Tehran, Purna Warta – Tahun baru matahari Iran, 1400 yaitu sekitar bulan April 2021, dibuka dengan seperangkat perundingan resolusi nuklir, JCPOA. Tehran mengirim delegasi bertemu dengan anggota 4+1 (Jerman, Prancis, Rusia, China dan Inggris) dan setuju untuk melanjutkan konferensi langsung pasca pertemuan virtual di 2 April 2021.
Gran Hotel Wien dipilih menjadi tempat konferensi dan di sisi lain, Eropa terus menghubungi sekutu Amerika-nya. Sedari waktu itulah, konferensi telah memasuki putaran ke-6 dan kota Wina, Austria, menjadi saksi konferensi dari 12 sampai 20 Juni, tepatnya 2 hari pasca Pemilu Iran.
Sayid Abbas Araghchi, Wakil Menlu Iran dan pemimpin delegasi Tehran dalam perundingan nuklir, pada tanggal 20 Juni di akhir perundingan menjelaskan hasil perundingan yang sedikit memuaskan dan menyatakan, “Kami sudah mendekati hasil akhir kinerja, akan tetapi perjalanan selanjutnya tidak akan sederhana.”
Baca Juga : Ancaman Muqamawah di Timur Furat
Semenjak akhir periode perundingan ke-6 sampai saat ini, terpampang segala jenis pernyataan di media-media mereaksi perundingan, baik dari pihak Eropa maupun Amerika.
Sebulan berlalu pasca perundingan putaran ke-6, media-media memprediksikan konferensi nuklir yang akan segera berlangsung. Namun hingga mau memasuki Agustus ini, belum juga terlihat gerak-gerik menuju ke arah sana.
Di tengah waktu ini, pada tanggal 12 Juli, Mohammad Javad Zarif, Menteri Luar Negeri Iran, memaparkan laporan JCPOA ke Komisi Keamanan Nasional dan Politik Luar Negeri Dewan.
Menlu Javad Zarif kepada Ketua Komisi dalam catatannya menjelaskan, “Perundingan ini dilaksanakan di akhir periode pemerintahan keduabelas. (Perundingan) mendekati satu kesepakatan pengangkatan boikot dan sanksi ilegal AS dan saya berharap apa yang terjadi sekarang menjadi pondasi realisasi (pengangkatan boikot). Dengan pertolongan Tuhan Yang Maha Esa dan dengan petunjuk Pemimpin Revolusi Iran, dengan koordinasi Presiden terpilih dan dukungan Dewan Permusyawaratan, semoga pemerintah ketigabelas Iran mampu menyempurnakan realisasi hak-hak bangsa besar Iran dan menjadi sumber kepuasan rakyat bermartabat Iran.”
Baca Juga : Hati-hati Ansarullah, Perangkat Spionase Israel Juga Menargetkan Anda
Saeed Khatibzadeh, Juru Bicara Kemenlu Iran, di hari itu juga, yaitu 12 Juli, menjelaskan kemungkinan kesepakatan dekat yang dimaksud dan menyatakan, “Yang penting bagi pemerintahan keduabelas dan ketigabelas adalah meraih kepentingan tertinggi bangsa. Dalam hal ini, waktu hanyalah masalah kedua. Jelas bahwa yang paling penting harus segera dimanifestasikan hingga efek pengangkatan sanksi akan terasa dalam waktu cepat.”
Edward Price, Jubir Kemenlu AS, dalam konferensi pers mengatakan, “Amerika siap kembali ke perundingan putaran ke-7 Wina dan tidak membatasi pada waktu tertentu.”
Setelah itu, Sayid Abbas Araghchi mentweet pada tanggal 17 Juli, “Kami sedang mengarungi masa transisi dan perpindahan demokrasi kekuasaan sedang bergulir di Tehran. jelas bahwa perundingan Wina harus menunggu pemerintahan baru di Iran. Ini adalah tuntutan demokrasi.”
Tweet Araghchi ini mendapat respon dari pihak Amerika Serikat dan menegaskan bahwa Washington menunggu periode transisi sampai jadwal untuk kelanjutan perundingan tersusun.
Baca Juga : Masih Tentang Spionase, Ternyata NSO Israel Akad Kerja dengan Saudi
Kemenlu Amerika mengatakan bahwa pemerintahan Gedung Putih siap menunggu. Akan tetapi kedaulatan Iran meminta waktu lebih untuk masa transisi.
Edward Price, Jubir Kemenlu AS, dalam responnya atas pernyataan Araghchi menjelaskan, “Kami siap. Seketika kami akan segera ke Wina, saat Iran sudah mengambil keputusan dan kami akan menyelesaikan upaya kembali ke JCPOA.”
Sementara di pihak lain, Mikhail Ulyanov, Wakil Rusia di Organisasi Internasional di Wina, pada tanggal 19 Juli merespon indikasi perundingan resolusi nuklir yang diundur hingga awal Septembar.
Merespon laporan surat kabar al-Arabiya yang melaporkan pengunduran perundingan hingga awal September, Ulyanov mentweet, “Berita ini sangat aneh dan bukan info yang perlu dipercaya. Jelas bahwa pemerintah Iran butuh pada kesempatan untuk bersiap memulai perundingan Wina. Berapa? Tidak ada yang tahu. Kami harus menunggu pernyataan resmi dari Tehran. Semakin cepat, semakin baik.”
Sementara Wall Street Journal mengabarkan indikasi peningkatan sanksi versus Iran ketika perundingan mengalami kegagalan.
Baca Juga : Spionase Jurnalis dan Aktivis dengan Perangkat Israel, Begini Reaksi Uni Eropa
Edward Price dalam konferensi pers, 19 Juli, merespon laporan Wall Street Journal dan mengatakan, “Tentang sanksi dan pelaksanaan sanksi, benar laporan Anda. Semua sanksi masih berlaku kecuali terhapus dengan jalan diplomatik.”
“Kami siap melanjutkan perundingan yang membangun, menyelesaikan konferensi dan kembali ke batasan-batasan yang telah disepakati. Sekarang apakah pemerintahan Raisi ingin melanjutkan perundingan atau butuh waktu lagi untuk hal ini, kami berharap inilah yang dilakukan pemerintahan Raisi. Akan tetapi kami bukan pihak yang boleh mewakili mereka. Oleh karena itulah, kami mengharap kalian menanyakan hal ini kepada mereka,” tambahnya.
“Pekan lalu kami telah menyatakan bahwa kami siap melanjutkan perundingan. Akan tetapi pihak Iran meminta waktu lebih untuk masalah berkaitan dengan transisi kepemimpinan,” lanjutnya.
Jubir Kemenlu AS ini juga menjelaskan, “Inilah keputusan kami sedari kemarin. Kami tidak menyembunyikan keinginan kami untuk berunding. Karena kembalinya kedua belah pihak ke JCPOA menguntungkan kepentingan nasional kami. Kami juga dengan transparan menyatakan bahwa usulan ini tidak akan tersedia di atas meja untuk waktu tak terbatas. Ketika masa transisi di Iran selesai, kami siap kembali ke Wina dan berunding.”
Adapun IAEA mengeluarkan respon lain. Rafael Grossi, Dirjen IAEA, dalam wawancara yang diberitakan 19 Juli, mengungkapkan ketidakpuasannya dan mengatakan, “Sampai detik ini, kami masih memiliki banyak pertanyaan. Banyak masalah dengan Iran yang harus kami jelaskan. Kami terpaksa bersabar dan memulai kerja dengan tim baru.”
Baca Juga : Di Tengah Isu Perang Minyak, Bin Zayed Temui Bin Salman di Riyadh
“Menggantungkan perundingan hingga masa aktif pemerintahan Raisi telah menarik kami ke situasi tak mendukung,” tambahnya.
Rafael Grossi menjelaskan, “Kami sedang membicarakan IAEA. Selainnya, kami tidak ada urusan. Tapi kami kira bahwa lebih baik mereka berunding dari pada bersabar.”
Presiden terpilih Iran sendiri menyataan di konferensi pers pada tanggal 21 Juni bahwa dunia harus tahu, politik luar negeri pemerintahan Iran tidak akan dimulai dengan JCPOA dan tidak pula terbatas pada JCPOA. Kami akan menjalankan politik luar negeri dengan dunia dan semua negara dunia sebagai satu pilar, interaktif luas dan seimbang, Insyaallah. Setiap perundingan di mana kepentingan bangsa bisa terpenuhi, perundingan tersebut akan kami dukung.
“Kami tidak akan mengikat masalah ekonomi dan situasi rakyat pada perundingan ini. Kami tidak akan membiarkan perundingan demi perundingan. Kami tidak akan mengizinkan perundingan untuk keruntuhan. Akan tetapi, setiap perundingan harus menghasilkan buah,” tegas Ebrahim Raisi, Presiden terpilih Iran.
Baca Juga : Undangan Protes di Hari Arafah, Warga Rusak Lukisan Raja dan MBS
Menjawab pertanyaan jurnalis NBC, apakah semua sanksi AS, termasuk sanksi periode Donald Trump, harus terangkat agar JCPOA berefek? Apakah Anda ingin mempertahankan tim perundingan ini?
Presiden Ebrahim Raisi menyatakan, “Tim perundingan masih terus bekerja dan mereka memberikan laporan kepada kami. Tim politik luar negeri saya sedang menganalisa laporan-laporan tim yang sedang berunding.”
Ebrahim Raisi menegaskan bahwa Amerika bertanggungjawab untuk mengangkat semua sanksi lalim atas bangsa Iran.