Purna Warta – Penembakan membabi-buta yang disemarakkan oleh warga kulit putih AS sekali lagi telah membunyikan lonceng bahaya. Amerika menuju perang antar warga.
Beberapa hari lalu, penembakan di kota Buffalo, di negara bagian New York memenuhi laman media warta. Meskipun kabar penembakan sudah biasa dilaporkan di AS, akan tetapi entitas penembakan di Buffalo memiliki perbedaan dengan penembakan bahkan pembunuhan lainnya.
Penembakan massal dilakukan oleh Payton Gendron, seorang pemuda 18 tahun. Dia menyebut dirinya sebagai seorang fasis dan supremasi kulit putih. Dengan sengaja dia melakukan pembunuhan di tempat atau kota yang mayoritas dimukimi oleh penduduk kulit hitam. Menurut laporan yang terkumpul, dari 13 korban, 11 orang merupakan warga kulit hitam.
Menurut laporan kepolisian AS, Gendron menyetir mobilnya sejauh 320 km dari tempat tinggalnya sampai ke Buffalo, tempat operasi pembunuhan massal.
Menurut salah satu sumber di kota Buffalo, tujuan Gendron adalah menjatuhkan korban sebisa mungkin sebanyak apapun.
Satu hal yang perlu diperhatikan di sini adalah Payton Gendron memiliki 180 halaman di mana di sana tertuliskan tuntutan dari warga kulit putih untuk manghabisi kulit hitam dan warna kulit lainnya.
Donald Earl Collins, seorang Dosen Sejarah di Universitas AS di Washington DC, dalam makalahnya di site al-Jazeera Inggris, telah memperingatkan insiden-insiden di Amerika yang menunjukkan jalan pelan Paman Sam menuju ke perang dalam negeri.
“Hari ini, AS sudah semakin dekat dengan situasi perang saudara di tahun 1961 lebih dari yang diakui,” jelasnya.
“Orang-orang seperti Payton Gendron, Dylann Roof, Patrick Wood Crusius dan Robert Bowers, yang baru-baru ini terlibat dalam penembakan membabi-buta dan rasis di AS, secara pasti memiliki keyakinan bahwa mereka telah memasuki perang dalam negeri,” tulis Earl Collins.
Aksi teror kental rasis dan asing-phobia dilakukan dengan target kontrol kekuatan potensial politik dan ekonomi mayoritas kulit hitam dan warna kulit lainnya yang diperkirakan akan terbentuk pada dekade 2040-an.
Dosen AS ini menambahkan, “Orang-orang seperti Roof, Crusius, Gendron dan banyak lagi lainnya meyakini bahwa mereka masuk dalam kelompok pengikut great replacement theory.”
Orang-orang seperti ini berusaha untuk membunuh para kulit hitam yang taat di upacara-upacara Gereja dan warga dari Amerika Latin ketika belanja di toko-toko.
Dengan teror ini, mereka ingin menunjukkan bahwa orang-orang kulit putih telah menjalani perang reformasi ini di AS. Di mata mereka, eksistensi kulit putih, peradaban Barat dan gaya hidup Amerika sedang dalam bahaya.
Ideologi Rasis Kulit Putih pada ‘Great Replacement’
Great Replacement adalah satu teori yang meluas secara cepat di tengah-tengah warga kulit putih rasis. Pada tahun 2010, satu penulis ekstrim asal Prancis menulis sebuah buku dengan tajuk ini dan menjelaskan teori ini di dalamnya.
Pada tahun 2019, Brenton Tarrant, pria asal Australia yang memiliki pemikiran ekstrim, telah menyerang sebuah Masjid di kota Christchurch, New Zeland. Bahkan menyiarkan aksi pembantaiannya secara live. Dia adalah salah satu pengikut teori Great Replacement. Dalam insiden berdarah ini, Tarrant telah membunuh 50 Muslim.
Pembunuhan kulit hitam oleh kulit putih AS hanyalah salah satu dari banyak sisi kelam perang antar warga, yang terus mengalir di benak-benak warga ini. Banyak warga kulit hitam dan Amerika Latin yang telah merasakan perubahan ini.
Di al-Jazeera, Dosen AS tersebut menuliskan, “Gendron telah mengajukan identitas jujur sebagai seorang fasis. Dia menganggap dirinya dan orang-orang sepertinya telah bersatu di bawah panji fasis, karena ini adalah satu-satunya ideologi politik yang bisa menyatukan kulit putih menghabisi penggantinya di masa depan.”
Fasis bukan hanya satu gerakan konservatif, rasis dan asing-phobia, akan tetapi mereka adalah orang-orang reaksioner yang menuntut reformasi sosial dengan menggunakan cara kasar demi kepentingan dan kemajuan privasinya.
Warga AS telah menonton hal ini dalam 15 tahun terakhir, yaitu banyak politikus di Kongres maupun di seluruh penjuru AS yang mendukung pemikiran seperti ini. Mayoritas politikus sekarang enggan menerima fakta bahwa satu negara yang sudah dikenal lama dengan negara kulit putih akan berubah menjadi negeri dengan mayoritas kulit hitam dan warna lainnya.
Politikus-politikus ini sangat menantikan satu hari nanti di mana partai-partai meneriakkan syiar-syiar seperti negara kulit putih atau biarkan kulit putih memerintah (syiar yang diteriakkan Demokrat dalam Pemilu 1868).
Benci kulit putih ke warna kulit lain sudah tampak jelas seperti pucuk gunung es.
Terorisme Via Rasis Ekstrim Merupakan Salah Satu Bagian Struktur AS
Pernyataan-pernyataan yang diungkapkan para pembantai mungkin dianggap sebagai pernyataan gila dan murka. Akan tetapi pernyataan ini tidak keluar dari satu penyakit jiwa atau lainnya. Terorisme via rasis ekstrim selalu menjadi salah satu struktur pemerintahan Amerika Serikat. Pendekatan ini sudah muncul sejak periode perbudakan sampai geng berantai, pemukulan, pembunuhan kulit hitam oleh polisi.
Orang-orang yang melakukan penembakan membabi-buta di AS sedari awal telah menganggap dirinya sedang berperang dengan warga kulit hitam dan warna kulit lainnya atau siapapun yang kontra dengan supremasi kulit putih. Kebencian telah mendorong mereka melakukan pembunuhan, namun kebencian tersebut muncul dari ideologi supremasi kulit putih.
Kulit Putih AS Tolak Menjadi Minoritas
Kulit putih AS tidak menerima menjadi kelompok minoritas. Sebagian menganggap hal ini sebagai satu ancaman, namun AS sudah lebih dekat ke situasi perang saudara tahun 1861, sangat dekat lebih dari yang dipikirkan.
Penembakan membabi-buta adalah salah satu bukti dari fakta ini. Jika AS tidak melakukan apapun dalam merespon supremasi kulit putih, ada indikasi negara ini menghadapi perang antar warga.