Andai Saja Namanya Bukan Jalur Gaza

Jalur Gaza

Purna Warta – Afrika Selatan dengan heroik berhasil mengajukan tuntutan terhadap Israel karena melakukan genosida di Jalur Gaza ke Mahkamah Internasional di Den Haag. Tuntutan tersebut diterima oleh Mahkamah Internasional dan mendapat validasi yang secara resmi memvonis Israel bersalah atas tindakan genosida terhadap masyarakat Palestina di Jalur Gaza. Akan tetapi, di tengah hingar bingar kabar kolosal ini, ada sesuatu yang janggal. Mahkamah Internasional tidak mengeluarkan perintah yang memaksa Israel menghentikan serangannya ke Jalur Gaza.

Baca Juga : Massa Anti-Netanyahu Berunjuk Rasa di Tel Aviv

Jika diperhatikan, putusan Mahkamah Internasional yang mengecewakan itu tidak hanya soal kegagalan mereka mendesak Israel untuk menghentikan agresinya tapi juga sejumlah poin lain yang dinilai gagal menindak rezim yang melanggar 45 butir konvensi internasional ini. Padahal, Irak yang notabene hanya dengan tuduhan melanggar 2 butir konvensi internasional saja sudah berhak untuk diinvasi, dibombardir dan diratakan dengan tanah. Mengapa ini terjadi?

Alasannya adalah, apapun yang terjadi, Israel tetap dianggap memiliki hak untuk membela dan mempertahankan dirinya. Sebutan genosida untuk ‘perang’ yang terjadi di Jalur Gaza adalah sebutan yang keterlaluan dan ujaran kebencian sebagaimana yang dikatakan oleh PM Israel, Benjamin Netanyahu sendiri. Layaknya beo, para pemimpin negara-negara kelas satu serta opini publik internasional mengamini pernyataan konyol Netanyahu soal pembelaan diri Israel. Israel adalah satu-satunya entitas yang dapat mengebom empat negara namun tetap dianggap sebagai korban.

Tapi apa jadinya jika lokasi, pelaku serta korban kejahatan manusia dan genosida terbesar abad ini terbalik, atau setidaknya berbeda. Apa jadinya jika nama penjara ruang terbuka (open air) terbesar di dunia ini bukanlah Jalur Gaza, apakah sikap dunia masih sama? Apa jadinya jika dua juta penduduk, wanita dan anak-anak yang terusir dari kampung halaman dan digiring ke seonggok tanah yang dikelilingi tembok ini layaknya kamp konsentrasi raksasa ini bukanlah orang-orang Palestina? Apakah opini publik internasional masih sama?

Baca Juga : Tanggapi Putusan Pengadilan Dunia, Israel Larang Maskapainya ke Afsel

Bayangkan sejenak jika orang-orang Arab menyerang Inggris, mengusir penduduk aslinya, mengambil alih tanah mereka dan menyebut negara itu dengan misalnya “Arabistan” dan mengklaim bahwa mereka adalah penduduk asli wilayah tersebut. Penduduk asli Inggris yang tercampakkan itu ditempatkan di seonggok wilayah yang kita sebut saja dengan “Jalur Bristol”.

Di Jalur Bristol ini seluruh penduduk asli Inggris dipaksa harus menjalani kehidupannya dengan penindasan yang paling keji, diperlakukan tidak manusiawi, dikontrol dengan pengawasan ketat, dan rutinitas hariannya adalah dibom, disiksa, dipukul, diperkosa dan digempur sementara media internasional melabeli mereka sebagai teroris karena mereka berusaha membela dirinya.

Padahal disisi lain, mereka selalu menjadi sasaran segala bentuk kejahatan perang. Meski begitu, tidak ada yang mendukung mereka. Aktivis-aktivis dunia datang ke Jalur Bristol, mengadvokasi dan menjadi jurnalis sukarela bagi mereka, namun suara-suara mereka tak lebih dari keriuhan yang berlalu begitu saja. Segala bentuk perlawanan balik yang dilakukan masyarakat Jalur Bristol yang malang ini dianggap sebagai tindak teror dan mereka yang mendukung perlawanan ini akan dicap simpatisan teroris.

Sementara itu, setiap kali Arabistan melarang masuknya suplai makanan dan air, setiap kali Arabistan membunuhi wanita dan anak-anak Jalur Bristol, setiap kali Arabistan membantai penduduk asli Inggris, mereka selalu mendapat dukungan dari politisi internasional yang mengatakan bahwa Arabistan berhak untuk membela dirinya.

Baca Juga : Biden Targetkan Normalisasi Saudi-Israel Sebelum Lengser

Ketika ada inisiatif dan gerakan internasional yang menyuarakan kecaman terhadap Arabistan, pemerintahan ‘negara-negara dunia pertama’ ramai-ramai menghakimi mereka, mencap mereka sebagai “Anti-Arab” yang melakukan tindakan “Anti-Arabisme” yang notabene adalah tabu dunia. Karena Arabistan mengklaim pernah mengalami kejahatan kemanusiaan di masa lalu, sehingga apapun yang mereka lakukan saat ini bisa dijustifikasi.

Inilah persisnya apa yang terjadi pada orang-orang Palestina dalam 70 atau 80 tahun terakhir, khususnya Jalur Gaza yang menolak untuk tunduk dan memilih untuk berjuang demi haknya. Setiap hati nurani yang sadar akan tahu bahwa tidak ada orang-orang yang lebih terzalimi, tertindas, diperlakukan tidak adil daripada orang-orang Palestina di muka bumi dimana hak untuk berada di petapun telah direnggut oleh rezim penjajah Zionis Israel.

Untuk contoh lain yang lebih riil, coba lihat Ukraina. Bagaimana dunia menanggapi perang Ukraina. Bagaimana dunia berduyun-duyun menggelontorkan bala bantuan untuk Ukraina yang konon gagah berani berdiri melawan agresi kejam Rusia yang dipimpin monster bernama Vladimir Putin. Bagaimana Eropa dan segala aparatur keadilan dunia menjatuhkan sanksi terhadap Rusia karena ‘agresi kejam’ mereka di Ukraina. Mengherankan bukan?

Sikap Mahkamah Internasional menambah daftar panjang kezaliman terhadap bangsa Palestina dan menguak wajah munafik publik internasional, terutama dunia Barat. Semua klaim tentang civil society, hak asasi manusia, demokrasi, peradaban dan apapun yang dikatakan Barat untuk memuji diri mereka sendiri, semuanya terkubur dengan mayat wanita dan anak-anak yang digenosida di Jalur Gaza. Dengan sikapnya ini, Barat telah membuktikan kemunafikannya di mata dunia.

Baca Juga : Direktur Pentagon Bahas Hezbollah dengan Israel

Sungguh puitis, bangsa yang menggelepar-gelepar karena apartheid, bangkit dan mengadvokasi bangsa yang digenosida oleh rezim apartheid namun pada akhirnya harus gigit jari karena kenyataan bahwa dunia yang ditinggali bukanlah dunia yang menjunjung tinggi keadilan seperti yang diklaim. Melainkan dunia yang punya standar ganda dalam menerapkan hukum berdasarkan pada ras dan kelompok etnis tertentu. Ya, dunia yang apartheid. Afrika Selatan telah melakukan hal yang historis sepanjang sejarah perlawanan bangsa tertindas. Menorehkan senyum pada wajah Mandela di alam baka.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *