22 Februari Hari Kematian Wahabi dan Pengulitan Keluarga Saud

22 Februari Hari Kematian Wahabi dan Pengulitan Keluarga Saud

Purna Warta – Deklarasi serta penentuan hari pendirian Arab Saudi mengandung banyak titik sejarah dan politik yang meriwayatkan upaya Mohammed bin Salman untuk menciptakan satu sejarah baru tentang keluarga atau Al Saud.

Institut Negara-negara Teluk Persia di Washington dalam salah satu makalahnya mengupas hari deklarasi pendirian pemerintahan Arab Saudi dan menuliskan bahwa penentuan hari deklarasi ini bermaknakan pembunuhan hegemoni bersejarah Wahabi di Riyadh.

Baca Juga : MBS: Perlu Kiranya Hidup Berdampingan dengan Iran, dan Israel Bukanlah Musuh

Dewan Kerajaan Saudi pada tanggal 27 Januari mengeluarkan perintah untuk menjadikan 22 Februari sebagai hari pendirian (founding day) pemerintahan Saudi. 22 Februari akan menjadi hari libur resmi dan akan dilaksanakan suatu perayaan di hari tersebut.

Tanggal 22 Februari ini kembali merujuk pada hari di bulan Februari 1727, tepatnya 18 hari sebelum kedatangan Abdul Wahhab ke desa al-Diriyah. Sehingga penentuan 22 Februari ini bermaknakan bahwa pendirian pemerintahan Arab Saudi tidak berhubungan serta tidak berkaitan dengan koalisi atau persekutuan antara Muhammad bin Saud dengan Muhammad bin Abdul Wahhab.

Satu hari setelahnya, dicetaklah satu logo bertuliskan slogan “Hari Pertama Kami Memulai”. Dalam logo ada gambar seorang pria yang memegang bendera dengan 4 simbol berbeda dan dikelilingi juga dengan 4 simbol.

Simbol pertama adalah pohon kurma yang menunjukkan kehidupan, perkembangan dan kedermawanan. Simbol kedua adalah simbol Dewan Permusyawaratan yang berartikan persatuan dan koordinasi sosial serta budaya. Simbol ketiga adalah kuda Arab yang bermaknakan keberanian dan pengorbanan para Pangeran dan pahlawan tanah air. Simbol keempatnya adalah pasar yang menunjukkan aktifitas ekonomi, kerja sama dan keberagaman. Ketika simbol-simbol tersebut mengejawantahkan sejarah, budaya, ekonomi dan kehidupan, namun simbol agama hilang, tidak terpampang dalam logo secara mengejutkan.

Baca Juga : Putar Setir Israel Menanggapi Krisis Ukraina

saudi
Logo baru pendirian kerajaan Saudi

Bahkan kalimat Shahadah yang biasa terlihat di tengah bendera Saudi, tidak ada dalam logo tersebut.

Mitos Politik Wahabi dan Keluarga Saud

Wahabi yang telah menjadi akar mitos politik dan Al Saud selalu berdampingan dalam sejarah. Namun sekarang hal tersebut telah terpisah. Pemilihan tahun 1727 sebagai ganti tahun 1744 bukan hanya bermaknakan pemisahan dua sejoli ini, tetapi berartikan permulaan satu penorehan sejarah baru.

Mitos politik disebutkan pada beberapa hal di mana petinggi politik sepakat untuk meresmikan dan melegalkan satu badan politisnya ataupun politik yang lainnya. Mitos memiliki kesamaan dengan sejarah dari satu sisi bahwa keduanya mengisyaratkan perihal yang telah lampau. Perbedaan keduanya adalah sejarah merujuk pada upaya memahami lebih detail peristiwa-peristiwa lampau, sedangkan mitos politik digunakan untuk berkhidmat pada kebutuhan-kebutuhan politis di situasi sekarang.

Baca Juga : Perang Rusia-Ukraina, Efeknya ke Dunia Arab dan Tugas Baru di Kawasan

Penyebutan mereka sebagai mitos bukanlah merujuk pada nilai khayalan mereka. Sebenarnya, secara mayoritas mitos politik mungkin berisikan sejarah-sejarah nyata. Akan tetapi mitos tersebut dipaparkan melalui metode yang sangat detail. Mitos politik Wahabi mengisyaratkan satu riwayat yang menyatakan bahwa pemerintahan Arab Saudi dibangun atas dasar kerja sama antara Muhammad bin Abdul Wahhab dan Muhammad bin Saud pada tahun 1744.

Cerita dimulai dari kisah tentang diri Muhammad bin Abdul Wahhab sebagai sang reformis agama. Ajarannya hanya presentasi akan upaya mengembalikan agama di zaman Nabi Muhammad saw. Abdul Wahhab berjalan melintasi timur dan tengah Jazirah Arab mencari dukungan politik. Setelah beberapa usaha gagal, pada tahun 1744 Muhammad bin Abdul Wahhab mengambil keputusan untuk pergi ke satu daerah yang dikuasai oleh Muhammad bin Saud kala itu.

Ketika keduanya bertemu. Mereka mennyetujui satu perjanjian yang menyatakan dukungan Muhammad bin Saud kepada Muhammad bin Abdul Wahhab dalam penyebaran agama. Dan sebagai balasannya, Muhammad bin Abdul Wahhab berjanji untuk membantu Muhammad bin Saud melawan para lawan politiknya.

saudi
Ilustrasi Muhammad bin Saud

Mitos politik ini telah melegitimasikan pemerintahan Arab Saudi sebagai alat penting untuk pelaksanaan, penyebaran dan penjagaan agama Islam dalam pandangan Wahabi. Dari segi sejarah, mitos ini mengesahkan poin persaingan versus pesaingnya selama proses monarki kepada Raja Abdulaziz Al Saud, pendiri kerajaan modern Saudi. Karena persaingan ini terkadang harus berhadapan dengan kabilah-kabilah kuat seperti keluarga Rashed di wilayah Hail dan keluarga dari keturunan Nabi Muhammad saw itu sendiri seperti pembesar-pembesar Hijaz.

Baca Juga : Kenapa Emirat Abstain dalam Pemungutan Suara Kecaman Invasi Rusia?

Oleh karena itu, karena Raja Abdulaziz tidak memiliki legitimasi dari pihak manapun, maka pemaparan pemerintahan Al Saud (sebagai proyek politik pendukung Wahabi sebagai bentuk murni Islam) telah melegitimasi pemerintahan monarkinya ini.

Raja Abdulaziz dalam pidatonya tahun 1929 menolak disebut sebagai kaum Wahabi dan menegaskan, “Kami disebut Wahabi oleh mereka, ini merupakan satu kesalahan besar. Kami bukan pengikut mazhab atau ideologi baru… Muhammad bin Abdul Wahhab tidak membawa mazhab, akan tetapi ideologi kami adalah ideologi Salafus Solih yang tertulis dalam al-Quran dan Sunnah Rosul saw serta Salafus Solih.”

Hingga detik itu, mitos Wahabi merupakan satu riwayat tetap yang terus diulang-ulang oleh lisan mayoritas anggota keluarga Saud.

Ketika Raja Fahd bin Abdulaziz mengeluarkan perintah kerajaannya pada tahun 1992 dalam pernyataannya mengatakan, “Dalam sejarah modern, pemerintahan pertama Saudi dimulai dari perjanjian dua pihak, yaitu Imam Muhammad bin Saud dan Sheikh Muhammad bin Abdul Wahhab.”

Maret 2011, di tengah perkembangan revolusi musim semi Arab, Salman bin Abdulaziz, ketika masih menjadi Gubernur Riyadh, berpidato dalam konferensi yang bertajuk ‘Dasar Sejarah dan Ideologi Kerajaan’ di universitas Islam di Madinah. Dalam orasinya ini, Salman bin Abdulaziz mengulang sejarah ini dan di tengah Ulama Wahabi, dia menegaskan, “Baiat bersejarah antara Muhammad bin Saud dan Sheikh Muhammad bin Abdul Wahhab dilakukan berdasarkan syariat. Perjanjian ini hingga hari ini telah berganti menjadi pondasi utama pemerintahan Saudi.”

Baca Juga : Apa Target Amerika di Perbatasan Suriah-Irak?

“Saya ajak semua pihak untuk kembali ke warisan Sheikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan carilah apa saja yang bertentangan dengan Kitab dan Sunnah suci Kenabian, dan jelas kalian tidak akan menemukan pertentangan di sana,” tegasnya dalam membela Wahabi.

Selain fakta sejarah ini, mitos politik juga tertulis dalam buku-buku pelajaran sekolah Arab Saudi dalam jangka lama. Bahkan murid kelas 6 SD harus membaca sejarah ini.

Kematian Wahabi dan Perwujudan Mitos Politik Baru

Sejak menduduki kursi Putra Mahkota, Mohammed bin Salman mulai membanting para Pangeran lainnya, mencuri sebagian besar kekuasaan untuk keluarga Salman dan hanya menyisakan sedikit untuk keluarga lain yang notabene searah dengannya.

Bin Salman di bawah struktur Visi 2030 berupaya mengkambinghitamkan kelemahan manajemen pemerintahan sebelumnya dalam kegagalan banyak urusan kemudian menggambarkan Visi 2030 inovasinya sebagai juru penyelamat.

Visi 2030 menggambarkan Saudi yang memiliki pendapatan dari banyak sumber selain emas hitam, di mana di sana hak-hak wanita sama dengan pria sehingga para pelancong asing dari Barat dan Timur menyebrang hanya untuk menonton Visi 2030. Jadi merealisasikan impian ini dengan eksistensi Ulama Salafi (pengharam supir perempuan) sangatlah tidak mungkin.

Baca Juga : Otoritas Palestina Cari Cara Menumpas Gerakan Perlawanan Tepi Barat

Dengan demikian, melemahkan Badan Agama menjadi target utama dalam anggaran MBS. Sebagai contoh, Badan Amer Ma’ruf dan Nahi Munkar, yang biasa disebut polisi agamis Saudi, mengalami perubahan identitas, tidak lagi menjadi mata-mata penjaga agar laki dan perempuan tidak berkumpul, tak lagi menggertak toko-toko buka ketika masuk waktu sholat.

Putra Mahkota Mohammed bin Salman sangat serius dalam hal ini, bahkan dalam logo baru founding day kerajaan tidak terlihat simbol agama ataupun simbol-simbol dari identitas Shahadah. Bahkan dalam logo-logo, yang dicetak Bin Salman tentang daerah al-Diriyah, tidak tergambarkan masjid ataupun menara musholla.

Selain itu, MBS juga menuliskan tanggal Masehi menggantikan Hijriah. Ini mengungkit banyak pertanyaan. Oposisi pemerintahan Saudi mengambil kesimpulan bahwa target Visi 2030 bukanlah reformasi ekonomi, akan tetapi pemisahan Islam dari sejarah dan politik Arab Saudi. Visi 2030 merupakan upaya untuk membatasi dan mengurangi pengaruh Islam di tengah sosial. Pencantuman ‘hari pendirian’ telah membangkitkan isu soal perubahan bendera dan lagu kebangsaan.

Baca Juga : Kalau AS Tidak Ingkar Janji, Ukraina Mungkin Tak Bernasib Begini

Baik analisa ini benar atau tidak, atau hanya merupakan bagian dari awal perubahan serta reformasi ide Bin Salman seperti yang telah dia akui yang dilakukan hanya dalam upaya menarik investasi asing untuk sumber-sumber pendapatan negara selain minyak, akan tetapi penghapusan dua pondasi bersejarah dan mitos politik Saudi oleh MBS akan memaksanya untuk mencari opsi lain sebagai pengunci legimitasi kekuasaan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *