Purna Warta – Pasca ancaman Presiden Turki dan peringatan eks Jenderal Yunani, sekarang ada pertanyaan, apakah Ankara akan menyerang Athena setelah perang mulut ini?
Setelah Turki menuduh Yunani mengirim senjata ke 12 pulau di laut Aegea, dekat wilayah perbatasan Ankara dan perselisihan kedua pihak dalam berkas eksploitasi gas alami di laut Mediterania, perang mulut antara Turki-Yunani, dua anggota NATO, semakin memanas.
Al-Jazeera dalam analisanya hari Selasa, 21/6, menuliskan, “Konflik ini sampai menarik eks Jenderal Yunani, Giannis Egolfopoulos melontarkan peringatan serangan ke jantung Istanbul, dan Ankara-pun meradang. Kritik paling panas berasal dari sosok pemimpin gerakan nasionalis Turki, Devlet Bahceli yang mengatakan bahwa sepertinya Yunani melupakan sejarah nenek moyang mereka yang terkubur di laut Aegea.”
Surat kabar Qatar ini melanjutkan bahwa setelah tuduhan Kyriakos Mitsotakis, PM Yunani, di depan Kongres AS terhadap Turki, yang merusak stabilitas kepulauan Siprus sehingga menuntut larangan penjualan jet tempur F-16 ke Ankara, adu mulut semakin membara.
Erdogan dan Ultimatum
Recep Tayyip Erdogan, Presiden Turki di tengah latihan militer, dalam menjawab pernyataan PM Yunani menjelaskan, “Negeri ini sangatlah serius dalam persiapannya membalas setiap manuver Yunani. Athena harus menyadari batasannya dan terus memegangnya.” Karena pernyataan ini, opini mengenai adu jotos militer antara Turki versus Yunani semakin liar.
Opsi Militer
Di bawah perang psikolgis, salah satu pensiunan Jenderal Turki menyatakan bahwa perang antara Turki dan Yunani tidak bisa dielakkan. Angkatan Udara Turki haruslah kuat.
“Namun kami harus menguatkan Angkata Udara, karena perang apapun yang terjadi di antara dua negara, Angkatan inilah yang menjadi poin penentu. Sebagaimana kami jika tidak berhasil mendapatkan pesawat tempur mutakhir, maka sisi neraca akan memihak Yunani,” tambahnya kepada media Turki.
Namun demikian, salah seorang pakar militer dan keamanan asal Ankara menolak segala jenis indikasi perang, lalu menjelaskan bahwa Athena bersandar pada dukungan Barat dalam perang mulut ini.
“Yunani tidak akan pernah berhadapan langsung dengan Turki karena perbedaan yang cukup signifikan kedua negara,” yakinnya.
“Ankara menuntut Athena untuk menjalankan resolusi tahun 1923 Lausanne, Swiss, serta resolusi 1947 Paris, Prancis, agar mengosongkan pulau-pulau itu dari militer,” tambahnya. Dia juga menerangkan bahwa Athena juga menegaskan realisasi resolusi ketika itu di hadapan kekuatan besar dunia.
Provokasi Yunani
Sementara Bekir Atacan, salah seorang analis politik kondang berdarah Turki, meyakini bahwa siasat Yunani bertentangan dengan resolusi Lausanne dan Paris. Khususnya dalam upayanya memperluas batas udara hingga 12 mile. Ditambah resolusi maritim PBB yang berisikan tuntutan kesepakatan dua negara tetangga terkait hal ini.
Dalam wawancaranya dengan al-Jazeera, Atacan menjelaskan, “Turki selalu berupaya menggunakan Bahasa diplomatis dan dialog, mencegah diri menyulut api dengan Yunani.”
Tapi, menurutnya, Turki melihat pintu tertutup dialog dan bersiap menghadapi semua manuver.
Menurut analisanya, “Sebagian negara-negara Uni Eropa bahkan Amerika Serikat berusaha menarik Yunani dalam permainan ini. Menjerumuskannya dalam konflik abadi versus Turki demi realisasi kepentingannya di Kawasan. Dan Athena termakan siasat dukungan lisan ini.”
Hak Pemerintahan
Sementara di pihak lain, analis asal Yunani Taki Berberakis dalam wawancaranya dengan media Istanbul mengungkapkan bahwa opini mengenai perang Ankara versus Athena di tengah politikus, bahkan sipil Yunani semakin liar dalam beberapa hari terakhir.
Dia mengisyaratkan dukungan penuh rakyat Yunani atas kebijakan pemerintah mempersenjatai pulau-pulau di laut Aegea dan menambahkan, “Opini umum yang diyakini di Yunani adalah mempersenjatai pulau-pulau ini merupakan salah satu hak pemerintahan Athena dan berasaskan piagam PBB.”
Keputusan mempersenjatai 12 pulau ini didasarkan pada pasal 51 piagam PBB yang berisi penegasan akan hak pertahanan diri. Karena pemerintah sudah berkali-kali mengumumkan bahwa keputusan ini direalisasikan karena ancaman Turki. Militer kelautan Aegea bisa menggunakan kapal bersenjata dan mengirim pasukan ke garis pantai daerah maritim ini.
Oposisi Turki
Di sela pertarungan psikologis Ankara vs Athena, oposisi Turki juga terjun ke medan. Partai-partai oposisi Ankara menuduh partai penguasa, yaitu partai Keadilan dan Pembangunan tidak memperhatikan pulau-pulau di laut Aegea.
“Erdogan dan pemerintahannya tidak mengambil kebijakan lazim di kesempatan yang pas. Dan Yunani telah meningkatkan upaya mempersenjatai pulau-pulau ini pasca anggota-anggota partai menguasa pada tahun 2002,” tegas mereka.
Mustafa Balbay, eks anggota partai oposisi menjelaskan bahwa Yunani telah menambah pengiriman senjata ke pulau-pulau terdekat dengan perbatasan Turki sejak tahun 2004. Bahkan mereka membangun pemukiman warga di sana.
“Pemerintahan partai Keadilan dan Pembangunan saat itu kemana? Kenapa pemerintahan Erdogan tidak mengambil langkah pencegahan?,” tanyanya meneruskan. Bahkan menurut Balbay, pernyataan terakhir Presiden Erdogan, yang protes akan manuver Yunani, menganggap keputusan Athena dalam mempersenjatai 12 pulau ini sebagai propaganda atau tepatnya kampanye media untuk persiapan Pemilu Presiden yang dijadwalkan Juli 2023 depan.
Kolonialisme Hakiki
Balbay meyakini bahwa mempersenjatai 12 pulau di laut Aegea sama dengan langkah penjajahan sebenarnya. Khususnya setelah Athena memutuskan untuk memfasilitasi pemukiman untuk warga di wilayah ini. Jadi dia menuntut Presiden Turki untuk fokus dalam masalah penjajahan atau kolonialisme dalam perundingan dengan petinggi negara bersangkutan.
Selain menuntut keputusan lazim yang seharusnya diambil dalam urusan ini, eks Anggota Parlemen Turki ini menegaskan persiapan yang harus dibangun terkait opsi militer dan menerangkan, “Jika terjadi perang senjata, Turki tidak akan hanya melawan Yunani, tetapi melawan beberapa penguasa dunia, khususnya Amerika.”
Dalam beberapa waktu terakhir ini, AS telah membangun sejumlah basis militer di pulau-pulau dekat dengan Turki, di batas wilayah Yunani.