Balas Dendam Para Pangeran; Barisan Arab Versus AS akan Mengarah ke Mana?

asvssaudi

Purna Warta – Konferensi terakhir OPEC+ menjadi ajang pertarungan keras antara Amerika Serikat versus Arab Saudi. Satu persaingan yang bisa berakhir pada buruknya situasi Eropa di musim dingin dan Presiden AS Joe Biden dalam Pemilu nanti.

Tahap baru pertarungan Arab Saudi vs Demokrat Joe Biden telah dimulai pasca keputusan pengurangan produksi emas hitam OPEC Plus. Di tengah serangan pedas lisan petinggi Gedung Putih kepada sang Putra Mahkota Mohammed bin Salman, Istana Riyadh serius dalam realisasi keputusannya. Yang jelas adanya beberapa dukungan membuat Saudi tambah tegap dalam melangkah.

Di awal bulan Oktober organisasi OPEC+ menyatakan bahwa mereka akan mengurangi produksi minyak. Setelah keputusan ini, Presiden AS Joe Biden dalam wawancaranya dengan media CNN menyatakan bahwa keputusan ini akan berpengaruh buruk pada relasi Negeri Paman Sam dan Saudi.

Kementerian Luar Negeri Saudi dalam menanggapi pernyataan ini menjelaskan, “Kami menolak semua kabar mengenai keberpihakan Saudi ke satu pihak dalam konflik internasional pasca keputusan OPEC+ tentang pengurangan produksi minyak. klaim-klaim tidak berlandaskan fakta. Keputusan OPEC+ diambil oleh semua negara anggota, bukan hanya satu negara.”

Reaksi Istana Riyadh tidaklah berpengaruh dan Gedung Putih memandang keputusan ekonomis ini memiliki akar politik dan kebetulan ada jejak Rusia di sana.

John Kirby, Jubir Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih pada 13 Oktober menjelaskan pandangan Washington ini dalam pernyataannya, “Kami tidak setuju dengan pernyataan OPEC+ ini bahwa keputusan murni diambil karena tujuan ekonomi. Dalam beberapa minggu terakhir, Saudi telah mengirim banyak pesan secara terang-terangan tentang maksudnya untuk mengurangi produksi emas hitam. Satu kerja yang kami sadari akan mendukung kepentingan Rusia dan menggerus pengaruh sanksi. Ini adalah keputusan yang salah.”

Ancaman-ancaman AS semakin meraja lela, mulai dari rekonstruksi hubungan politik hingga penyetopan pembelian senjata. Akan tetapi lebih gilanya lagi, dukungan dunia Arab kepada Saudi semakin banyak, khususnya pendukung Riyadh hingga membuat MBS semakin mantap.

Negara-negara seperti Oman, Maroko, Mesir, Aljazair, pemerintahan Aden Yaman, Irak Mauritania, Kuwait, Yordania, Pakistan, Djibouti, Otoritas Palestina, Sudan, Tunisia dan Qatar mendukung keputusan Arab Saudi di OPEC+ sehingga menguatkan barisan Arab versus Demokrat Washington. Selain itu, negara-negara ini telah mendeklarasikan dukungannya kepada Saudi bahkan mengecam kebijakan Amerika Serikat tertanggal 14 Oktober lalu.

Rusia sangat mendukung kebijakan Arab Saudi di OPEC+, dan seperti biasanya, Moskow selalu teguh dalam pendiriannya.

Para pakar meyakini bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin telah mengambil langkah-langkah pondasi sebelum pertarungan ini. Karena pada tanggal 9/10, Mohammed bin Zayed telah terbang ke Moskow. Pertemuan Presiden Putin dengan MBZ sangatlah menarik untuk dilihat sehingga media menyebut pertemuan tersebut dengan perbincangan hangat. Dengan demikian dan karena strategi halus Kremlin, maka Abu Dhabi-pun takut untuk menolak keputusan Riyadh bahkan bergabung dengan barisan Arab dan Washington terisolasi.

Saat Kremlin menjadi sandaran Riyadh dan berhasil membentuk sayap persatuan Arab versus AS, maka tidak akan ada satupun ancaman Gedung Putih yang akan berpengaruh, alias mandul. Para petinggi Washington dan politikus dekat dengan Joe Biden menjuruskan ancamannya ke Riyadh, mulai dari persaingan politik hingga ancaman pemutusan dukungan militer, akan tetapi sepertinya para Pangeran melancarkan balas dendamnya kepada Joe Biden dan pemerintahan Demokrat sebagaimana yang telah mereka nantikan berbulan-bulan, bertahun-tahun. Bin Salman kembali memukul Joe Biden dalam keputusannya di OPEC+ hingga menguak kelemahan pemerintahan Demokrat Amerika.

Pukulan pertama MBS kepada Joe Biden dilakukan di kesempatan konferensi Jeddah, di mana para petinggi Riyadh memulangkan Presiden terpilih AS tanpa ongkos dan uang saku.

Kesimpulannya adalah ada banyak bukti yang menunjukkan maksud Rusia dan Saudi bersama anggota OPEC+ untuk melanjutkan pertarungan minyak versus Barat. Menurut analisa para pengamat, mungkin China juga akan bergabung dalam barisan ini sehingga membentuk segitiga ekonomi lawan Washington.

Bloomberg dalam pengamatannya menulis, “Arab Saudi adalah sekutu kaya China yang mana sekarang sedang menginvestasikan pertarungan minyak versus AS. Ketika jurang relasi Saudi-Amerika semakin melebar, China makin mengembangkan kerja samanya dengan negara-negara Timur Tengah, bukan hanya Saudi hingga meninggikan bangunan visi perubahan geopolitik.”

Semua analisis mengarah ke China, bahwa Beijing diprediksikan akan meningkatkan tensinya menghadapi Amerika Serikat di bawah struktur sekutu kaya perdagangan Saudi sekaligus partnernya dalam proyek ekonomi one belt one road.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *