Armita, Hasutan Baru Musuh Iran yang Mirip Kasus Mahsa Amini

Purna Warta – Seorang gadis berusia 16 tahun, Armita Geravand, yang kehilangan kesadaran di dalam kabin metro pada hari Minggu (1/10) saat dalam perjalanan ke sekolah telah berubah menjadi alat baru bagi aktivis anti-Iran dan politisi Barat yang berusaha memicu kehebohan di Iran, setahun setelah kerusuhan terjadi di dalam negeri setelah kematian Mahsa Amini yang menghebohkan.

Baca Juga : Negara-Negara Islam Harus Dukung Perlawanan Palestina

Rekaman CCTV yang dirilis kantor berita resmi Iran IRNA menunjukkan pelajar bernama Armita Geravand ditarik keluar dari kereta oleh teman sekolahnya beberapa saat setelah masuk metro. Selain teman-teman Armita dan seorang wanita dewasa, yang kemudian diketahui adalah seorang perawat, mengelilingi tubuhnya yang tidak sadarkan diri di lantai. Tampak penumpang lain terlihat bergegas menuju kabin dengan tergesa-gesa untuk mencapai tujuan.

Setelah banyak kegagalan dalam upaya membuat Iran merasa tidak aman pada tahun lalu, media asing yang disponsori oleh Israel, Amerika Serikat, dan negara-negara Barat lainnya berupaya memanfaatkan sebaik-baiknya dampak yang dapat ditimbulkan oleh insiden tak terduga tersebut.

Sekali lagi, para aktivis anti-Iran dan politisi Barat tampaknya telah menemukan titik temu. Misinya adalah untuk memicu kerusuhan yang gagal mereka bangkitkan kembali pada bulan September ini. Sarananya tidak penting; mirip dengan kebohongan dalam kasus Mahsa Amini, hoax dan tipu daya apa pun dapat digunakan untuk mencapai tujuan. Tidak peduli bukti yang menunjukkan sebaliknya, seorang remaja yang tidak bersalah diubah menjadi korban agar tujuan politik Barat dapat terpenuhi.

Menurut propaganda Barat melalui jaringan media internasionalnya, Armita dipukuli sampai mati sama seperti Mahsa Amini. Meski tidak ada bukti sama sekali,  tanpa laporan saksi mata, dan rekaman keamanan yang dapat membuktikan bahwa para pendukung narasi Barat itu benar, media-media nasional Indonesia ramai-ramai melansir berita hoax tersebut. Apa redaktur media-media itu tahu, dengan ikut-ikutan menyebarkan hoax, itu sama saja ikut andil terhadap banyaknya darah harus tertumpah dan lebih banyak nyawa harus dihilangkan demi menjamin kepentingan Barat.

Baca Juga : Ansarullah Menanggapi Operasi Badai Al-Aqsa

Keluarga dan Teman-Teman Armita yang Memberikan Kesaksian

Orang tua Armita telah melakukan wawancara dengan media Iran dan mengonfirmasi bahwa putri mereka mengalami gangguan tekanan darah sehingga tiba-tiba tidak sadarkan diri. Saat terjatuh, kepalanya terbentur peron metro dalam perjalanan ke sekolah. Pasangan tersebut meminta doa dan menekankan bahwa tidak ada gunanya menimbulkan kontroversi mengenai keadaan putri mereka. Teman-teman yang mendampingi Armita di metro yang menjadi saksi atas kejadian tersebut, juga mengulangi narasi yang sama.

CEO Perusahaan Operasi Metro Teheran dan seorang pekerja yang hadir pada saat kejadian juga telah angkat bicara mengenai insiden tersebut dan dengan tegas menolak klaim bahwa Armita terluka akibat tindakan kekerasan oleh aparat kepolisian.“Hari ini berdasarkan tugas moral dan organisasi saya mengunjungi Armita. Tenaga medis sudah berusaha semaksimal mungkin dan kondisi Armita sepertinya sudah membaik,” kata sang CEO saat menjenguk pelajar Iran tersebut di rumah sakit.

Namun insiden pingsannya gadis muda Armita tersebut, oleh narasi Barat berubah menjadi peluang lain untuk kembali mengacaukan kondisi stabil negara Mullah tersebut.

Baca Juga : Hossein Salami Kutuk Serangan Teroris di Homs

Sorak sorai dari pihak oposisi anti-Iran terkait kasus Armita

Mendengar bahwa seorang gadis muda berada dalam kondisi lemah dan berjuang untuk mendapatkan kembali kesehatannya pasti membuat sedih siapa pun. Namun bagi kelompok oposisi garis keras yang ingin melihat Iran hancur, insiden apa pun yang tidak menguntungkan bisa dianggap sebagai sebuah berkah. Tanpa satupun bukti, kelompok oposisi yang berada di Barat mulai mengklaim bahwa pelajar tersebut kehilangan kesadaran setelah dibogem mentah oleh polisi. Beberapa tokoh yang muncul di siaran anti-Iran bahkan sampai menyatakan bahwa siswi tersebut dipukuli sampai meninggal. “Kami kehilangan Mahsa Amini setahun yang lalu dengan cara yang sama. Jelas sekali mereka membunuh gadis muda lainnya karena hijab,” kata seorang analis di Iran International, salah satu stasiun TV yang anti Iran.

Semua tokoh oposisi Iran yang terkenal juga dengan cepat menggunakan media sosial untuk sekali lagi mendorong kekerasan di negara tersebut. “Hatiku hancur. Tepat pada peringatan satu tahun pembunuhan Mahsa Amini di tangan polisi moral, gambaran mengerikan ini muncul dari Armita Geravand, gadis berusia 16 tahun yang koma di Iran setelah dilaporkan berkonfrontasi dengan polisi moral di Teheran. Aku menangis…,” kata Masih Alinejad di X sambil memposting gambar Armita yang diduga terbaring di ranjang rumah sakit. Belakangan terungkap bahwa gambar yang kini beredar online itu milik orang lain, dan bukan foto Armita.

Baca Juga : Hamas Tegaskan Operasi anti-Zionis adalah Respon terhadap Penodaan al-Aqsa

Barat kembali berambisi mengulangi kisah Mahsa Amini

Politisi Barat dengan cepat ikut campur dan melontarkan tuduhan yang mengingatkan kembali pada pernyataan yang terus-menerus mereka sampaikan tahun lalu. “Sekali lagi seorang wanita muda di Iran berjuang untuk hidupnya. Hanya karena dia memperlihatkan rambutnya di kereta bawah tanah,” tulis Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock pada hari Selasa (3/10).

Utusan khusus Washington untuk Iran selanjutnya ikut serta dan menyalahkan pihak berwenang di Iran. Berbicara di X, Abram Paley mengaku “prihatin” dan “khawatir” dengan klaim yang tidak didukung bahwa Armita terlibat dalam konfrontasi dengan polisi. “Kami terus mendukung rakyat Iran yang pemberani,” tulisnya sambil mungkin melupakan sanksi yang melumpuhkan yang diterapkan AS terhadap Iran yang terus membebani kehidupan jutaan warga Iran setiap hari.

The Guardian juga tetap memilih untuk tidak menampilkan kesaksian teman-teman Armita dan beberapa penumpang lain yang melihatnya di hari dia pingsan dan terus melontarkan informasi yang dikarang sendiri. Surat kabar tersebut mengklaim telah berbicara dengan dua saksi mata yang mengatakan bahwa Armita telah didorong oleh seorang perempuan yang bertugas sebagai polisi moral penegak hijab. “Wanita bercadar itu berteriak padanya dan bertanya mengapa dia tidak menutupi rambutnya. Pertengkaran mereka kemudian berubah menjadi kekerasan. Polisi moral itu mulai menyerang Armita secara fisik dan … mendorongnya dengan kasar,” The Guardian mengutip seorang saksi mata yang tidak disebutkan namanya mengacu pada periode tiga detik Armita di kabin metro yang tidak tertangkap kamera CCTV.

Baca Juga : Netanyahu Tuding Iran Pelaku Asli Kekacauan di Tepi Barat

Bagaimana dengan pasien sekarat di Barat?

Alih-alih membuat pernyataan intervensionis dan mengungkapkan “keprihatinan yang tidak tulus” terhadap perempuan di Iran, Teheran pada hari Kamis mendesak negara-negara Barat untuk khawatir terhadap gelombang serangan yang akan merugikan sektor kesehatan mereka.

Nasser Kanaani, juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, mengatakan Amerika Serikat, Inggris, dan Jerman sebaiknya khawatir terhadap serangan yang dilakukan oleh para profesional medis mereka, Nasser Kanaani, juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, mengatakan dalam sebuah postingan di X pada hari Kamis.

“Daripada memberikan komentar yang bersifat intervensionis dan bias serta mengungkapkan keprihatinan yang tidak tulus terhadap perempuan dan anak perempuan Iran, Anda sebaiknya khawatir terhadap petugas kesehatan, pasien, dan penanganan situasi mereka di AS, Jerman, dan Inggris,” kata Kanaani dalam postingan X.

Selain itu, Kanaani menyertakan laporan berita Reuters dalam pesannya, yang mengatakan bahwa pada hari Rabu lebih dari 75.000 serikat pekerja di Kaiser Permanente memulai pemogokan pekerja layanan kesehatan terbesar selama tiga hari dalam sejarah AS. Pemogokan ini dapat berdampak pada lebih dari 13 juta orang.

Di Inggris, dilaporkan lebih dari 120.000 orang meninggal saat berada dalam daftar tunggu tahun lalu. Situasi serupa juga terjadi di Jerman. Namun para pemimpin negara-negara Barat ini malah memutuskan untuk fokus mengambil keuntungan dari insiden seorang gadis yang tidak sadarkan diri karena gangguan tekanan darah yang terjadi bermil-mil jauhnya dari negera-negara mereka.

Baca Juga : PBB Kutuk Aksi Terorisme di Akademi Militer Suriah di Homs

Akankah Iran diguncang gelombang kerusuhan lagi?

Armita dikabarkan koma. Terlepas dari kenyataan menyedihkan atas apa yang terjadi pada gadis muda tersebut, posisi media anti-Iran saat ini dan beberapa politisi Barat yang bekerja sama dengan mereka sebenarnya sudah bisa diduga.

Pemerintahan Presiden Ebrahim Raisi telah berhasil meredam kerusuhan tahun 2022. Ketidakamanan yang sempat terjadi di dalam negeri Iran pada tahun lalu terbukti juga sangat buruk bagi perekonomian. Harga melonjak seiring nilai mata uang Iran, rial, mulai turun. Raisi berhasil menurunkan inflasi yang disebabkan oleh kekacauan dengan mengambil beberapa langkah fiskal yang membantu negara tersebut mengalami perekonomian yang relatif tenang selama beberapa bulan.

Setelah gagal menghidupkan kembali kerusuhan September 2022 tahun ini, negara-negara Barat sangat ingin menciptakan titik ketegangan baru di Iran. Kesibukan diplomasi Iran dan kemajuan diplomasinya yang berulang kali terjadi pada tahun lalu juga menjadi sumber kekhawatiran bagi para politisi Barat. Mereka telah membuka hambatan dalam upaya mereka untuk membuat Iran merasa tidak aman dan tampaknya tidak mungkin bagi mereka untuk mundur dalam waktu dekat.

Namun Iran tampaknya telah memetik pelajaran berharga dari masa-masa sulit yang dialaminya tahun lalu. Kali ini, pemerintah dengan cepat memberikan bukti kepada masyarakat tentang apa yang sebenarnya terjadi. Rakyat Iran juga harus mengetahui wajah asli dari apa yang disebut sebagai jurnalis dan aktivis hak asasi manusia yang tinggal di luar negeri, yang satu-satunya keinginan mereka adalah bisa menikmati pakaian yang berlumuran darah orang-orang Iran yang tidak bersalah, sembari mengeruk keuntungan dari hoax yang mereka sebar di akun-akun medsos mereka.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *