Purna Warta – Adu senjata Saudi di perbatasan wilayah Harad, provinsi Hajjah, Yaman, telah membongkar politik pertukaran peran Riyadh dan Emirat. Strategi ini dilaksanakan pasca kekalahan Emirat di provinsi Shabwah yang telah mengguncang nasional UEA. Pasukan bersenjata Sanaa di siang bolong mengoperasikan manuver stabilitas dan penguatan dirinya lalu bersiap membalas semua agresi dari arah manapun.
Baca Juga : Manuver Bahrain dengan Visa Emas: Menarik Investor atau Reformasi Sosial?
Di Balik Agresi Saudi di Perbatasan Harad, provinsi Hajjah
Surat kabar al-Masirah, 13/2, mengupas perhitungan ini dan menuliskan, “Panasnya serangan rezim Saudi ke perbatasan Harad, di Hajjah, dilakukan tak lama setelah Emirat mendapatkan perintah dari Amerika Serikat dan Israel untuk bermanuver di medan Shabwah. Operasi ini dicetuskan untuk mengurangi tekanan atas pasukan bayaran di provinsi Ma’rib yang dibarengi dengan peningkatan blokade sebagai pengganti serangan udara koalisi ke beberapa provinsi yang telah menewaskan banyak sipil Sanaa.”
Alasan Emirat Masuk ke Medan Yaman
Menurut analis al-Masirah, masuknya Emirat ke medan Yaman ini bisa dibaca dari berbagai sisi. Salah satu sisi yang paling urgennya adalah satu fakta akan kebuntuan yang dihadapi Saudi. Bahkan AS tidak mampu berbuat apa-apa. Dengan demikian, Washington butuh pada perubahan taktik di antara antek-anteknya untuk menyerbu Yaman.
“Namun gerak Emirat ini mengandung bahaya yang sangat mengerikan. Abu Dhabi langsung mendeklarasikan instabilitas karena pasukan bersenjata Sanaa. Satu balasan yang dioperasikan dengan serangan drone berkualitas yang belum pernah terjadi sebelumnya hingga menguncang ekonomi UEA dan langsung menyeretnya ke ujung jurang. Runtuhnya pasar bursa dan kekhawatiran yang terus meningkat para investor asing telah mengumandangkan opini kekelaman yang tidak akan bisa dihindari oleh Emirat,” tulis al-Masirah.
Baca Juga : Konferensi Wina, Demi Keputusan Akhir atau Kepuasan Israel?
Strategi Emirat Langsung Menghadapi Kebuntuan
Secepat kilat, al-Masirah memprediksikan kekalahan yang dialami Emirat. Karena janji Amerika dan Israel untuk menjaga Emirat, maka Arab Saudi kembali terjun ke medan. Gerakan ini merupakan salah satu bukti akan kekalahan dan kebuntuan yang dihadapi Emirat.
Para analis meyakini bahwa upaya para pasukan bayaran atau proxy untuk mengepakkan pasukannya ke wilayah Harad di potongan waktu ini mengalami kebuntutan karena keresahan Emirat yang sangat ketakutan menghadapi krisis ekonomi yang menjerat.
Memberi Abu Dhabi Waktu Untuk Memerankan Peran Washington-Tel Aviv
Al-Masirah melanjutkan analisanya bahwa peningkatan agresi Saudi menunjukkan beberapa catatan:
Pertama: Emirat tidak mampu menerima beban serangan Yaman dalam jangka panjang. Dalam artian bahwa detik ini juga Emirat harus undur diri dari Yaman.
Akan tetapi, banyak tanda-tanda yang mengungkapkan desakan serta supresi Amerika-Israel kepada Emirat agar terus menyerang. Ini berartikan desakan ke pihak Saudi untuk menyerang, hanya diupayakan untuk merubah perhitungan, tapi tidak memiliki arti memberikan kesempatan pada Emirat untuk bernafas ataupun mengamankannya.
Berdasarkan hal ini, maka perubahan taktik merupakan bukti akan kerancauan dan kebingungan koalisi di kantornya. Karena semua upaya yang dilakukan hingga saat ini hanyalah satu manuver pembagian kuantitas kerugian dan bahaya antara Emirat dan Saudi tanpa adanya secuilpun keuntungan dan jalan keluar.
Ini bermaknakan bahwa Amerika Serikat hanya berupaya untuk memperpanjang pendudukan setelah menutup semua pintu. Dengan demikian, maka Saudi dan Emirat hanya akan menjadi korban dalam taktik yang terus diputar di antara mereka berdua.
Baca Juga : Perangkat Lunak AS, Bagaimana Menggalakkan Propagandanya Versus Iran?
Pasukan Pertahanan Yaman
“Washington dengan strategi ini seakan-akan ingin mengatakan bahwa mereka mampu mengontrol pertahanan Yaman. Namun sebenarnya, ini hanyalah taktik bertahan yang bertujuan untuk mengontrol situasi atau mendiktekan perhitungan. Politik pembagian tugas dan pertukaran peran antara Saudi dan Emirat tidak pernah membuahkan hasil sejak pertama dioperasikan. Yang selalu terjadi adalah pasukan Sanaa yang selalu mendikte garis pertahanan Washington, Riyadh dan Abu Dhabi,” tulis al-Masirah dalam analisanya.
Pasukan Yaman telah membuktikan fakta ini sedari operasi versus Emirat, karena balasan Sanaa sangatlah keras, kuat dan tinggi. Ini membuktikan persiapan penuh pasukan Sanaa. Fakta ini bertentangan dengan gelagap yang menjangkiti Emirat dan sekutunya pasca 3 agresi.
Kedua: Serangan balasan Yaman ke Arab Saudi tidak pernah berhenti selama periode pendudukan. Meskipun Emirat merupakan salah satu pihak paling mencolok dalam perang ini, tetapi pasukan Sanaa tetap mampu merespon serangan kedua kedaulatan sekaligus.
Baca Juga : Perjuangan Panjang Maryam Khotun, Transseksual Pertama di Iran
Kegagalan Strategi Pergantian Peran Emirat-Saudi
Fakta-fakta lapangan memperlihatkan bahwa politik pergantian peranan tidak lagi berbuah positif, bahkan tidak mampu mempertahankan satu pihak sekalipun. Karena pertahanan Yaman dioperasikan untuk kontrol strategi perang jangka panjang dan blokade.
Ini berartikan bahwa upaya merubah atau mengganti alat dan peran tidak bisa membangun jalan keluar akan kekalahan koalisi pendudukan dan manajemen mereka, tidak mampu menciptakan kesempatan ataupun kemungkinan baru yang bisa digunakan. Karena semua itu hanyalah satu strategi darurat untuk lari dan berlindung dari poin-poin Yaman.
Dengan kata lain, meskipun pasukan pertahanan Yaman tidak mengontrol langsung jalan-jalan keluar koalisi, tetapi mereka sudah membatasi dan mengurangi opsi lawan, hingga akhirnya sisa opsi aliansi Saudi hanya berupa penantian dan nir-poin.
Dengan kesiapan tingkat tingginya, Sanaa siap membalas semua kemungkinan. Karena inilah, pengaruh hanya ada di tangan Yaman dan semua siasat Amerika untuk memporak-porandakan perhitungan akan terus mengalami kegagalan.
Baca Juga : Manuver Bahrain dengan Visa Emas: Menarik Investor atau Reformasi Sosial?
Di akhir, al-Masirah menuliskan, “Dari sisi ini, peningkatan agresi Saudi tidak akan pernah mengamankan Emirat. Begitu juga sebaliknya, agresi Emirat tidak akan pernah melindungi Saudi dari balasan Yaman. Yang bergulir sekarang adalah kesempatan sempit yang menghimpit dan semakin menekan. Dukungan AS-Israel juga gagal. Harapan mengontrol Yaman tidak bisa terealisasi tanpa pengakhiran agresi pendudukan dan blokade. Tidak butuh pada penegasan baru bahwasanya jalan keluar perang adalah diskusi dan perundingan praktis dengan faktor penentu perdamaian yang dijelaskan Sanaa, karena yang menakutkan Saudi dan Emirat saat ini adalah supresi serta dikte AS-Israel untuk terus melanjutkan pendudukan dan blokade tanpa memperhatikan bahaya.”