Purna Warta – Dengan kembalinya Benjamin Netanyahu ke medan politik, banyak pihak yang menantikan runtuhnya rumah laba-laba di tengah pengembangan krisis dalam rezim Zionis dalam waktu dekat.
Bassam Abu Sharif, Jurnalis dan Analis berdarah Palestina dalam jurnalnya mengupas Pemilu terakhir Israel dan meyakini bahwa kemenangan Benjamin Netanyahu akan membuktikan situasi yang berkuasa di Tel Aviv dan tidak akan ada lagi yang abu-abu.
Baca Juga : Aerospace IRGC Berhasil Luncurkan Kapal Induk Suborbital Bahan Bakar Padat Qaem 100
“Benar bahwa demi menetapkan kekuatannya di depan masyarakat Israel maupun luar, Netanyahu membangun kamar-kamar darah Palestina, namun hal inilah yang akan menjadi sebab kehancuran rezim Zionis,” tegasnya.
Keheranan Para Pengamat
Dalam analisa yang dicetak Rai al-Youm ini, Bassam menuliskan, “Keheranan para pengamat politik akan Pemilu Israel dan pertanyaan siapakah yang akan menang, tidak bertahan lama. Pemilihan Umum berlangsung dengan cepat, hasilnya juga langsung diumumkan dan kemenangan memihak kelompok Benjamin Netanyahu. Namun kebingungan yang dirasakan para pengamat sebelum Pemilu dan tidak mampunya mereka dalam memprediksikan arah tujuan urusan, juga mereka rasakan pasca pengumuman hasil Pemilu. Mereka juga tidak mampu menganalisa situasi akan mengarah kemana, bagaimana Netanyahu akan mengatasi efek opini sebelum Pemilu, bagaimana dia akan bermain dengan koalisi, memukul sebagian aliansi dengan menguntungkan aliansi lain tanpa adanya pondasi yang kuat? Semuanya bertanya-tanya apa yang akan terjadi?.”
“Tidak diragukan lagi detik ini ada beberapa pihak yang heran dan menanyakan apa yang akan terjadi setelah ini?,” tambahnya.
Kebingungan pasca pengumuman hasil Pemilu tidak lebih kecil dari keheranan sebelum Pemilu dan Bassam menyatakan, “Koalisi-koalisi yang dibangun Benjamin Netanyahu demi kemenangan Pemilu, tidak diasaskan pada satu pondasi yang kuat. Akan tetapi koalisi ini sangatlah rapuh dan mungkin akan hancur di saat pembagian kekuasaan. Dari sinilah harus dikatakan bahwa propaganda yang diusung Netanyahu untuk menghadang kandidat Arab yang berupaya masuk, tidaklah disusun di atas struktur yang rapi dan kuat. Propaganda itu hanya diperuntukkan untuk waktu yang tidak lama sehingga akan segera berakhir.”
Baca Juga : Jalan Buntu Pertemuan Kelompok Anti-Iran di PBB
Netanyahu Versus Biden
Menurut pengamatan Analis berdarah Palestina ini, “Eks PM Israel Benjamin Netanyahu menentang program Joe Biden yang disebut dengan opsi pemerintahan. Meskipun hal ini mungkin akan diumumkan, namun ini bukanlah jaminan akan pembangunan satu negara Palestina merdeka, karena Presiden AS Joe Biden melihat al-Quds sebagai ibukota resmi Israel. Namun demikian, Benjamin Netanyahu masih tidak akan menerima proyek Biden ini meskipun itu adalah hal semu. Sebelumnya Benjamin Netanyahu sudah meyakini bahwa resolusi Oslo telah runtuh. Maka setiap resolusi yang diikat dengan Arab bahkan normalisasi Israel-Arab Teluk Persia tidak dianggap oleh mata Netanyahu sebagai hasil dari kekuatan Israel, hal itu tidak dianggap sebagai buah perkembangan politik rezim Zionis dan keinginan mereka untuk menciptakan perdamaian. Terkait hal ini dikatakan bahwa kami mendiktekan kesepakatan ini dengan kekuatan Israel.”
“Pendekatan ini dikeluarkan oleh Benjamin Netanyahu di tengah upaya AS (bahkan di periode Donald Trump sekalipun) menjadikan kesepakatan ini sebagai satu resolusi yang dibangun dua belah pihak, bukan satu resolusi yang didektekan oleh pihak yang lebih kuat kepada pihak yang lebih lemah. Bukan hanya sekarang, tapi di periode kepemimpinannya juga. Ketika itu, Benjamin Netanyahu menyebut Tepi Barat dengan wilayah Judea dan Samaria, dia melihat pembangunan pemukiman di daerah tersebut sebagai hak Israel, karena wilayah ini adalah wilayah yang dijanjikan Tuhan kepada kaum Yahudi,” tambahnya.
Alasan kenapa AS sedikit memberikan beberapa urusan kepada Netanyahu, menurut Bassam, adalah kepentingan Washington. Karena mereka tidak ingin menghabisi harkat dan martabat sekutu Arabnya di depan bangsanya sendiri. Jadi AS menyerahkan beberapa urusan kepada sekutu Arab-nya dan dilain pihak, mereka juga menjamin beberapa hal kepada sekutu Saudi dan Dewan Kerja Sama Teluk Persia.
Dari segi lain, menurut pengamatan Bassam, Benjamin Netanyahu (ketika masih di oposisi) dengan keras mengecam perang Rusia versus Ukraina. Dia menuntut satu keputusan tegas pemerintah terkait hal ini dan Netanyahu menuding Israel sebagai negara yang tidak mengambil satu keputusan jelas.
Baca Juga : Iran: Tuduhan AS Tentang Peran Iran Dalam Perang Ukraina Kebohongan Belaka
Perang, menurut keyakinan Netanyahu, ini merupakan satu langkah Rusia melawan Ukraina, bukan sebaliknya. Ini adalah satu keputusan yang telah menghancurkan relasi yang pernah dibangun oleh Netanyahu bersama Putin, karena Presiden Rusia menganggap hal ini sebagai pengkhianatan.
“Putin melihat bahwa kebijakan Netanyahu menyerang Suriah sebagai kebijakan yang menyalahi resolusi Israel-Suriah. Rusia memahami dengan benar langkah Netanyahu bahwa dia telah menipu Moskow. Satu pernyataan yang menyetujui pulpen merah, namun berkhianat di medan, bahkan dia telah merealisasikan yang diinginkan pemerintahan Donald Trump terhadap bangsa Suriah dengan alasan bermacam-macam,” hemat Bassam.
Pendekatan ini didasarkan oleh si Penulis dengan satu prediksi bahwa Netanyahu akan mengambil satu kecaman keras terkait perang Ukraina, yang akan membanting dengan keras hubungannya dengan Kremlin. Dan ini akan bermaknakan dukungan lebih besar Rusia di Suriah, karena Damaskus bersama Krempin akan melawan proyek pembangunan sistem internasional multilateral baru yang menargetkan pembangunan satu kiblat kuat di Timur Tengah yang saat ini dikepung hegemoni Amerika Serikat.
Netanyahu akan Menyelesaikan Masalah Timteng dengan Cepat
Menurut Bassam Abu Sharif, dengan politik arogannya, Benjamin Netanyahu akan memiliki peranan besar dalam menyelesaikan krisis di Timur Tengah. Yang hitam akan semakin hitam, yang putih akan semakin putih dan perhitungan ini akan menghilangkan warna abu-abu. Reformasi ini akan berdampak pada pengembangan dan kemajuan poros Muqawamah di bawah struktur propaganda versus Iran dan upaya menciptakan instabilitas sosial Tehran demi menghancurkan satu kestabilan yang memerangi hegemoni AS.
“Dari sisi lain, dengan kembalinya Netanyahu, perkembangan situasi di Timur Tengah akan menerangkan oposisi hegemoni AS dan menguatkan kesepakatan Washington-Tel Aviv untuk menyulut api perang AS, baik langsung maupun tidak langsung,” tambahnya.
Baca Juga : Kelompok Hak Asasi Serukan Penyelidikan Atas Kejahatan Perang Selama Serangan Israel Agustus Di Gaza
Netanyahu akan Tunjukkan Tinjunya kepada Palestina
“Namun di kancah Palestina, Benjamin Netanyahu akan berusaha membuktikan bahwa dirinya sudah lebih kuat, memiliki tinju besi dan mampu mengontrol kemajuan Muqawamah yang berkembang pesat di periode Lapid. Benjamin Netanyahu akan berusaha menunjukkan bahwa dia adalah pria yang kuat dan mampu menghentikan perluasan poros resistensi, bahkan mengatasinya. Oleh karena itu, kami menantikan operasi kamar-kamar darah Netanyahu di tengah situasi krisis dalam negeri Israel. Dari satu sisi, hal ini merupakan pembuktian akan kekuatan Netanyahu dan di sisi lain, ini merupakan upayanya untuk menyelesaikan masalah, konflik sosial, kekuatan politik, geng, mafia, kejahatan dan pengadilan yang rusak. Akan tetapi ini sama sekali bukan berartikan akhir dari poros Muqawamah. Ini bukan bermaknakan ketenangan bagi bangsa Palestina. Bukan bermaksudkan bahwa poros resistensi akan memaksa menjalin gencatan senjata dengan Benjamin Netanyahu dalam upayanya melawan arogansi yang dioperasikan Netanyahu,” tegasnya.
Netanyahu akan Menggiring Bangsa Palestina Memihak Muqawamah
“Visi sangatlah jelas. Netanyahu dan operasi arogansinya tidak akan menghentikan perkembangan, cepatnya mobilisasi warga Palestina, perkembangan kesadaran dan keinginan mereka untuk bergabung dengan Muqawamah melawan pendudukan. Akan tetapi sebaliknya, saya menantikan satu manuver (dari pihak Netanyahu) yang akan membesarkan api perang dengan tindak arogansi yang lebih. Yang mana akan meningkatkan kekuatan Muqawamah dan mendorong kaum muda maupun tua untuk angkat senjata melawan pasukan pendudukan, satu pasukan yang telah kehilangan kestabilan dan perhitungannya, yang telah kehilangan keberanian dan apapun yang diperlukan dalam membangun satu struktur keprajuritan. Karena neraca mereka telah hancur dan Israel tidak akan mengetahui sisi mana yang harus dipukul. Hal ini akan berartikan bahwa pemerintahan Benjamin Netanyahu akan terus guncang dan perseteruan antara dirinya dengan para sekutunya, baik di dalam Kabinet maupun di luar, akan semakin kencang. Ini adalah masa di mana dia akan menyaksikan satu perkembangan dan perluasan Muqawamah yang akan membuahkan keruntuhan dan kehancuran rezim,” terangnya.
Kabinet Netanyahu yang Kropos
Secara keseluruhan, menurut kejelian Bassam, kembalinya Netanyahu ini sama seperti memasuki satu rumah yang temboknya lebih dominan dan jarak pondasinya terlalu lebar, yang akan menyebabkan resiko guncang dan runtuh setiap saat. Dengan demikian, arogansi versus Palestina, versus oposisnya di pemerintahan, perseteruannya versus AS, versus kebijakan Rusia hanya akan membantu memperlebar jarak antar pondasi dan merongrong tembok pemerintahan pimpinan Netanyahu. Hal inilah yang akan menjadi sebab keruntuhan rumah setiap waktu.
Baca Juga : Gedung Putih Coba Tarik Kembali Pernyataan Biden Tentang Bebaskan Iran
Separasi di Periode Netanyahu
Di bagian lain jurnalnya, Bassam menuliskan bahwa kerusakan kediaman ini akan bermaknakan perpecahan atau separasi Israel dan reformasinya menjadi ternak-ternak, bahkan ada indikasi besar perang senjata antar saudara. Semua ini merupakan kesempatan besar bagi Muqawamah untuk membangun persatuan dan langkah lebih detail program mereka. Dan mungkin saja mereka mampu membidik satu sasaran yang akan mengguncang rumah dan menghancurkannya.
“Dengan sangat jelas kami melihat bahwa ini merupakan satu kesempatan untuk mengalahkan Israel dan mengembalikan mereka ke perpecahan dua kelompok alaminya lalu membuktikan Israel sebagai negara buatan dan semu. Israel bukanlah satu pihak adi daya, Israel bukanlah satu negara yang tak terkalahkan, namun Israel adalah satu kekuatan yang akan kalah dengan satu perang universal di setiap tempat dan waktu, yang mana bangsa terkepung Palestina telah membuktikan sebagai pihak yang berhasil membalikkan situasi dengan mengepung Israel dan mengusir pasukannya dari wilayah pendudukan,” tegasnya.