Purna Warta – Media kondang Arab cetakan London menganalisa perkembangan situasi Saudi, Amerika dan poros Barat di bawah naungan krisis Ukraina serta efek sanksi Rusia, terutama terkait ancaman kehilangan kartu minyak bagi Bin Salman.
Upaya Amerika Serikat bersama sekutu Benua Birunya untuk mencari pengganti produsen emas hitam di tengah krisis Ukraina selalu menjadi sorot warta media internasional. Di tengah cucuran keringat ini, apakah Mohammed bin Salman, Putra Mahkota Saudi berani mengambil resiko untuk keluar dari keterasingan? Karena jika Ukraina dan Rusia berhasil mencapai kesepakatan, Saudi diprediksikan kehilangan kartu permainan minyak di kancah internasional.
Baca Juga : Terungkap, Ini Alasan Iran Serang Markas Intel Israel di Irak
MBS, Apakah Benar melawan Joe Biden atau Cuman Menunggu Telpon darinya?
Rai al-Youm dalam tulisannya kali ini menorehkan, “Sebagaimana yang dilaporkan oleh CNN, benarkah Presiden AS Joe Biden menelpon Mohammed bin Salman, Putra Mahkota Saudi dan MBS menolak untuk mengangkat dering telpon? Ataukah Bin Salman menggagalkan kunjungannya ke China demi menguping pembicaraan telpon Raja Salman dengan Presiden Joe Biden?.”
“Ini adalah pertanyaan akan laporan yang diwartakan media-media Barat. Tapi pertanyaan kuncinya adalah apa yang diinginkan Bin Salman dari AS dan Barat jika menjawab tuntutan mereka untuk meningkatkan produksi minyak negaranya, melanggar perjanjian dengan Rusia dan menurunkan harga minyak?,” tambah Rai al-Youm.
Analis media kondang Arab tersebut menjelaskan, “Media-media Saudi menyebut MBS dengan pahlawan karena telah menolak menjawab hubungan telpon Presiden Joe Biden. Adapun media Barat, salah satunya Wall Street Journal menangkis isu hubungan telpon langsung Presiden AS ini dengan Putra Mahkota Saudi.”
Gedung Putih tanpa ragu menolak isu tentang hubungan telpon langsung ini. Namun adalah fakta jika sanksi AS terhadap Rusia telah berdampak negatif di dalam negeri Paman Sam. Dan Barat tidak memiliki pilihan untuk mengganti produsen minyak ini. Bahkan opsi seperti negara Venezuela bertolak belakang dan mendukung agresi Rusia ke Ukraina.
Baca Juga : Pemeriksaan Dokter Sukses, Raja Salman Keluar dari Rumah Sakit Raja Faisal + Video
Eksekusi Mati Massal di Saudi dan Tutup Mulut Para Pendakwah HAM Barat
“Di tengah situasi beginilah, Mohammed bin Salman, Putra Mahkota Saudi, mempermainkan emosional Barat sebagai pendakwah HAM. Dengan sengaja menjatuhkan hukuman penggal terhadap 81 warga meskipun poros Barat menanti reformasi HAM Riyadh. Di lain pihak, di sela penolakan berita rencana kunjungan Presiden Joe Biden ke Istana, ada beberapa warta yang melaporkan jadwal kunjungan Boris Johnson, PM Inggris, ke Saudi untuk meyakinkan Putra Mahkota muda tentang peningkatan produksi minyak, meskipun seperti diketahui semua bahwa London merupakan salah satu pengkritik tajam HAM Istana,” hemat Rai al-Youm menelusuri.
Baca Juga : Syiah Arab Saudi dan Eksekusi Mati
Upaya Bin Salman untuk Lepas dari Keterasingan Internasional
Warta rencana kunjungan PM Inggris ke Saudi, yang dilaporkan Times, belum mendapatkan respon dari pemerintah Inggris hingga analisa Rai al-Yum ini diterbitkan. Sedangkan Putra Mahkota Saudi berada dalam jerat keterasingan karena berkas pembunuhan Jamal Khashoggi yang telah memojokkannya.
Satu-satunya langkah yang dilakukan MBS adalah mengadakan kunjungan ke negara-negara Teluk Persia. Bin Salman telah menggagalkan rencana partisipasinya dalam dua konferensi besar dunia, konferensi G-20 dan konferensi perubahan iklim.
Pertemuan internasionalnya, hanya dilakukan kemarin di tengah kunjungan Presiden Emmanuel Macron ke Istana Riyadh. Sejak kasus teror Khashoggi, MBS juga hanya menjamu tamu PM Thailand dan Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi.
Baca Juga : Detail Baru Media Zionis Tentang Pertemuan Segitiga Mesir-Israel-Emirat
Kontraversi Barat Karena Mengutamakan Kepentingan dari pada HAM
Jurnalis Rai al-Youm meyakini, “Diprediksikan bahwa Inggris sebagaimana Amerika menghadapi masalah besar yang difaktorkan kenaikan harga bensin, solar dan kenaikan harga penghangat untuk keluarga dengan pendapatan kecil-menengah. Efek sanksi terhadap Rusia telah menjerumuskan negara-negara ini ke situasi darurat untuk bekerjasama dengan Mohammed bin Salman.”
Kontraversi transparan Inggris Raya dalam prioritas kepentingan dari pada HAM bisa dilihat dari pernyataan Jeremy Corbyn, Ketua partai Buruh.
“Rezim Arab Saudi baru melakukan eksekusi mati massal kemarin. Saat itu pula, Boris Johnson merencanakan kunjungan ke Saudi untuk mengikat tali kesepakatan minyak. PM harus menggagalkan rencana kunjungannya ini lalu mengakhiri perjanjian senjata dengan kedaulatan pencabut nyawa sipil di rumah dan di Yaman,” tweet tegas Jeremy dalam akun pribadinya.
“Pernyataan Johnson, yang menjelaskan upaya negara dan sekutunya untuk mencari opsi pengganti minyak dan gas Rusia, menunjukkan bahwa poros Barat hanya memiliki dua pilihan: Menerima kerja sama dengan Putra Mahkota Bin Salman atau mengakui kekalahan menghadapi Presiden Rusia Vladimir Putin lalu menon-aktifkan sanksi tanpa menemukan pengganti minyak dan gas Moskow di tengah klaim Barat akan kekalahan Putin dan penarikan mundur pasukan Moskow,” tulis Rai al-Youm.
Baca Juga : Jerusalem Post: Kunjungan Presiden Suriah ke Emirat, Fase Baru Damaskus
Pilihan Berat Bin Salman dalam Permainan Kartu Minyak
Pertanyaan setelah isu kunjungan PM Boris Johnson ke Saudi adalah apakah Putra Mahkota Bin Salman akan tetap memegang teguh perjanjian minyak dengan Rusia dan tidak menggubris urusan pengasingan serta tuntutan Barat untuk meningkatkan produksi emas hitam?
Jika MBS menyiapkan buku tuntutan tebal di hadapan tamu Inggrisnya, apa yang akan terjadi? Karena PM Johnson tidak seperti sekutu Amerikanya yang bisa menawarkan jaminan dan janji yang diperlukan untuk menundukkan tuntutan sang Putra Mahkota kontroversial ini.
“Sekitar 60% impor minyak Eropa bergantung pada Rusia sehingga mereka butuh pada Saudi sebagai jalan keluar. Adapun Amerika hanya butuh impor minyak Rusia sebesar 8%, tapi mereka masih butuh Saudi untuk menurunkan harga bahan bakar karena dampak sanksinya atas Rusia. Eropa butuh Saudi agar meningkatkan kuantitas produksi minyak demi menurunkan harga dan merasakan efek serta perbedaan,” hemat Rai al-Youm.
“Sedari awal ada banyak protes dilakukan warga Saudi karena peningkatan harga minyak perbarel. Ada banyak pertanyaan kenapa harga bensin tidak kembali ke semula dan tidak ada pula pengampunan pajak,” tambah Rai al-Youm.
Baca Juga : Inovasi Dewan Kerja Sama Teluk Persia untuk Yaman: Mencari Solusi atau…
Rai al-Youm mengakhiri, “Jika Kiev-Moskow berhasil menyepakati resolusi dan Ukraina memutuskan untuk tidak mendengarkan bisikan-bisikan Barat dan memperhatikan tawaran Rusia, maka setiap saat perang bisa berakhir. Adapun Saudi jika mengiyakan tuntutan Barat dan menurunkan harga minyak, ada indikasi sang Putra Mahkota akan kehilangan kontrol minyak untuk selamanya.”