari partai-partai meraih kursi sesuai dengan jumlah suara. Setelah tahap ini, para Wakil Parlemen datang ke Bundaran al-Najma untuk memilih jajaran petinggi baru. Hasilnya, Nabih Berri mendapatkan 65 suara dari 128 suara keseluruhan dan ditunjuk kembali menjadi Ketua Parlemen.
Al-Akhbar mengupas perkembangan politik Lebanon serta upaya penyusunan Kabinet dan menuliskan, “Najib Mikati telah memulai pertemuan tak mengikat untuk pembentukan Kabinet demi mengenal peta ke depannya. Namun faktanya adalah ada hubungan batin yang lain. Dari hubungan telpon, ada tanda jelas bahwa peran asing masih sangat kental dalam upaya pemetaan manajemen Lebanon dari masa akhir hingga pemilihan umum kepresidenan.”
“Mikati ingin mempertontonkan banyaknya masalah dalam penentuan bentuk Kabinet yang akan tersusun. Dan hingga saat ini, pintu perundingan dengan aktor utama belumlah terbuka. Sehingga hal ini memustahilkan dirinya untuk menciptakan formula baru untuk pemerintahan depan dan mengajukannya kepada Presiden, di mana itu akan ditolak mentah-mentah,” tulis al-Akhbar sambil mengutip pernyataan salah satu sumber.
Al-Akhbar menambahkan bahwa ada indikasi Presiden terpilih akan menjaga jarak dan menolak setiap hubungan koordinasi dengan aktor-aktor politik bersangkutan. Namun, yang diamati oleh sumber al-Akhbar ini adalah Mikati bermaksud menyampaikan pesan dalam hal ini bahwa dirinya tidak ingin bekerja dengan Gebran Bassil, Ketua partai Kebebasan Nasional.
“Siasat yang mengingatkan pada keputusan Saad Hariri, eks PM. Hariri menolak segala bentuk relasi dengan Bassil, khususnya dalam upaya pembangunan Kabinet,” jelas sumber al-Akhbar.
“Bersandar pada pertolongan Prancis yang sukses mendukungnya dalam kandidat pemilihan PM, Mikati enggan membangun langsung Kabinet, berbeda dengan yang lainnya. Paling banyak Najib Mikati berbicara tentang pengaktifan kerja pemerintah atau reformasi beberapa hal di Kementerian,” tambahnya.
Satu hal lagi yang cukup berpengaruh dalam hal ini adalah aktifnya abdi-abdi Arab Saudi dalam berkas penyusunan Kabinet. Ada beberapa informasi yang didapat yang menunjukkan pesan Riyadh kepada para sekutunya untuk mempertahankan situasi tanpa Kabinet atau intervensi hingga Aoun dan Hizbullah benar-benar tersingkirkan dari pemerintahan baru.
“Arab Saudi kepada semua budaknya berpesan untuk tidak mengambil keputusan pasti terkait pembentukan Kabinet. Dan di saat yang sama, mereka tidak boleh berpartisipasi dalam upaya pembangunan Kabinet. Di tengah situasi ini, partai Sosialis Progresif menegaskan untuk tidak berpartisipasi dalam pemerintahan apapun. Akan tetapi mereka mendeklarasikan kesiapannya kepada pihak Najib Mikati untuk bekerjasama dalam upaya pembentukan pemerintahan baru, bahkan akan memberikan suara percaya. Kebijakan partai Sosialis Progresif bersumber dari satu fakta bahwa Walid Jumblatt, Ketua partai sosial ini, meyakini bahwa Najib Mikati tidak akan melibatkan orang-orang Druze di Kabinet tanpa izinnya, sekalipun mereka tidak terikat dengan partai tertentu. Urusan ini menurut pandangan PM Mikati dan Nabih Berri, Ketua Parlemen, sudah selesai, namun jelas hal itu bersyarat suara percaya partai Jumblatt ke Kabinet,” hemat sumber tersebut kepada al-Akhbar.
Mengundur pembentukan Kabinet hingga pemilihan umum kepresidenan mendatang merupakan hal yang telah diingatkan oleh Naim Qassem, Wakil Sekjen Hizbullah. Beberapa hari lalu, dia memperingatkan pembentukan Kabinet secepat mungkin dan menjelaskan Kabinet sebagai kunci pintu keluar krisis Lebanon. Meskipun dirinya telah memprediksikan langkah beberapa pihak yang bertujuan untuk menghalang sampai akhir periode Presiden Aoun sehingga tidak akan ada agenda yang berjalan.