Yerusalem, Purna Warta – Para analis rezim Zionis yakin bahwa gerakan muqawamah Islam, Hamas, berupaya memetakan perhitungan baru dalam melawan Israel.
Dikutip dari Arab48, surat kabar bahasa Ibrani Haaretz dalam laporannya menjelaskan bahwa di samping krisis al-Quds dan aksi-aksi Israel dalam upaya merebut wilayah Sheikh Jarrah serta pengusiran penduduk Palestina, Hamas juga bergerak memperluas hegemoninya di Tepi Barat.
Salah satu Komando Garda Izz ad-Din al-Qassam, Mohammed Deif dalam salah satu pernyataannya menjelaskan bahwa para petinggi Mukawamah menyorot situasi terakhir dengan tajam.
“Dan rezim kolonial ketahuilah bahwa jika mereka tidak menghentikan arogansinya di Sheikh Jarrah, Muqawamah tidak akan diam. Musuh akan menanggung kerugian besar,” jelasnya.
Mikhail Milstein, Rektor think tank studi Palestina di Universitas Tel Aviv, dalam hal ini menyatakan, “Pernyataan Mohammed Deif menunjukkan satu hal bahwa Hamas sedang berupaya memetakan perhitungan baru dalam gerakan melawan Israel. Penembakan 36 artileri dan roket dari Jalur Gaza di dua minggu terakhir karena konflik di masjid al-Aqsa dilakukan oleh pihak Hamas. Pernyataan Komando Izz ad-Din memperlihatkan bahwa Hamas berupaya meningkatkan hegemoni dan eksistensinya di Tepi Barat. Hamas berusaha menciptakan satu wacana baru dan mendefinisikan diri sebagai pendukung kepentingan-kepentingan Palestina di Tepi Barat di benak warga.”
Amos Harel, Analis militer surat kabar Haaretz, juga mencurigai bahwa setelah penembakan roket dari Gaza, Israel mensinyalirkan ancaman keras. Namun di lapangan, Israel hanya mengincar sejumlah titik terbatas, yang tidak banyak merugikan Hamas.
“Setelah itu datanglah Mesir dan Qatar untuk menengahi. Komando militer rezim Zionis menuntut para petinggi politik untuk mengeluarkan izin operasi militer besar-besaran di Gaza, namun Benny Gantz, Menhan Israel sekaligus Pemimpin koalisi Biru-Putih, enggan menyulut konflik besar, karena menurutnya, Hamas tidak bermaksud perang di Gaza,” jelasnya.
Shimrit Meir, Analis surat kabar Yedioth Ahronoth, dalam salah satu makalahnya menulis, “Hamas tahu bahwa al-Quds adalah satu-satunya tema yang bisa membakar (semangat) warga Palestina. Dan Beit al-Muqaddas adalah jembatan antara Gaza dan Tei Barat dan satu-satunya masalah yang bisa menomersatukan urusan Palestina dan warganya.”
Dalam pandangan Meir, Hamas sekarang berupaya fokus dalam konflik di Sheikh Jarrah. Di malam hari ada puluhan sipil Palestina yang masuk wilayah Sheikh Jarrah untuk bertahan dari siasat Yahudisasi dan pengusiran penduduk.
“Seandainya warga Palestina menang di sekitar Masjid al-Aqsa dan di gerbang masuk Bab al-Amoud, seandainya Israel mundur dari Sheikh Jarrah, maka Palestina telah melangkahkan kakinya setapak. Namun jika Israel tidak mundur, rezim Zionis akan menghadapi rudal dan roket Hamas,” jelasnya melanjutkan.
Analis Zionis ini di akhir jurnalnya menulis, “Sebelum terlambat, poros Gaza-Quds harus segera disirnakan, sebelum lebih besar lagi dan menyakiti. Jika Hamas bisa mendiktekan apa yang disebut siasat perhitungan baru kepada Israel, maka janganlah heran Hamas akan mengobarkan situasi al-Quds dengan mudah. Tahun ini akan menjadi tahun paling sulit.”