Jakarta, Purna Warta – Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) resmi digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh sekelompok warga setelah disahkan oleh DPR RI. UU ini sebelumnya telah mendapat penolakan dari berbagai pihak, baik sebelum maupun setelah pengesahannya.
Berdasarkan informasi di situs Mahkamah Konstitusi (MK) pada Sabtu (22/3/2025), gugatan tersebut terdaftar dengan nomor 48/PUU/PAN.MK/AP3/03/2025. Tujuh orang tercatat sebagai pemohon dalam uji materi ini.
“Permohonan Pengujian Formil Undang-Undang Nomor … Tahun 2025 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia,” bunyi pokok perkara dalam gugatan tersebut.
Para pemohon yang terlibat dalam gugatan ini adalah Muhammad Alif Ramadhan (Pemohon I), Namoradiarta Siaahan (Pemohon II), Kelvin Oktariano (Pemohon III), M. Nurrobby Fatih (Pemohon IV), Nicholas Indra Cyrill Kataren (Pemohon V), Mohammad Syaddad Sumartadinata (Pemohon VI), dan R. Yuniar A. Alpandi (Pemohon VII).
DPR RI Sahkan Revisi UU TNI di Tengah Penolakan
Sebelumnya, DPR RI secara resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia atau RUU TNI menjadi undang-undang. Keputusan ini diambil dalam rapat paripurna yang dihadiri oleh sejumlah menteri.
Rapat paripurna tersebut berlangsung di ruang Paripurna Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, pada Kamis (20/3). Ketua DPR RI, Puan Maharani, memimpin jalannya sidang bersama dengan Wakil Ketua DPR, yakni Sufmi Dasco Ahmad, Saan Mustopa, dan Adies Kadir.
Namun, perubahan dalam UU ini memicu penolakan dari masyarakat, yang bahkan menggelar aksi demonstrasi di berbagai daerah.
Perubahan Penting dalam UU TNI
Salah satu poin utama yang mengalami perubahan dalam revisi UU TNI ini adalah Pasal 7 ayat (2) yang mengatur tugas pokok TNI. Kini, tugas pokok TNI terbagi menjadi dua, yaitu operasi militer untuk perang dan operasi militer selain perang.
Dalam operasi militer selain perang, terdapat 14 rincian tugas sebagaimana tercantum dalam huruf b ayat (2) pasal 7. Dua di antaranya adalah tugas tambahan TNI dalam menanggulangi ancaman pertahanan siber serta melindungi dan menyelamatkan warga negara serta kepentingan nasional di luar negeri.
Perubahan lainnya terdapat dalam Pasal 47 UU Nomor 34 Tahun 2004, yang membahas mengenai kementerian atau lembaga yang dapat diisi oleh personel TNI.
Selain itu, batas usia pensiun prajurit juga mengalami perubahan signifikan. Sebelumnya, anggota TNI berpangkat perwira dapat bertugas hingga usia 58 tahun, sedangkan bintara dan tamtama hingga 53 tahun. Setelah revisi, batas usia pensiun menjadi sebagai berikut:
Bintara dan tamtama: maksimal 55 tahun
Perwira sampai pangkat kolonel: maksimal 58 tahun
Perwira tinggi bintang 1: maksimal 60 tahun
Perwira tinggi bintang 2: maksimal 61 tahun
Perwira tinggi bintang 3: maksimal 62 tahun
Perwira tinggi bintang 4: maksimal 63 tahun, dengan kemungkinan perpanjangan maksimal dua kali dua tahun sesuai kebutuhan yang ditetapkan melalui Keputusan Presiden.
Perubahan-perubahan ini menjadi perhatian publik, terutama terkait dampaknya terhadap dinamika militer dan kebijakan pertahanan Indonesia. Sementara gugatan terhadap UU ini masih berproses di MK, perdebatan terkait revisi UU TNI diperkirakan akan terus berlanjut.