Sana’a, Purna Warta – Salah satu media massa Amerika Serikat baru-baru ini melaporkan keputusan pemerintahan Joe Biden yang telah memulai operasi penarikan mundur militer dari Saudi.
Wall Street Journal terkait hal ini melaporkan, “Kekhawatiran Washington semakin menjadi-jadi terhadap serangan rudal dan pesawat tanpa awak Yaman ke basis-basis militer dan titik terdalam Saudi.”
Baca Juga : Penyergapan terhadap Pasukan Koalisi Saudi di Ma’rib
Bahkan menurut analisis surat kabar kondang Amerika tersebut, serangan Sanaa menyebabkan Pentagon mulai memikirkan nasib para pasukannya yang bercokol di titik nadi Riyadh dan menegaskan bahwa Amerika telah memulai penarikan mundur pasukannya dari Riyadh yang telah dikirim pada periode pemerintahan Donald Trump.
Tepatnya pada bulan Juli 2019, Kemenhan Amerika Serikat mengabarkan pengiriman sistem pertahanan Patriot dan unit militer ke beberapa basis angkatan udara Saudi dan menjelaskan bahwa operasi Patriot adalah menjaga keamanan Riyadh dan kilang minyak Saudi.
Dikutip dari YNP (Yemen News Portal), 9/9, berdasarkan data statistik, sekitar 20 ribu tentara Amerika berada di Arab Saudi dan berasaskan strategi Joe Biden, pasukan tersebut akan ditarik mundur dari Riyadh.
Menurut analisis YNP, hal ini telah menguatkan indikasi akan dicabutnya sistem pertahanan Patriot dan THAAD dari tanah Riyadh. Selain itu, manuver Gedung Putih di Teluk Persia juga harus diperhatikan.
Baca Juga : Departemen Luar Negeri Tanggapi Tuduhan Liga Arab Terhadap Iran
YNP juga mengabarkan kunjungan Kemenhan Amerika dan Qatar ke Saudi dan menuliskan catatan bahwa meskipun Amerika mengelak dan menjelaskan tujuan pertemuan untuk membahas masalah Afganistan, akan tetapi kunjungan ini membuktikan strategi dan maksud Amerika untuk mengeluarkan pasukannya dari Saudi. Bahkan Washington menegaskan bahwa dirinya tidak lagi berniat untuk mendukung Riyadh dengan bayaran minyak.
Mengutip analisis-analisis para pengamat, Yemen News Portal menegaskan bahwa menarik pasukan dari Riyadh dilakukan di bawah ambisi Washington untuk menghukum, menghancurkan dan memecah belah Arab Saudi. Sebagaimana manuver ini juga telah dioperasikan ke berbagai negara-negara Arab oleh Gedung Putih.
Dan mungkin saja, menurut analisa para pengamat YNP, bahwa pecah belah Arab Saudi akan sedikit diundur karena kepentingan kontraversi antar dunia Arab. Tetapi tidak akan dihentikan secara keseluruhan.
Ada pula analis yang mengatakan bahwa strategi Amerika Serikat dalam menarik mundur pasukannya dari Saudi disebabkan oleh efek meningkatnya serangan udara Sanaa ke titik terdalam Saudi. Khususnya setelah Abdul Malik al-Houthi memperingatkan Riyadh dan Abu Dhabi bahwa mereka akan membebaskan semua tanah Yaman.
Baca Juga : Protes Keras terhadap Pemerintah yang Terguling di Yaman Timur
“Amerika Serikat tidak rela menjadi wakil Arab dalam perang proxy,” tegas mantan Penasihat Putra Mahkota Abu Dhabi, Abdul Khaleq Abdulla. Bahkan meyakinkan bahwa Amerika tidak ingin lagi mendukung Arab Teluk Persia.
“Kemenhan dan Kemenlu Amerika di Kawasan membawa satu pesan dari Washington bahwa AS tidak akan membela negara-negara Arab Teluk Persia,” tambahnya dalam akun twiter.
Menurut analisis Diplomat Emirat ini, pesan Kemenhan dan Kemenlu AS adalah sedari hari ini Amerika tidak akan sudi terjun ke medan perang karena minyak Teluk Persia. Oleh karena inilah, negara-negara Arab Teluk Persia berada di persimpangan jalan dan (harus berfikir) bagaimana mereka hidup di era pasca Amerika.