75 Tahun Tragedi Nakba, Awal Mula Ketertindasan Rakyat Palestina

75 Tahun Tragedi Nakba, Awal Mula Ketertindasan Rakyat Palestina

Yerusalem, Purna Warta – Setiap tanggal 15 Mei, warga Palestina di seluruh dunia memperingati Hari Nakba sebagai awal mula ketertindasan rakyat Palestina. Nakba merupakan sebutan terhadap peristiwa eksodus masal di Palestina pada tahun 1948. Pengungsian massal rakyat Palestina tersebut dipicu oleh peristiwa penting sehari sebelumnya. David Ben-Gurion mendeklarasikan berdirinya Israel pada 14 Mei 1948 di tanah Palestina.

Pengusiran warga Palestina akibat deklarasi tersebut menciptakan krisis pengungsi yang masih belum terselesaikan hingga saat ini. Orang-orang Palestina menyebut penggusuran massal kala itu sebagai Nakba, bahasa Arab untuk “malapetaka”.

Baca Juga : Mengenal Pemimpin Mazhab Ja’fariyah

Diperkirakan bahwa sekitar 700.000 orang di tempat yang sekarang menjadi Israel dan Wilayah Palestina melarikan diri atau dipaksa meninggalkan rumah mereka. Konotasi Nakba tersebut menunjukkan masalah bahwa banyak pengungsi Palestina di luar negeri tetap tanpa kewarganegaraan hingga hari ini.

Peristiwa Nakba tersebut kemudian diperingati bangsa Palestina setiap tanggal 15 Mei, dengan melakukan aksi turun ke jalan dan memprotes pemindahan mereka. Banyak di antara mereka yang membawa bendera Palestina, membawa kunci bekas rumah mereka atau membawa spanduk dengan simbol kunci. Kuncinya menggambarkan harapan untuk kembali ke rumah dan apa yang dilihat masyarakat sebagai hak mereka untuk kembali.

Istilah Hari Nakba diciptakan pada tahun 1998 oleh pemimpin Palestina saat itu Yasser Arafat. Dia menetapkan tanggal sebagai hari resmi untuk peringatan hilangnya tanah air Palestina.

Warisan ini menjadi salah satu masalah yang paling sulit diselesaikan dalam negosiasi perdamaian yang sedang berlangsung. Orang Palestina dan Israel mengingat kelahiran krisis tersebut dengan sudut pandang yang sangat berbeda. Orang-orang Israel menjadikannya perayaan, sementara bagi rakyat Palestina adalah malapetaka.

Orang-orang Palestina menganggap penggusuran tersebut merupakan titik kulminasi dari kampanye Yahudi selama bertahun-tahun yang terencana untuk menyikat Palestina. Sementara orang Israel cenderung menyalahkan orang Arab yang melarikan diri secara spontan, tentara Arab, atau akibat masa perang yang tidak menguntungkan.

Baca Juga : Apa itu Hari Nakba dan Apa Sebenarnya yang Terjadi di Palestina?

Kini, ada lebih dari 7 juta pengungsi Palestina yang didefinisikan sebagai orang-orang yang mengungsi pada 1948 dan keturunannya. Tuntutan inti Palestina dalam negosiasi perdamaian dengan Israel adalah semacam keadilan bagi para pengungsi ini.

Mereka paling sering menuntut supaya warga Palestina memiliki hak untuk kembali ke rumah yang ditinggalkan keluarga mereka pada 1948. Israel tidak dapat menerima hak untuk kembali tanpa mempertimbangkan identitas Yahudi atau demokrasinya. Pasalnya, menambahkan 7 juta orang Arab ke populasi Israel akan membuat orang Yahudi menjadi minoritas di Israel.

Itu karena total populasi Israel sekitar 8 juta. Jumlah itu sudah termasuk 1,5 juta orang Arab yang telah ada di sana. Sehingga, orang Israel menolak untuk mempertimbangkan tuntutan Palestina yang meminta dikembalikannya para pengungsi dan keturunannya ke rumah mereka.

Alasan pemindahan warga Palestina

Sampai akhir Perang Dunia I, Palestina berada di bawah kekuasaan Turki sebagai bagian dari Kekaisaran Ottoman. Palestina kemudian jatuh di bawah kendali Inggris, yang disebut British Mandate. Selama periode itu, jumlah orang Yahudi dari seluruh dunia pindah ke Palestina meningkat. Bagi mereka, Palestina adalah tanah air leluhur mereka: Eretz Israel, Tanah Perjanjian tempat orang Yahudi.

Setelah kejadian Holocaust di Nazi Jerman, Rencana Pemisahan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Palestina diadopsi oleh Majelis Umum PBB. Liga Arab menolak rencana tersebut. Badan Yahudi untuk Palestina menerima. Pada tanggal 14 Mei 1948, Negara Israel diproklamasikan.

Sebagai reaksi, koalisi lima negara Arab menyatakan perang tetapi akhirnya dikalahkan oleh Israel pada tahun 1949. Sebelum perang, antara 200.000 dan 300.000 orang Palestina telah pergi atau dipaksa keluar dan selama pertempuran, 300.000 hingga 400.000 orang Palestina lainnya mengungsi. Angka keseluruhan diperkirakan mencapai 700.000 orang.

Selama perang, lebih dari 400 desa Arab dihancurkan. Sementara pelanggaran hak asasi manusia dilakukan, pembantaian Deir Yassin (sebuah desa di jalan antara Tel Aviv dan Yerusalem) secara khusus terukir dalam ingatan warga Palestina hingga hari ini.

Dalam kejadian tersebut, setidaknya 100 orang tewas, termasuk wanita dan anak-anak. Itu memicu ketakutan yang meluas di antara orang-orang Palestina dan mendorong banyak orang untuk meninggalkan rumah mereka. Pada akhir perang, Israel memegang sekitar 40 persen wilayah yang awalnya dialokasikan untuk Palestina oleh rencana partisi PBB tahun 1947.

Ke mana warga Palestina pergi?

Sebagian besar orang Palestina berakhir sebagai pengungsi tanpa kewarganegaraan di negara-negara Arab tetangga, tak banyak dari mereka yang pindah lebih jauh.

Baca Juga : 9 Garis Tegas yang Membuat Muhammadiyah 106 Tahun Tegak Tidak Berpolitik Praktis

Sampai hari ini, hanya sebagian kecil dari generasi penerus Palestina yang telah mengajukan atau menerima kewarganegaraan lain. Akibatnya, sebagian besar dari saat ini sekitar 6,2 juta orang Palestina di Timur Tengah tetap tanpa kewarganegaraan.

Menurut badan pengungsi Palestina PBB, UNRWA, sebagian besar orang Palestina masih tinggal di kamp-kamp pengungsi yang seiring waktu berubah menjadi kota-kota pengungsi. Mereka kebanyakan menempati Jalur Gaza,Tepi Barat yang Diduduki, Lebanon, Suriah, Yordania, dan Yerusalem Timur.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *