Purna Warta – Dalam laporannya, salah satu media warta Beirut menuliskan, Amerika mengirim pesan kepada Lebanon bahwa menerima bantuan bahan bakar dari Tehran merupakan salah satu pelanggaran terhadap sanksi atas Iran dan mereka tidak memberikan izin menerima bantuan dari Negeri Para Mullah meskipun gratis.
Yang dikatakan Barbara Leaf, Wakil Menlu AS, dua hari lalu terkait Lebanon menunjukkan kesabaran yang harus dipikul warga Lebanon lebih dari sebelumnya dan AS kepada PM Lebanon Najib Mikati menyampaikan pesan bahwa pemerintahannya tidak memiliki hak untuk menerima bahan bakar Iran di bawah struktur sanksi AS.
Baca Juga : ‘Sarang Singa’ Nablus Bentuk Perwujudan Perlawanan Yang Bersatu
Ini adalah masalah yang telah diprediksikan oleh Sayid Hasan Nasrullah dalam kesempatan wawancaranya dengan al-Mayadeen.
“Tentang minyak masalah bukan ada di kita, akan tetapi pemerintahan Lebanon-lah masalah utamanya. Saya siap mengimpor minyak dari Iran dengan syarat pemerintah Lebanon menerima hal ini. Tetapi tidak ada satupun pihak di Lebanon yang berani melakukan hal ini, karena mereka takut akan sanksi AS versus keluarga mereka. Hari ini mungkin saja perusahaan Rusia atau Iran siap bekerja sama dengan Lebanon, namun keberanian belum ditunjukkan pemerintah,” jelas Sekjen Hizbullah Sayid Hasan Nasrullah.
Surat kabar kondang Lebanon, al-Akhbar melaporan kontra bahkan kecaman keras AS tentang bahan bakar Iran yang diterima Lebanon ini dan menuliskan, “Dalam orasi terakhir, Sayid Hasan Nasrullah menjelaskan kesepakatan perbatasan maritim yang disetujui pada 29 Oktober lalu. Beliau juga mengisyaratkan bantuan bahan bakar Iran ke Lebanon dan menyatakan, “AS tidak membolehkan gas Mesir dan listrik Yordania masuk ke Lebanon dan esok kalian akan lihat apa yang akan mereka katakan tentang hadiah bahan bakar yang diberikan oleh Republik Islam Iran… Hal ini akan segera jelas. Beberapa hari pasca pidato Sekjen Muqawamah Lebanon ini, rezim Amerika Serikat secara resmi mengumumkan bahwa Lebanon tidak boleh menerima hadiah Iran, karena bahan bakar Iran masuk dalam kategori sanksi AS baik gratis maupun diperdagangkan dalam bentuk apapun. Masalah ini didiktekan oleh Washington kepada Tehran pasca keluarnya AS dari resolusi nuklir di periode kepemimpinan Donald Trump di tahun 2018.”
Sementara beberapa sumber kepada al-Akhbar menyatakan bahwa Juni kemarin, saat Sayid Hasan Nasrullah mengabarkan kesiapan Iran dalam menjamin bahan bakar gratis pembangkit tenaga listrik Lebanon, itu dilaksanakan di bawah kesepakatan pemerintah Lebanon. Para petinggi Beirut mengadakan hubungan telpon dengan petinggi AS dan mereka mengetahui bahwa sanksi AS tidak meliputi hadiah, selama tidak ada kesepakatan tunai maupun bukan tunai. Akan tetapi setelah itu, terbongkar bahwa ini bukanlah kebijakan resmi. Sengaja AS memberikan jawaban dua standar demi menjaga keputusan ini agar tidak mempengaruhi perundingan perbatasan maritim Lebanon-Israel. Ketika mediator AS Amos Hochstein ditanya mengenai hal ini, dia tidak memberikan jawaban pasti dan dia kepada Walid Fayyad, Menteri Energi Lebanon menyampaikan bahwa hendaknya hal ini diserahkan kepada Perdana Menteri, karena ini butuh kesepakatan Kabinet. Satu pernyataan yang mendapatkan pujian Dubes AS di Beirut, Dorothy Shea.
Baca Juga : Saudi Keluar Kontrol; Ketika Barat Beri Izin Istana Putar Pemerintahan Brutal
Al-Akhbar menambahkan bahwa secara lahir, Najib Mikati, PM Lebanon, mengetahui keputusan AS dalam hal ini, namun dia juga mengambil satu kebijakan dua standar sebagaimana AS.
Satu kesempatan PM Lebanon menegaskan kelaziman yang diperlukan akan penekanan gratisnya bahan bakar Iran dan di lain kesempatan, PM Najib Mikati juga menekankan tidak adanya kesesuaian bahan bakar Iran dengan spesifikasi perusahaan-perusahaan Lebanon, setelah itu Najib Mikati mendapatkan supresi dan terdesak untuk memutuskan pembentukan tim teknis untuk terbang ke Tehran dan analisis pemutusan satu kebijakan tentang bantuan ini.
Akan tetapi hal ini tidak berjalan mulus begitu saja, masih ada kejanggalan serta syarat yang menjegal upaya dan Najib Mikati akhirnya meminta penambahan kapasitas bantuan demi produksi listrik 8 jam dalam sehari. PM Najib Mikati juga menekankan pengatasan semua masalah politik kepada delegasi yang diketuai oleh Menteri Energi Lebanon ini. Di semua tahap ini, pihak Iran menyadari krisis yang melilit Lebanon dan menunjukkan tanda-tanda kerja sama di tingkat lebih atas.
Di pertengahan September, delegasi Lebanon mengunjungi Iran. Mereka menemui petinggi Iran dan membahas syarat serta identitas bantuan bahan bakar. Kemudian mereka membuat laporan dan mereka juga mengabarkan MoU dengan pihak Iran. Hubungan ini terus berjalan hingga pekan terakhir bulan lalu, sampai akhirnya Iran mengirim draf MoU yang berisikan penekanan akan bantuan bahan bakar tanpa pemungutan biaya yang bertujuan untuk mengangkat Lebanon dalam menghadapi supresi AS.
“Awal bulan ini, Fayyad menyerahkan draf dan detail teknisi kepada PM Lebanon untuk mendapatkan persetujuannya, karena hal ini butuh pada keputusan dalam Kabinet. Ini bukanlah satu keputusan yang bisa diambil oleh seorang Menteri. Dan diketahui bahwa Mikati telah mengadakan hubungan telpon dengan pihak Amerika dan satu kantor hukum di AS mengatakan kepadanya bahwa menerima bantuan Iran juga termasuk dalam sanksi, meskipun gratis,” lapor al-Akhbar.
Media kondang Lebanon tersebut melaporkan bahwa kepada PM Lebanon diberitahukan bahwa mereka harus mengirim surat permohonan kepada Kementerian Keuangan AS untuk meminta surat pengecualian dari sanksi (seperti yang telah dilakukan oleh pemerintahan Irak dalam pembelian bahan bakar Iran untuk pembangkit) sehingga mempersilahkan Lebanon menerima hadiah ini tanpa melanggar satupun sanksi.
Baca Juga : Barang Kiriman Saudi Jatuh ke Tangan Intel Iran
Menurut sumber al-Akhbar, hubungan PM Lebanon dengan AS menunjukkan bahwa pihak Washington tidak akan mengizinkan Beirut menerima bahan bakar Tehran, dengan kata lain, tidak akan dikecualikan dari sanksi. Dan AS terus kontinue menekan Lebanon untuk tidak mengimpor bahan bakar Iran ataupun Rusia.
Krisis Lebanon terus meningkat karena sanksi serta pengingkaran AS, bahkan Samir Geagea, Ketua partai al-Quwat al-Lubnaniyah, musim panas kemarin menuntut kesepakatan atas usulan Sekjen Hizbullah tentang penampungan hadiah bahan bakar dari Iran.
Geagea mentweet, “Saya kira pemerintah Lebanon harus menyetujui usulan Sayid Hasan Nasrullah terkait bahan bakar Iran untuk pengaktifan pembangkit tenaga listrik negara.”
Tahun lalu, Sekjen Hizbullah Sayid Hasan Nasrullah menyatakan setelah padamnya listrik Lebanon, “Sudah ada kesepakatan dengan pihak Iran untuk mengirim bahan bakar.” Hizbullah menegaskan bahwa uang bahan bakar Iran telah dibayar oleh pedagang Lebanon.
Tak lama setelah pengumuman ini, Presiden Michel Aoun menjelaskan pengingkaran janji AS dan menyatakan bahwa dirinya telah mendapatkan telpon dari Dorothi Shea, Dubes AS di Lebanon, di mana Dorothi memberitahukan Presiden bahwa pemerintah AS telah memutuskan impor listrik dari Yordania. Maksud dari janji yang hingga kini belum dilaksanakan ini adalah penolakan impor listrik Iran yang akan mengakibatkan turunnya popularitas Hizbullah.
AS bermanuver seperti ini di saat mereka diam tidak berkutik mengupayakan penyelesaian krisis bahan bakar setahun Lebanon, yang mana menurut pengamatan pakar Lebanon, dengan manuver ini AS ingkar janji kepada bangsa Lebanon.
Baca Juga : Ketika Bin Salman Ancam Iran dengan Perang Dalam Negeri
Kemudian janji Hizbullah terealisasi dan tahun lalu, bahan bakar Iran telah memasuki ibukota Lebanon. Namun demikian, pasca setahun berlalu janji listrik dan gas AS belum juga terendus bahkan ingkar janji ini menyebabkan inflasi Beirut dan harga bahan bakar Lebanon terus naik di tengah blokade keuangan, ekonomi, politik versus bangsa Lebanon dan penolakan pemerintah akan hadiah bahan bakar Iran.