Tel Aviv, Purna Warta – Sebuah analisa yang dipublikasikan oleh media Ibrani Maariv Online mengulas dampak-dampak ketidakstabilan yang terjadi di Lebanon, yang dapat berujung ke disintegrasi negara tersebut, serta untung ruginya bagi pihak-pihak terkait.
Ketidakstabilan yang bermula dari krisis etnis, ideologi, politis dan strategis ini berpotensi akan berubah menjadi disintegrasi total bagi negara Lebanon. Entah bagaimana, analis berpendapat bahwa disintegrasi ini akhirnya akan menguntungkan Hezbollah yang konsekuensinya adalah kerugian bagi Israel.
Lebanon mengadopsi sistem bagi-bagi kekuasaan antara 3 kelompok etnis besar: Kristen, Sunni dan Syiah. Kenyataan bahwa perekonomian Lebanon berada di bawah pengelolaan blok Kristen dan Sunni membuat kedua blok ini menjadi pihak yang bertanggung jawab atas runtuhnya ekonomi Lebanon. Tentu saja hal ini menjadi pukulan bagi kedua blok tersebut dan menjatuhkan reputasi mereka di hadapan publik.
Baca Juga : Isaac Herzog Resmi Disumpah Sebagai Presiden ke-11 Israel
Sementara itu, reputasi blok Syiah yang tidak terkait dengan urusan pengelolaan ekonomi akan tetap pada tempatnya. Dengan kata lain, wajah blok Syiah dihadapan publik tidak ikut tercoreng akibat kekacauan yang terjadi pada ranah ekonomi serta sosio-politik internal Lebanon.
Menurut analisa tersebut, pemimpin gerakan Hezbollah, Sayyid Hasan Nasrullah memendam ambisi untuk menjadikan Lebanon sebagai bagian dari rencana pembentukan dunia muslim internasional, dimana hak-hak istimewa akan dihapuskan dan hak-hak minoritas akan dipertahankan. Karena itu, Nasrullah dianggap tidak merasa terusik dengan runtuhnya stabilitas di Lebanon.
Sejak pertama berdiri pada tahun 1985, Hezbollah kukuh dengan ideologi resistensinya terhadap entitas ilegal Israel. Setelah berhasil memukul mundur Israel pada tahun 2000, Hezbollah lambat laun menjadi gerakan politis. Hezbollah kemudian mendapat popularitas di antara masyarakat sehingga aktivitas gerakannya juga menjamah ranah sosial. Hezbollah juga menjadi gerakan dengan persenjataan yang luar biasa berkat bantuan Iran.
Saat ini tidak ada kekuatan politik atau militer di Lebanon yang dapat melawan Hezbollah. Tak terkecuali tentara Lebanon. Jika tidak ada kekuatan politik, ekonomi dan bahkan militer yang mampu melawan Hezbollah, maka krisis Lebanon yang diprediksi akan berubah menjadi disintegrasi Lebanon ini takkan menguntungkan pihak lain kecuali Hezbollah.
Baca Juga : Perkuat Hubungan Bilateral, PM Israel akan Kunjungi UEA
Karena itu, analis berpendapat bahwa Nasrullah tak akan terusik dengan status quo yang ada. Semakin buruk kondisi Lebanon, semakin menguntungkan Hezbollah. Dengan begitu, status quo yang ada atau memburuknya keadaan akan memungkinkan Nasrallah untuk menerima bahkan meminta ‘porsi kue’ Lebanon yang lebih besar.
Lebanon berada di persimpangan jalan yang berbahaya. Kecuali Hezbollah yang stabil dari segala sisi, komunitas lainnya tidak mampu menghadapi situasi kecuali kembali ke pembentukan milisi bersenjata untuk membela diri. Kemungkinan terburuk dari situasi ini adalah meletusnya Perang Saudara.
Pemerintah lumpuh. Masyarakat putus asa. Sejauh ini belum ada titik terang soal solusi nyata yang dapat mengembalikan stabilitas Lebanon. Militer Lebanon yang notabene merupakan satu-satunya benteng terakhir pencegahan disintegrasi negara kewalahan.
Karena itu, analis beranggapan hanya Prancis dan Amerika Serikat pihak tersisa yang dapat melakukan intervensi untuk menyelamatkan Lebanon dari krisis ini dengan pengawasan langsung dan bantuan keuangan jor-joran.
Baca Juga : Putra Netanyahu: Pemerintahan Baru Israel Berbahaya!
Amerika dan Prancis harus mengerahkan seluruh daya dan upayanya untuk membentuk dan mengokohkan pemerintahan Hariri tanpa ditunda-tunda. Selain itu, mereka juga harus membatasi aktivitas Iran di bawah kesepakatan nuklir, termasuk terkait pengiriman rudal presisi untuk Hezbollah. AS dan Prancis juga harus menempatkan militer gabungan di lepas pantai Lebanon untuk mengawasi pergerakan Hezbollah dan Iran.
Di sisi lain, Israel harus mengoordinasikan langkahnya dengan Amerika Serikat dan menjelaskan kepada AS apa saja pantangan-pantangan yang harus dijaga mengacu pada isu-isu yang berbahaya bagi keamanan Israel. Analis tersebut mengaku sangat yakin bahwa Washington akan mendengarkan apa kemauan Tel Aviv terkait masa depan Lebanon yang menguntungkan rezim ilegalnya.