Apakah Putin Mampu Merubah Peta Pertarungan di Tehran?

Apakah Putin Mampu Merubah Peta Pertarungan di Tehran?

Purna Warta – Media Qatar mengupas target khusus Presiden Rusia, Vladimir Putin, dalam kunjungannya ke Tehran pada hari Selasa dan menulis bahwa dengan menawarkan pengembangan kerja sama strategis kepada Iran, Rusia fokus pada upaya perubahan kaedah main versus Amerika Serikat.

Selasa, 19/7, Tehran menjamu dua Presiden, Turki dan Rusia. Meskipun mereka dijamu terpisah oleh para petinggi Iran, namun dalam konferensi segitiga bersama, ketiga Presiden membahas urusan urgen yang berkaitan erat dengan tiga kedaulatan.

Menurut pengamatan pakar politik, alasan paling rasional yang dimiliki oleh Presiden Vladimir Putin dalam kunjungan luar negerinya yang kedua ini selama perang Ukraina adalah upaya menemukan dukungan Iran untuk menghadang sanksi-sanksi aktif versus Moskow pasca perang Ukraina, berupaya mengembangkan kerja sama strategis bersama Tehran dan juga mengupayakan Turki agar jauh dari Barat meskipun ada banyak kontra antara Ankara-Kremlin.

Baca Juga : Pejabat Senior Bahrain Dipecat Karena Menghina Duta Besar Israel

Konferensi Tehran Bukan untuk Membalas Konferensi Jeddah

Al-Araby al-Jadeed, media asal Qatar ini dalam catatannya mengenai target khusus Presiden Putin menuliskan, “Konferensi Selasa, 19/7, di Tehran ini adalah konferensi dalam struktur upaya perdamaian Suriah. Jika bukan karena perkembangan situasi ini, bisa dikatakan bahwa konferensi ini tidak terlalu berarti. Dilihat dari segi waktu di mana konferensi Tehran dilakukan satu hari setelah konferensi Jeddah yang dimeriahkan AS bersama para sekutu Arabnya, sebagian analis meyakini bahwa saat dikatakan bahwa konferensi Tehran merupakan jawaban atas konferensi Jeddah, ini tidak memiliki analisis realistis.”

“Khususnya ketika melihat Rusia yang sepertinya lebih dekat dengan satu kesepakatan bersama Saudi dan memiliki hubungan kuat dengan Emirat serta dengan hampir semua negara-negara partisipan konferensi Jeddah, yang hingga saat ini, negara-negara ini masih enggan untuk mengecam Kremlin dan mengakhiri perjanjian OPEC Plus sebagaimana yang dituntut Washington,” tambah analis al-Araby al-Jadeed.

Baca Juga : 17 Agresi Rezim Israel ke Suriah Sejak Awal 2022

Urgenitas Konferensi Tehran

Dalam analisanya kali ini, al-Araby al-Jadeed menorehkan, konferensi Tehran merupakan konferensi pertama perdamaian setelah perang Ukraina sejak Februari lalu. Meskipun konferensi hanya difokuskan untuk urusan Suriah, namun itu dilakukan di saat tidak ada satupun pihak yang berharap akan fokus konferensi yang hanya tertuju pada agenda kerja Damaskus. Khususnya setelah serangan Turki di utara Suriah yang tidak lagi mendapatkan dukungan dan tumbuhnya masalah baru yang lebih urgen terkait perang Ukraina, program nuklir Iran dan banyak masalah lainnya terkait energi, makanan dan krisis-krisis lainnya yang menjadi fokus kerja para petinggi negara-negara ini yang juga memiliki harapan serta penantian berbeda-beda.

Analis al-Araby al-Jadeed meyakini bahwa meskipun konferensi dijamu oleh Tehran, namun sepertinya Rusia yang paling butuh pada hal ini. Alasannya adalah krisis Ukraina dan sanksi yang dijatuhkan ke pundaknya, hingga membuat Rusia butuh pada Turki dan Iran lebih dari sebelumnya.

Baca Juga : Bennett Tolak Tawaran Jabatan Menlu Israel

Rusia akan Berikan S-400 ke Iran?

Berdasarkan fakta inilah Rusia berharap kerja samanya dengan Iran ditingkatkan hingga tahap strategis, setelah mereka menggunakannya untuk tawar-menawar di kancah internasional. Karena hubungan buruknya dengan Barat, kemungkinan Moskow mengajukan satu persekutuan strategis kepada Tehran sehingga mereka akan lepas tangan dari segala upaya untuk memperbaiki hubungannya dengan Barat di bawah struktur upaya menghidupkan JCPOA.

“Satu hal terakhir yang menjadi harapan Rusia adalah pemerintah Joe Biden mampu membangun satu kesepakatan strategis yaitu resolusi nuklir yang nantinya bisa mengembalikan Iran ke pasar dunia, menurunkan harga bahan bakar, mempermudah pembagian minyak Rusia dan memperbaiki situasi dalam negeri AS,” tulis analis al-Araby al-Jadeed.

Selanjutnya al-Araby al-Jadeed juga tidak menutup kemungkinan Rusia menawarkan senjata kepada Iran di tengah pertarungannya dengan AS.

“Yang hingga kemarin mereka masih enggan untuk menewarkannya, seperti sistem pertahanan rudal S-400. Jika Iran memiliki sistem ini, maka Tehran bisa merubah semua parameter perundingan program nuklir, bahkan mampu membangun sistem pertahanan kuat untuk fasilitas nuklirnya yang masih riskan serangan udara,” hemat al-Araby al-Jadeed.

Baca Juga : Sayid Hasan Nasrullah: Israel Sadar Setiap Gerak Versus Lebanon, Pasti Dibalas

Putin Rubah Kaedah Main Tehran dan Washington?

“Perubahan ini memiliki efek urgen dalam hubungan Rusia, Israel dan Barat. Imbasnya juga menghancurkan semua jalan kembali ke perjanjian nuklir, karena semua kaedah main perundingan Washington dan Tehran akan berubah. Sementara berdasarkan analisa AS, Rusia mungkin akan menggunakan drone Iran dalam perang Ukraina. Jadi dua negara yang termakan sanksi AS ini akan berusaha bersama-sama untuk saling berkoordinasi untuk menghancurkan sanksi dan meningkatkan potensi perdagangannya. Jauh dari sistem dagang dolar, kedua kedaulatan akan bereksperimen dagang meskipun situasi keduanya tidak terlalu mendukung karena yang dibutuhkan satu dari mereka, tidak ada di dua negeri masing-masing,” hemat al-Arabi al-Jadeed.

Alasan Turki Aktif dalam Konferensi Tehran

Di akhir, media kondang Qatar ini membahas tentang Turki dan perannya di tengah konferensi, lalu mencatat, “Terkait Turki, pazel ketiga konferensi Tehran, ada kemungkinan bahwa Moskow, meskipun banyak kontra dengan Ankara, berupaya menjauhkan Turki dari Barat. Khususnya di potongan waktu kali ini di mana Ankara mendukung Kiev, namun masih enggan menjatuhkan sanksi versus Rusia. Ini merupakan saksi akan satu hal bahwa Turki tidak bisa bekerja tanpanya.”

Dengan meletakkan satu kaki di poros Tehran-Moskow dan satu kaki lainnya di poros AS, Turki mengambil untung. Karena strategi ini membuat pihak sengketa butuh pada Turki, sehingga hal inilah yang membuat Ankara memiliki poin khas ini. Ketika mata fokus pada upaya Ankara untuk mendapatkan kesepakatan ekspor biji-bijian dari Ukraina, namun di saat yang sama, mereka harus mendapatkan jawaban positif Rusia. Jadi apakah Presiden Putin memberikan hadiah kesepakatan ini kepada Presiden Erdogan?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *