Teheran, Purna Warta – Duta Besar Iran di markas besar PBB di Jenewa telah menyuarakan kritik keras atas meningkatnya prevalensi Islamofobia di negara-negara Barat, menyerukan akuntabilitas pemerintah dan upaya yang lebih besar oleh lembaga-lembaga internasional dalam menghadapi masalah yang berkembang ini secara efektif.
Berbicara pada sebuah upacara yang memperingati Hari Internasional untuk Memerangi Islamofobia pada hari Selasa, Ali Bahreini mendefinisikan Islamofobia sebagai “ketakutan yang tidak rasional dan tidak dapat dibenarkan terhadap kehadiran dan perluasan Islam di masyarakat yang sebagian besar non-Muslim.”
Ia mengatakan bahwa keberadaan rasa takut dan permusuhan yang berkelanjutan ini, yang diperparah oleh stereotip negatif yang ditujukan kepada umat Islam, telah semakin mengakibatkan “diskriminasi, pengucilan dari kehidupan sosial, politik, dan sipil, serta pelecehan verbal dan kekerasan fisik terhadap umat Islam di masyarakat tuan rumah.”
Utusan Iran secara khusus menarik perhatian pada maraknya ujaran kebencian di negara-negara Barat, dengan menyatakan keprihatinan atas pemanfaatan teknologi modern dan platform media untuk menyebarkan sentimen Islamofobia. Bahreini menyerukan kepada masyarakat internasional untuk terus berupaya memerangi diskriminasi agama melalui pendidikan, dialog, dan menantang stereotip di semua tingkat masyarakat. 1 dari 3 Muslim mempertimbangkan untuk meninggalkan Inggris karena meningkatnya Islamofobia 1 dari 3 Muslim mempertimbangkan untuk meninggalkan Inggris karena meningkatnya Islamofobia Sepertiga Muslim di Inggris mengatakan kerusuhan sayap kanan baru-baru ini yang dipicu oleh sikap rasis dan Islamofobia telah memaksa mereka untuk mempertimbangkan meninggalkan negara tersebut, menurut sebuah survei. Ia menggarisbawahi tanggung jawab mendasar pemerintah dalam menangani masalah Islamofobia.
Mencapai tujuan ini memerlukan partisipasi aktif individu dan lembaga sosial untuk menumbuhkan saling pengertian dan mempromosikan rasa hormat terhadap berbagai perspektif dan keyakinan, imbuhnya.
Mengacu pada instrumen hak asasi manusia internasional yang telah ditetapkan, Bahraini menegaskan kembali hak yang melekat atas kebebasan berekspresi dan berkeyakinan.
Namun, ia menekankan bahwa kebebasan ini harus dilaksanakan dalam batasan rasa hormat terhadap martabat dan hak asasi manusia.
“Islamofobia, atau tindakan apa pun yang menargetkan simbol-simbol agama Islam, bukanlah bentuk kebebasan berbicara yang sah, melainkan manifestasi prasangka dengan konsekuensi yang berpotensi merugikan,” kata Bahreini.
Sidang tersebut diselenggarakan dalam kerangka Resolusi Majelis Umum PBB 76/254, yang diadopsi pada tahun 2022.
Resolusi tersebut bertujuan untuk mendorong kerja sama internasional dalam memerangi Islamofobia dan menumbuhkan pemahaman antaragama di tingkat nasional, regional, dan global.