Al-Jaulani dan Janji Pembebasan Palestina: Narasi Palsu di Akhir Tahun

oleh: Ismail Amin*

8 Desember dunia dikejutkan dengan dikuasainya Damaskus oleh Hay’at Tahrir al-Sham (HTS), kelompok oposisi bersenjata Suriah yang justru secara praktis baru melancarkan serangan 11 hari sebelumnya dengan mengambil alih Aleppo. Siapa yang menyangka, jatuhya Damaskus ikut menandai tumbangnya kekuasaan Bashar Assad setelah 24 tahun memerintah. Rakyat Suriah dicitrakan di media ikut merayakan kegembiraan atas kemenangan HTS tersebut. Dengan penuh efouria, Muhammad Al-Jaulani pemimpin HTS menyampaikan pesannya kepada rakyat Suriah dan dunia dari Masjid Umayyah di Damaskus, bahwa kemenangannya itu adalah juga kemenangan bagi seluruh negara Islam.

Dari sinilah muncul optimisme sebagian orang, bahwa dengan kepemimpinan Jaulani di Suriahlah yang akan membebaskan Palestina. Kemenangannya itu bahkan sampai dikait-kaitkan dengan janji-janji Rasulullah yang disampaikan dalam riwayat-riwayat eskatologi. Saya sendiri menyebutnya, intensi ini tidak lebih dari narasi palsu di akhir tahun, mengapa?.

Mari kita telaah bagaimana harapan Jaulanilah yang akan membebaskan Palestina adalah sebuah absurditas. Pertama, al-Jaulani adalah figur yang manipulatif. Dari namanya saja, kita diberi gambaran tentang sosok revolusioner dari tanah Golan yang akan kembali merebutnya dari Israel. Faktanya, nama aslinya Ahmed al-Sharaa dan nama ini kembali digunakannya begitu ia berkuasa di Suriah. Ia secara resmi meninggalkan nama Al-Jaulani karena tidak disukai Israel. Ia juga tidak lagi mengenakan surbannya dan pakaian ala ulama. Sekarang ia berpenampilan klimis, necis, dan berdasi.

Di hari pertama berkuasanya, dia menegaskan tidak akan ada lagi perang di Suriah, termasuk berperang dengan Israel. Karena itu, untuk memastikan itu, Israel menyerang situs-situs militer strategis Suriah termasuk pabrik dan gudang-gudang senjata, dan memang benar, tidak ada perlawanan dan kecaman sedikitpun dari Jaulani. Bahkan dalam sebuah wawancaranya dengan saluran Al-Arabiya, Jaulani mengatakan, “Iran merencanakan perang besar dengan Israel dengan bantuan pasukan Irak dari Suriah, dan kami menggagalkan rencana ini dan menjamin keamanan kawasan.” Dari pernyataan ini, Jaulani mengakui sendiri, untuk kepentingan apa dan siapa dia merampas kekuasaan di Suriah.

Kedua, kIta melihat sendiri sejarah HTS memang menunjukkan prioritas mereka bukanlah pembebasan Palestina, melainkan penaklukan lokal di Suriah. Tidak ada satupun peluru dari HTS yang pernah ditembakkan untuk menyerang Israel. Di saat Hamas, Hizbullah, dan Ansharullah Yaman, dengan keterbatasan persenjataan mereka, mereka bisa menghujani Israel dengan roket-roket mereka. Tragisnya lagi, yang dijatuhkan adalah Bashar Assad, yang dikenal sebagai diantara pemimpin Arab anti Zionis yang tersisa. Perannya menyediakan Suriah sebagai jalur logistik dan persenjataan buat Hamas dari Iran tidak bisa dinafikan sebagai bukti pembelaan dan dukungannya pada perjuangan Palestina.

Ketiga, alih-alih membangun aliansi dengan front perlawanan Palestina seperti Hamas dan Jihad Islam (kalau ogah membangun aliansi dengan Iran, Hizbullah dan Ansharullah yang Syiah),  Jaulani malah membangun aliansi oportunistik dengan kekuatan asing yang justru bersikap diam terhadap penderitaan Palestina. Dari sini sudah keliatan, pembebasan Palestina bagi HTS hanyalah jargon marketing, semacam diskon akhir tahun. Banyak yang bergabung ataupun mendukung karena tidak mengetahui hakikat asli kelompok ini. Mereka terjebak dalam romantisme sejarah jihad tanpa memahami dinamika politik dan geopolitik modern.

Keempat, hal yang semakin memperjelas absurditas klaim Jaulani membela Palestina adalah asal-usul persenjataan dan pelatihan militer yang diterima pasukannya. Ironisnya, sebagian besar dukungan ini justru datang dari pihak-pihak yang tidak hanya abai terhadap perjuangan Palestina, tetapi juga memiliki kepentingan ekonomi dan geopolitik di kawasan. Singkatnya, HTS adalah alat, bukan aktor mandiri yang memiliki kebebasan penuh untuk memperjuangkan Palestina. Sejak awal HTS tidak memiliki sumber daya atau strategi yang jelas untuk melawan kekuatan sebesar Israel.

HTS diketahui mendapatkan sebagian besar persenjataan dan pelatihan militernya dari aktor-aktor regional dan internasional yang memiliki agenda spesifik di Suriah. Salah satu motivasi utama mereka adalah mengamankan rencana pembangunan jalur pipa gas dari Qatar ke Turki, sebuah proyek yang akan melewati Suriah jika rezim pro-Qatar dapat didirikan. Jalur pipa ini  satu-satunya upaya untuk mengurangi dominasi Rusia dalam pasokan gas ke Eropa, sekaligus meningkatkan pengaruh ekonomi dan geopolitik Qatar dan Turki di pasar energi global.

Demi mencapai tujuan ini, dukungan diberikan kepada berbagai kelompok oposisi di Suriah, termasuk HTS. Senjata, uang, dan pelatihan militer yang diterima  HTS bukanlah alat untuk membebaskan Palestina, melainkan investasi strategis untuk mengamankan kepentingan ekonomi pihak-pihak tertentu. Dalam skema ini, penderitaan rakyat Suriah hanyalah collateral damage, dan janji HTS tentang solidaritas terhadap Palestina hanyalah kosmetik belaka.

Karenanya, bagaimana mungkin kelompok yang bersandar pada dukungan pihak-pihak yang terang-terangan mendukung normalisasi hubungan dengan Israel akan benar-benar memperjuangkan nasib Palestina? Lebih mungkin bahwa setelah kekuasaan diraih, untuk mendapatkan legitimasi kuat, HTS akan sibuk menjaga hubungan baik dengan para investornya, bukan memulai jihad baru melawan Israel yang berisiko memutuskan arus dana dan senjata.

Dan memang inilah yang terjadi. Rombongan menteri luar negeri dan delegasi tingkat tinggi dari Turki, Qatar, Emirat, Saudi bahkan dari Uni Eropa dan AS telah berdatangan menemui Jaulani di Kantor Kepresidenan Suriah. Kesemuanya menawarkan bantuan dan kerjasama menjanjikan untuk membangun kembali Suriah. Sebuah kenyataan menyakitkan, mengingat tidak ada satupun dari delegasi itu yang mendatangi Gaza untuk mengulurkan tangannya. Apa yang membedakan? Mengapa untuk membantu Suriah mereka sedemikian antusias, sementara membantu Gaza mereka abai? Padahal mereka sesama muslim, sesama Arab bahkan sesama Sunni. Kekayaan alam Suriahlah jawabannya. Keuntungan finansial apa yang bisa didapat dengan menyelamatkan Gaza?.

Yang lebih menyedihkan adalah bagaimana narasi “Jaulani Pejuang Islam” ini masih juga muncul dan ditelan mentah-mentah oleh sebagian orang yang tidak melihat pola besar geopolitik dan ekonomi di balik konflik ini. Mereka tampaknya tidak sadar bahwa Jaulani dengan HTSnya hanyalah pion dalam permainan catur global, di mana rakyat Palestina bahkan tidak berada di papan permainan. Harapan bahwa al-Jaulani dan HTS akan memprioritaskan Palestina adalah fantasi dan mimpi di siang bolong. Jaulani bukanlah penyelamat Palestina. Dia bahkan bukan penyelamat Suriah. Dia hanyalah salah satu dari sekian banyak aktor dalam drama tragis di Timur Tengah.

*Mahasiswa S3 Universitas Internasional Almustafa Iran/Ketua Umum Kerukunan Keluarga Sulawesi (KKS) Iran 2023-2025

One thought on “Al-Jaulani dan Janji Pembebasan Palestina: Narasi Palsu di Akhir Tahun

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *