Purna Warta – Media jaringan partai Demokrat AS mengingatkan Presiden Joe Biden tentang habisnya opsi berkaitan dengan program nuklir Iran.
Peringatan ini disampaikan di saat Iran selalu menegaskan identitas program nuklir untuk perdamaian. Iran menjanjikan realisasi pasal-pasal resolusi nuklir saat AS juga melaksanakan isi JCPOA dan mengangkat sanksi-sanksinya. Jadi bisa disimpulkan bahwa semua langkah Negeri Para Mullah hanyalah berasaskan balasan dan responsibilitas atas sanksi dan lainnya.
Di tengah upaya ilegal AS berkaitan dengan resolusi nuklir, CNN, 12/6, mengingatkan satu fakta kepada Joe Biden dalam salah satu catatan analisanya.
“Saat opsi Joe Biden habis, Iran mendekati senjata nuklir lebih dari sebelumnya,” tulis CNN di sela peringatannya kepada Presiden AS dengan klaim tanpa bukti akan program senjata pembunuh massal Tehran.
“Perselisihan kuno yang terus berkelanjutan mungkin akan sampai pada titik akhir tanpa jalan kembali. Hal ini akan menarik Timur Tengah ke situasi bahaya dan tak diketahui,” analisa CNN.
Meskipun mengkritik langkah ilegal nan sepihak pemerintah AS ketika keluar dari resolusi dan pelanggarannya akan pasal 2231 DK PBB, CNN masih saja mengklaim kebijakan provokatif Iran.
Tehran sudah berulang kali menolak klaim program senjata pembunuh massal yang sangat bertolak belakang dengan ideologi dan doktrin keamanan negara. Namun demikian CNN menekankan, “Para analis meyakini, mungkin saja sekarang Iran memiliki bahan yang dibutuhkan untuk produksi senjata atom.”
Selanjutnya, media dekat dengan Demokrat AS ini menjelaskan respon balasan Iran menghadapi tekanan AS dan 3 negara Benua Biru anggota JCPOA serta langkah politisasi IAEA.
“Peningkatan kecepatan program nuklir Iran dilaksanakan di tengah konflik antara mereka dengan AS. Perundingan resolusi nuklir terhenti karena tekanan Iran agar menghapus IRGC (Sepah Pasdaran) dari daftar teroris. Ada satu indikasi bahwa hal ini merupakan awal jalan buntu perundingan yang telah memakan waktu 1 setengah tahun. Kedua belah pihak, yaitu Iran dan Amerika, masing-masing menolak untuk menyerah karena tekanan politik dalam negeri,” jelas CNN.
“Trump di akhir pekan kepemimpinannya di Gedung Putih telah menuliskan Sepah Pasdaran di dalam buku hitam teroris. Keputusan ini disebut pil racun oleh para kritikus Trump dan mereka menuduh Trump dengan upaya menutup jalan perundingan JCPOA di masa depan,” tambah CNN.
Dina Esfandiary, Penasihat senior Timur Tengah dan Utara Afrika di salah satu institut AS, kepada CNN menerangkan, “Baik AS maupun Iran membahas poin-poin lebih tentang kembali ke JCPOA. Perbedaan terus bergerak di tempat di beberapa masalah yang simbolik. Dan akhirnya, Iran menyerang di tengah peningkatan tekanan.”
Seterusnya CNN melaporkan, “Ketika keluar dari resolusi tahun 2018, Donald Trump mengaktifkan sanksi-sanksi penghancur. Pemerintah AS ketika itu bergerak di saat Iran masih mengaplikasikan isi perjanjian. Namun Trump, yang bertolak belakang dengan politik pendahulunya, Barack Obama, bermaksud untuk mempermasalahkan resolusi ini dengan alasan intervensi Iran di Timteng via pasukan proxy-nya.”
“Joe Biden, yang menolak keras strategi tekanan ekstrim ala Donald Trump, telah menghidupkan kembali perundingan semenjak aktif. Akan tetapi, politik Joe Biden hingga sekarang masih gagal dan Iran terus meningkatkan kebijakan yang melanggar JCPOA,” hemat CNN.
Trita Parsi, Wakil Eksekutif Quincy, dalam wawancaranya dengan CNN mengupas situasi perundingan Wina yang menargetkan pengaktifan JCPOA dan menjelaskan, “Iran sejak tahun 2018 tidak merasakan keuntungan dari JCPOA. Mereka menganggap IAEA sebagai penghalang upaya menjalin kesepakatan JCPOA… Hanya masalah waktu yang dibahas, di mana waktu telah berakhir dan Iran menyatakan bahwa baiklah, jika kami tidak mendapatkan apa-apa, lalu kenapa kalian yang harus merasakan poin-poin untungnya?.”
Kemudian CNN memperingatkan, “Karena pemerintahan AS sebelumnya telah mengsanksi Iran, maka opsi Joe Biden telah habis. Sanksi telah memukul keras ekonomi Negeri Para Mullah, tapi tidak menundukkannya. Kemungkinan Iran sudah semakin sensitif dengan pukulan ekonomi. Kebijakan Israel dalam meneror petinggi senior Iran di tahun-tahun ini, termasuk ahli nuklir, juga gagal dalam mengontrol peningkatan pengayaan uranium.”
Di akhir, CNN mengupas opsi serangan ke pangkalan program nuklir Iran, akan tetapi tentang efek serta dampaknya, sangatlah berbahaya menurutnya.
“Hal ini mungkin menarik AS dan sekutunya memikirkan opsi militer. Perang versus Iran mungkin akan menghancurkan program nuklir Iran, namun dampak kehancuran akan meluas ke semua penjuru Kawasan. Selain itu, Amerika mungkin akan diseret ke suatu daerah yang berupaya untuk memisahkan diri,” analisa CNN.
Di akhir, CNN mengutip pernyataan Trita Parsi yang menjelaskan kepadanya, “Sebagian serangan paling keras Iran terkait program nuklir terjadi di periode Joe Biden, bukan di periode Donald Trump. Alasannya adalah karena Joe Biden meneruskan politik Donald Trump.”