Purna Warta – Salah satu surat kabar Inggris melaporkan bahwa China menuntut instansi terkait negara untuk menganalisa efek universal nan komprehensif melawan sanksi AS sebagaimana Rusia.
Pemerintah Tirai Bambu khawatir akan menghadapi sanksi seperti Rusia. Mereka memutuskan untuk menimbang segala jenis eksperimen menganalisa dampak serta efek sanksi ke ekonomi negeri.
Baca Juga : Setahun Pasca Perang 12 Hari Gaza, Runtuhnya Perhitungan Israel
Guardian mengutip pernyataan sumber dan melaporkan bahwa kedaulatan China mengadakan analisa eksperimen ekstensif tersebut pada bulan Februari dan April, tepatnya di saat Barat menghujami Beruang Merah dengan sanksi. Melalui beberapa instansi negeri terkait, mulai dari instansi yang berhubungan dengan sistem perbankan hingga perdagangan internasional, Beijing menuntut jalan keluar layak saat menerima sanksi gaya Barat atas Negeri Beruang Merah.
“Pihak-pihak yang terjun berpartisipasi dalam eksperimen ini menjadikan kebijakan Barat versus Rusia sebagai contoh dasar untuk menerapkan politik China. Dalam eksperimen ini, mereka mencoba menggunakan berbagai jenis metode, termasuk pengayaan mode” jelas sumber tersebut kepada Guardian.
Beijing, menurut laporan media Inggris tersebut, tidak menjelaskan alasan pembentukan manajemen untuk eksperimen ini. Mereka hanya mengatakan bahwa ini adalah reaksi wajar pihak China karena hubungan dekat Moskow-Beijing.
Baca Juga : China-Iran Tingkatkan Kerja Sama Militer, Global Times: Gegara Intervensi AS
“Dalam pandangan Beijing, jika poros Barat pimpinan Amerika berani bereaksi seperti ini terhadap Rusia, maka mereka juga bisa melakukan hal yang sama versus China. Oleh karena itu, China butuh pada satu pengetahuan potensi diri dalam menghadapi kebijakan tersebut,” kata Tong Zhao, anggota senior institute Carnegie, dikutip Guardian.
Edward Fishmen, eks Penasihat mantan Menlu AS John Kerry, terkait sanksi ekonomi menyatakan, “Tidak ada satupun ekonomi, bahkan China sekalipun, yang aman dari ancaman sanksi keuangan seperti yang dihadapi Rusia.”
“Tidak ada pengganti sistem keuangan Barat dan sepertinya hal ini akan terus kontinue berjalan,” tegasnya.
Sementara para pakar lainnya meyakini bahwa sanksi yang diaktifkan versus Rusia bisa menjurus pada pelucutan sanksi AS. Kontinuitas perang ekonomi versus Rusia, meskipun disambut hangat beberapa pihak Barat, namun itu merupakan satu peristiwa yang sangat mengkhawatirkan pasar Wall Street.
Baca Juga : 4 Ancaman Hidup Rezim Zionis; dari Komposisi Demografi Hingga Cyber Attack
Dilaporkan bahwa beberapa hari lalu, mereka telah memutus hubungan bank-bank Rusia dengan the Society for worldwide Interbank Financial Telecommunication (SWIFT). Sedangkan para petinggi beberapa bank raksasa Wall Street telah mengingatkan Joe Biden agar tidak memutus hubungan bank Rusia via SWIFT.
Bank-bank seperti JP Morgan dan Citi Group telah mengungkapkan kekhawatiran rasional mengenai kebijakan ini. Pengusiran Rusia dari SWIFT akan lebih mendekatkan Moskow ke Beijing dan mengeluarkan pengawasan perputaran keuangan dunia dari sorot Barat. Akan berakhir pada pengembangan sistem pengganti SWIFT sehingga akan melemahkan kekuatan dolar. Membahayakan kursi AS sebagai penjaga sistem yang berjalan di dunia perdagangan sekarang. Dan terakhir, menghapus hegemoni keuangan AS.
Sejak abad 21, berkembang semangat tinggi untuk memerangi setiap negara dengan eksploitasi hegemoni dalam sistem keuangan internasional. Berdasarkan fakta inilah, Ian Bremmer menggunakan istilah Weaponization of Finance untuk mengisyaratkan politik beberapa negara yang memanipulasi sistem keuangan sebagai senjata pendikte diplomasi versus pemerintah lainnya.
Baca Juga : 5 Pertemuan Berlalu, The Jerusalem Post: Israel Khawatirkan Perundingan Iran-Saudi
Menurut Ian Bremmer, detik ini, Amerika Serikat memilih sistem keuangan sebagai senjata untuk mengepakkan politik luar negeri dan keamanannya sebagai ganti dari jaringan kuno superioritas keamanannya, yang mencakup koalisi-koalisi seperti NATO. AS menjadikan ancaman memutus kaki tangan lawan ke pasar dan bank-bank sebagai piramida supresi ke negara-negara lawan.
Meski demikian, Edward Fishman kepada Guardian menjelaskan, “Perang ekonomi Barat versus China di masa depan akan lebih kecil cakupannya dari yang dihadapi Barat sekarang. Sanksi akan berpusat pada upaya untuk meraih hegemoni dalam ranah strategis, seperti teknologi dan infrastruktur generasi depan, tidak akan fokus pada upaya membangun satu pukulan ekonomi.”
Zhao menjelaskan, “Manuver Beijing yang sekarang ini bisa disebut sebagai upaya memahami permasalahan ini bahwa jika China mendukung Rusia, mereka akan menghadapi hal apa saja dalam jangka pendek. Petinggi AS beberapa hari lalu menyatakan bahwa mereka tidak melihat dukungan militer ataupun ekonomi apapun dari China untuk Rusia.”
Petinggi Kementerian Keuangan China dan bank pusat Beijing pada tanggal 22 April menyelenggarakan satu konferensi dengan petinggi bank-bank dalam dan luar negeri China. Tujuan dari konferensi ini adalah membahas rancangan untuk menjaga aset-aset asing China saat menghadapi sanksi sebagaimana yang dihadapi Rusia.
Baca Juga : Skenario Sanaa Melawan Makar Gencatan Senjata Saudi
Guardian mengklaim bahwa serangan Rusia ke Ukraina tertanggal 24 Februari telah mengejutkan analis Negeri Tirai Bambu. Namun hal yang lebih mengherankan mereka, senjata apa yang akan diaktifkan untuk menghadapi serangan sanksi Barat.
Laporan Guardian menuliskan peningkatan dukungan lisan Kemenlu China dalam beberapa pekan terakhir. Jubir Kemenlu China menyatakan, “Rusia dan China kukuh untuk membangun satu teladan baru terkait hubungan internasional.”
Berkaitan dengan cara bagaimana sanksi versus Rusia akan merubah sistem keuangan dunia, para pakar menjelaskan, “Usaha untuk menciptakan kiblat sistem keuangan dunia baru dimulai sejak pengusiran Iran dari sistem SWIFT. Tapi akhirnya, kapasitas ekonomi Iran tidak mampu mendorong ekonomi raksasa dunia Timur dan sekutu dagang Eropanya untuk berjalan di jalan ini. Karena hal inilah, sekarang sanksi atas Rusia memiliki potensi kemampuan untuk merubah lapangan permainan. Fakta bahwa sanksi komprehensif tidak selamanya berupa angkat pedang versus dunia Selatan, akan membuat negara-negara lebih kaya mencari opsi dan (mendorong) upaya melemahkan senjata sanksi.”
Baca Juga : Rezim Terus Berganti di Kabul, Iran Tidak Pernah Meninggalkan Rakyat Afghanistan