Qom, Purna Warta – Bertindak sebagai dosen tamu, pakar kajian Timur Tengah Dr. Dina Y Sulaeman menyampaikan kuliah di hadapan sejumlah mahasiswa jurusan Al-Qur’an dan Ilmu Politik Universitas Internasional Almustafa Iran di kota Qom, Republik Islam Iran pada Sabtu siang (24/12). Dosen Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran tersebut menyampaikan materi kuliah, “Hubungan Internasional Iran dan Indonesia.”
Dalam penyampaiannya, Dina Sulaeman mengatakan interaksi Indonesia dan Iran tidak bisa lepas dari interaksi budaya yang menurut sejarawan telah terjalin sejak ratusan tahun lalu. “Interaksi Iran dan Indonesia pertamakali terjadi terkait dengan penyebaran Islam. Karena itu tidak ditemukan jejak-jejak interaksi budaya antara kedua negara bersahabat ini di luar konteks penyebaran ajaran Islam. Dengan demikian, bicara hubungan budaya antara kedua kawasan pasti semuanya terkait dengan budaya Islami.” Paparnya.
Namun terkait hubungan internasional antara Tehran dan Jakarta dalam konteks kekinian, penulis buku, “Ahmadi Nejad on Palestine” ini menyebutkan hubungan kedua negara terus terjalin baik, bahkan KBRI Tehran pernah menggelar Festival Kebudayaan 1000 tahun hubungan Indonesia-Iran pada tahun 2013. Analis isu-isu sosial dan geopolitik Timur Tengah ini mengatakan, “Saat ini kerjasama Indonesia – Iran terus meningkat, terutama dalam bidang ekonomi, pendidikan, riset dan tekhnologi, kesehatan dan olahraga. Sementara dalam bidang politik kedua pemimpin dan pejabat negara kerap saling mengunjungi satu sama lain sebagai simbol kedekatan, dan terkait isu-isu internasional Indonesia-Iran pun seringkali memiliki sikap dan pemahaman yang sama, terutama terkait dukungan terhadap perjuangan Palestina.”
“Namun sayangnya, di level publik, pandangan sebagian publik Indonesia terhadap Iran cenderung negatif. Ini karena masifnya propaganda negatif terhadap Iran oleh berbagai kelompok. Karena itu, untuk mengatasi ini, Iran perlu lebih aktif melakukan diplomasi publik, yaitu proses komunikasi yang dibangun oleh pemerintah Iran dengan obyek komunikasi langsung ke masyarakat Indonesia untuk memberi pemahaman yang benar mengenai Iran.” Jelas Direktur ICMES ini.
“Diplomasi publik Iran berhadapan dengan dua tantangan utama. Yang pertama adalah tantangan propaganda kelompok Wahabi yang membesar-besarkan perbedaan antara mazhab Sunni dan Syiah. Sejak Perang Suriah sekitar sepuluh tahun yang lalu, Wahabi menggencarkan propaganda anti-Syiah ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. Propaganda Wahabi ini cukup berhasil menciptakan opini publik yang negatif terhadap Syiah dan Iran. Ini adalah tantangan besar bagi pemerintah Iran. Tantangan kedua datang dari AS dan negara-negara Barat yang gencar mempropagandakan Isu pelanggaran HAM, kebebasan, dan demokrasi, di Iran. Saat ini, di Indonesia, opini publik negatif masyarakat Indonesia terhadap Iran semakin menguat seiring dengan kasus kematian Mahsa Amini. Ini juga menjadi tantangan besar lain bagi pemerintah Iran dalam konteks diplomasi publik bagi masyarakat Indonesia.” Jelasnya lebih lanjut.
Bertempat di ruang pertemuan Syahid Arif al-Husaini Universitas Internasional Almustafa Iran, selain dihadiri pejabat universitas dan sejumlah dosen Fakultas Tafsir Al-Qur’an dan Ilmu-Ilmu Humaniora turut hadir pula puluhan mahasiswa Indonesia dari berbagai program studi dan strata yang sedang kuliah di universitas tersebut.
Disebutkan, Dina Y Sulaeman berada di Iran atas undangan Kementerian Luar Negeri Iran yang menggelar Tehran Dialogue Forum 2022 yang berlangsung pada Senin (19/12) di Teheran, ibukota Republik Islam Iran. Forum tersebut adalah yang ketiga dengan partisipasi 70 pengamat politik, akademisi, dan pakar hubungan internasional dari 36 negara.