Al-Quds, Purna Warta – Menteri Keamanan sayap kanan ekstrem Israel, Itamar Ben-Gvir, mengancam akan menarik dukungan partainya dari koalisi Perdana Menteri Benjamin Netanyahu jika pemerintah tidak segera mengesahkan undang-undang yang memberlakukan hukuman mati bagi tahanan Palestina.
Baca juga: Gaza Harapkan 6.600 Truk Bantuan hingga 20 Oktober, Hanya 986 yang Tiba
Berbicara dalam pertemuan faksi Otzma Yehudit di Knesset, Ben-Gvir memperingatkan bahwa partainya akan memboikot seluruh pemungutan suara koalisi jika rancangan undang-undang hukuman mati tersebut tidak diajukan dalam waktu tiga minggu.
“Jika undang-undang hukuman mati tidak diajukan untuk pemungutan suara dalam tiga minggu, Otzma Yehudit tidak akan berpartisipasi dalam pemungutan suara atas rancangan undang-undang koalisi,” tegasnya.
Ben-Gvir menuduh partai Likud pimpinan Netanyahu melanggar perjanjian koalisi, yang menurutnya mencakup komitmen untuk meloloskan undang-undang hukuman mati selama masa jabatan Knesset saat ini.
Ia mengkritik Netanyahu karena terus memberikan “alasan” untuk menunda rancangan tersebut — pertama sebelum perang di Gaza, dan kemudian selama perang berlangsung.
“Setelah perang dimulai, mereka mengatakan undang-undang itu bisa membahayakan tentara yang disandera. Tapi sekarang, setelah para tawanan hidup telah kembali, alasan itu tidak lagi berlaku,” kata menteri garis keras tersebut.
Ben-Gvir berpendapat bahwa penerapan hukuman mati akan menjadi “alat tekanan penting terhadap Hamas” dan harus menjadi bagian dari “perangkat strategi” Israel dalam perang melawan gerakan perlawanan Palestina.
Pada Juli tahun lalu, Ben-Gvir telah menyerukan agar tahanan Palestina dieksekusi dengan ditembak di kepala.
Baca juga: Hamas Rencanakan Operasi Terbesar untuk Menumpas Geng Pendukung Israel di Gaza
Pusat Kajian Tahanan Palestina (Palestine Center for Prisoners’ Studies) pada Agustus tahun ini memperingatkan bahaya hasutan berkelanjutan Ben-Gvir terhadap para tahanan Palestina, menggambarkan tindakannya sebagai bagian dari upaya sistematis untuk mendehumanisasi tahanan Palestina dan mengikis hak-hak dasar mereka.
Peringatan itu muncul setelah Ben-Gvir mengunjungi sel tahanan pemimpin Fatah, Marwan Barghouti, yang telah dipenjara sejak 2002, lalu mengunggah video dirinya mengejek Barghouti di dalam selnya.
Video tersebut memicu kecaman luas dari gerakan perlawanan Palestina, pegiat hak asasi manusia, dan para pemimpin politik, yang menyebut tindakan Ben-Gvir sebagai ancaman langsung terhadap nyawa Barghouti serta cerminan dari permusuhan rezim Israel yang semakin dalam terhadap tahanan Palestina.
Tahanan Palestina dilaporkan mengalami kondisi penahanan yang sangat buruk, terutama selama dua tahun terakhir perang genosida Israel terhadap Jalur Gaza.
Berbagai laporan dari organisasi hak tahanan dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menggambarkan adanya penyiksaan sistematis di pusat-pusat penahanan Israel, termasuk pemukulan brutal, kelaparan, pelarangan kunjungan keluarga, serta kelalaian medis.
Menurut kelompok hak asasi, lebih dari 80 warga Palestina telah meninggal dalam tahanan Israel sejak 7 Oktober 2023.
Baru-baru ini, rezim Israel dan Hamas mencapai kesepakatan tahap pertama gencatan senjata, yang mencakup pembebasan seluruh tawanan Israel yang tersisa di Gaza dengan imbalan pembebasan tahanan Palestina, serta penarikan bertahap pasukan Israel dari wilayah Palestina.


