Purna Warta – Lebih dari enam tahun berlalu sejak Arab Saudi memulai serangan militernya terhadap Yaman, serangan yang pada awalnya diperkirakan oleh mereka tidak kurang dari dua pekan akan membinasakan Ansarullah Yaman dan mengembalikan pemerintahan yang tergulingkan.
Namun ternyata perkiraan itu jauh dari apa yang diinginkan Saudi. Perang Yaman bagi Saudi telah berubah menjadi mimpi buruk yang telah membuat para petingginya menyesal seumur hidup dan menanggung malu kepada musuhnya, terlebih kepada rakyatnya.
Tidak ada lagi bahkan harapan sedikit pun bagi mereka untuk dapat keluar dari perang ini dengan kemenangan bahkan dengan mengangkat kepala. Yang mereka pikirkan sekarang minimal bagaimana mereka dapat keluar dari kobangan lumpur ini dengan cara yang “terhormat”.
Kerajaan Saudi ngotot untuk hentikan perang
Dalam beberapa hari terakhir, Menteri Luar Negeri Saudi Faisal bin Farhan mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa “Riyadh dan Washington telah mengadakan pembicaraan intensif untuk mengakhiri konflik militer di Yaman.” Sebelumnya, Raja Arab Saudi, dalam pidato konferensi video di Majelis Umum PBB, mengatakan bahwa kebijakan luar negeri Saudi didasarkan pada mendukung dialog untuk mencapai perdamaian dan bahwa perdamaian adalah pilihan strategis di Timur Tengah. “Inisiasi perdamaian yang ditawarkan Arab Saudi di Yaman akan menjamin diakhirinya perang,” katanya.
Mohammed bin Salman, orang yang dianggap paling berpengaruh dari kerajaan Saudi yang memainkan peran “mengelola dan memerintah” dalam perang Yaman telah berbicara dengan Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan, yang baru-baru ini mengunjungi Riyadh dan mendesak Washington untuk meningkatkan upaya diplomatik untuk Menyelesaikan krisis Yaman. Riyadh juga telah mengumumkan kesiapannya untuk menerima persyaratan gencatan senjata yang diawasi PBB.
Satu hal penting mesti diperhatikan adalah, ini adalah kunjungan perdana Jake Sullivan ke Arab Saudi sejak pelantikan pemerintahan Biden. Kunjungan itu menghasilkan dua poin penting: Pertama, “meningkatkan tekanan pada Arab Saudi” untuk melakukan negosiasi politik yang serius dan menandatangani gencatan senjata dengan Ansarullah. Kedua, “mengirim pesan ke Saudi dan aktor regional lainnya” bahwa pemerintahan Biden telah meninggalkan metode Trump dan tidak akan lagi mendukung sekutu Arabnya!
Hal penting lainnya dalam kunjungan itu adalah bahwa, di saat Sullivan secara terang-terangan mengatakan bahwa “Joe Biden menyambut baik niat otoritas Saudi untuk mengakhiri krisis Yaman dan mencapai kesepakatan politik yang langgeng antara pihak-pihak [dalam perang],” itu berarti Amerika secara tidak langsung mengingkari semua janjinya kepada sekutu Arab-nya itu yang terkait penjaminan keamanan di kawasan Timur Tengah!
Yaman bagai kubangan lumpur hidup bagi Arab Saudi
Arab Saudi meluncurkan invasi skala penuh ke Yaman pada tanggal 26 Maret 2015 dalam bentuk Operasi Asifat al-Hazm (Badai Penentu) dan kini telah memasuki tahun ketujuh. Namun perang yang dikira bakal selesai dalam waktu kurang dari dua pekan itu benar-benar berubah menjadi kubangan lumpur hidup bagi Saudi. Saat ini, Arab Saudi tidak punya pilihan selain meninggalkan Yaman, meskipun harus menerima semua persyaratan Ansarullah.
Tidak ada jalan tersisa bahkan untuk satu langkah maju dalam perang Saudi di Yaman. Semakin hari, Ansarullah menjadi lebih kuat dan lebih terlatih dari sebelumnya. Di sisi lain, Arab Saudi tidak mampu melanjutkan perang, meskipun memiliki persediaan senjata strategis yang luas, pertahanan udara yang canggih, dukungan intelijen, dan sebagainya.
Arab Saudi sekarang sudah sangat paham bahwa bila perang ini berlanjut, justru Ansarullah Yaman yang akan merebut lebih banyak wilayah. Hanya dalam tiga bulan terakhir saja, mereka telah menguasai sebagian besar wilayah pemerintah Yaman yang terlengserkan, yang didukung penuh oleh Riyadh. Saat ini sebagian besar tanah provinsi strategis Ma’rib, Al-Bayda dan wilayah kaya minyak Shabwa telah diambil alih oleh Ansarullah. Kemajuan ini telah memainkan peran penting dalam mengganggu “keseimbangan militer dan politik” di Yaman dalam kaitannya dengan koalisi Saudi.
Upaya Saudi untuk pelan-pelan keluar dari perang ini tak diragukan lagi salah satunya didasari oleh kemenangan-kemenangan yang diraih Ansarullah di berbagai tempat.
Saat ini dalam perang Yaman kurang lebih ada dua kubu utama yang sedang berperang:
Kubu pertama, kubu “kohesif, terintegrasi, dan kuat” dan kubu kedua, kubu “tercerai berai, lelah dan cemas”.
Kubu pertama adalah Ansarullah. Saat ini mereka memiliki misil dan drone yang bahkan mampu mencapai bagian paling terpencil di Arab Saudi. Perkembangan dua tahun terakhir, terutama dalam beberapa bulan terakhir, menunjukkan bahwa pengeboman wilayah sensitif dan strategis Arab Saudi, bahkan Riyadh dan Jeddah, tidak lagi sulit bagi Ansarullah.
Kubu kedua adalah Arab Saudi. Mereka berada dalam sangat marah karena semua petinggi intelijen, medan dan politik Saudi dan Amerika Serikat sudah memastikan bahwa Saudi sudah kalah di Yaman.
Semua perhitungan Saudi di Yaman berantakan. Kerajaan Saudi awalnya berpikir bahwa, Ansarullah si “musuh yang lemah” yang tak punya senjata yang mumpuni dan ketinggalan jaman, dapat disapu dengan satu serangan “petir” mereka. Ternyata kini mereka telah menjadi “musuh yang kuat” dan pemain yang menentukan di wilayah tersebut.
Saat ini, Yaman benar-benar telah menjadi kubangan lumpur hidup yang dalam bagi Arab Saudi. Situasi Arab Saudi di Yaman saat ini dan desakannya untuk mendukung pemerintah yang dilengserkan anehnya mirip dengan situasi Amerika Serikat yang menyatakan akan menjamin kelangsungan pemerintah Afghanistan yang sebelumnya (Ashraf Ghani)!
Kerugian yang diderita Arab Saudi di perang Yaman
Kerugian yang diderita Saudi dari perang di Yaman dan konflik dengan Ansarullah belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah hubungan luar negeri Saudi. Perlu diingat, biaya ini tidak hanya mencakup ekonomi dan keuangan saja, tetapi juga aspek politik, keamanan, regional dan internasional.
Secara ekonomi, perang Yaman sejauh ini telah menghabiskan hampir $400 miliar dari cadangan $750 miliar Arab Saudi. Dengan kata lain, Arab Saudi menghabiskan biaya sekitar $ 180 juta setiap hari! $400 miliar bukanlah jumlah yang sedikit. Tahukah seberapa besar uang itu? Uang itu cukup untuk digunakan oleh beberapa negara Arab, seperti Yordania dan Tunisia, untuk menjalankan pemerintahan selama 20 tahun!
Perang Yaman telah sangat mengganggu semua rencana ekonomi Arab Saudi, termasuk visi 2030 dan proyek Neom senilai $ 500 miliar, yang dirancang untuk transisi dari ekonomi minyak ke ekonomi non-minyak dan membutuhkan investasi asing untuk maju. Jika sebuah negara yang pusat ekonomi dan industri paling strategisnya, misalnya Aramco, dengan mudah bisa dihujani rudal oleh Ansarullah, investor asing mana yang mau berinvestasi di sana?
Kerugian di sektor keamanan
Arab Saudi menderita kerugian dari aspek keamanan yang cukup besar. Perang Yaman praktis telah membuat sepertiga wilayah Saudi berada di bawah incaran rudal dan drone Ansarullah Yaman. Sistem pertahanan udara Saudi sudah terbukti berkali-kali kecolongan dari rudal-rudal mereka. Arab Saudi yang belum jadi sasaran satu peluru pun selama lebih dari satu abad, hari ini jadi santapan rudal-rudal dari tentara Yaman dan kekuatan revolusioner!
Kerugian di sektor politik
Akibat kejahatan perang dan kemanusiaan yang dilakukan Saudi dalam perang Yaman, Riyadh telah “didiskreditkan” di kalangan internasional. Perang itu telah menghancurkan kredibilitas dan prestise, juga telah melemahkan kekuatan, posisi dan daya tawar Saudi di wilayah tersebut. Negara, yang sampai beberapa tahun lalu menolak tawaran persahabatan dari Iran, hari ini, sebagai akibat dari invasi Yaman, berada dalam situasi di mana ia bersikeras untuk melakukan rekonsiliasi politik dengan Iran. Saudi juga terpaksa meminta para pemain utama di kawasan dan internasional untuk menjadi penengah dalam upaya penghentian perang Yaman.
Kesimpulan
Meskipun telah mendapat dukungan luar biasa selama enam tahun terakhir dalam perang Yaman, Arab Saudi tidak mendapatkan hasil yang diinginkannya, bahkan sebaliknya meraih kerugian yang sangat besar; hasil yang sangat diak diinginkan oleh Saudi dan para sekutunya di kawasan dan internasional.
Hari ini, masalah Arab Saudi di Yaman bukan lagi soal menang atau kalah. Bagaimanapun, menang atau kalan adalah biasa dalam sebuah peperangan. Tapi Arab Saudi tidak hanya kalah perang di Yaman. Arab Saudi masih kebingunan mencari jalan keluar dari situasi gagal ini. Negara, yang pernah berusaha untuk memaksakan kondisi maksimalnya pada Ansarullah dengan imbalan diakhirnya perang, sekarang bersedia untuk “mundur” dari bagian-bagian penting dari kondisinya demi mengakhiri perang ini sesegera mungkin.
Tingginya jumlah korban tanpa mencapai satu pun tujuan awal (penghancuran Ansarullah dan mengembalikan pemerintahan Mansour Hadi), serta meningkatnya biaya yang mengejutkan sebagai buntut dari pemerintahan baru di AS yang tidak seirama dengan kebijakan Putra Mahkota Saudi, telah memaksa mereka untuk untuk menerima kekalahan dan pergi. Era permainan Saudi di Yaman telah berakhir dan tidak ada cara lagi bagi Arab Saudi untuk mencari keuntungan darinya.
Poin strategis
Tetapi di sisi lain, Ansarullah, yang telah berperang selama enam tahun melawan Saudi dan telah menanggung banyak kesulitan untuk melindungi Yaman, dan berhasil mengusai lebih dari dua pertiga tanah Yaman yang layak huni, tidak boleh sama sekali lengah meskipun sedang berada di atas angin. Sebuah “gencatan senjata nyata” yang menjamin implementasi regional dan internasional yang kuat, “diakhirinya blokade darat, laut dan udara” untuk menerima bantuan asing dan “pembukaan kembali rute transit” untuk melanjutkan perdagangan luar negeri adalah tiga isu penting yang sedang dirundingkan Ansarullah dalam perundingan dengan Saudi.