Beirut, Purna warta – Dalam pidatonya pada malam tanggal 5 Muharram, Sekjen Hizbullah menekankan tanggung jawab dan kehati-hatian serta larangan perdamaian dengan rezim Zionis.
Sekretaris Jenderal Hizbullah Sayyid Hassan Nasrallah, dalam pidatonya pada malam tanggal 5 Muharram, menekankan pentingnya tanggung jawab dan kehati-hatian dalam berbagai situasi.
Menurut situs berita Lebanon Al-Ahd, Nasrallah mengatakan: “Ketika kita menghadapi perkembangan politik, keamanan, ekonomi dan sosial, kita harus melihat apa tugas kita. Ketika masing-masing dari kita berbicara dan mengungkapkan pendapat di negara ini akan memiliki konsekuensi dan akan mempengaruhi nasib dan masa depan rakyat.”
Nasrallah melanjutkan, dalam tiga puluh tahun dia memimpin, dia sangat menyadari beratnya tanggung jawab ini.
Dia berkata: Di malam dan siang hari dan dalam setiap situasi, akhirat akan selalu di depan mata kita karena pada Hari Pembalasan kita akan berdiri di hadapan Allah dan kita akan ditanyai tentang keputusan yang kita buat dan kita akan dimintai pertanggungjawaban. Tidak ada keraguan bahwa Hizbullah adalah partai terbesar di Lebanon saat ini, dan ini adalah hal yang positif, tetapi juga memiliki tanggung jawab besar.
Sekjen Hizbullah melanjutkan: Hari ini, beberapa orang bertanya, di mana hubungan perjuangan kita dengan Al-Husein? Dan bagaimana kita melihat situasi ini? Al-Husein berdiri untuk tujuan besar, jadi tidakkah kita harus membatasi kebangkitan Al-Husein ini pada skala kecil. Imam Husein datang ke Karbala untuk tujuan yang sangat besar yakni untuk melestarikan Islam dan mereformasi umat dan mengembalikan tatanan pada sistem Islam kenabian.
Nasrullah juga mengatakan tentang perbandingan yang dibuat dengan perdamaian Hudaybiyyah: “Damai dengan Israel dilarang karena sebenarnya kalaukita berdamai maka kita sama saja mengakui tanah yang dimiliki oleh orang-orang Palestina untuk penjajah, Ini adalah perdamaian yang irasional dan tidak manusiawi. Apa hubungannya dengan perdamaian Hudaybiyyah?
Pada akhirnya, ia kembali mengimbau masyarakat untuk meningkatkan toleransi dalam situasi sulit saat ini.
Dalam pidato tadi malam, Nasrallah juga meminta para pendukung poros perlawanan untuk tidak meremehkan perang psikologis dan media, dan mencatat bahwa beberapa pihak sengaja memanaskan situasi untuk meningkatkan krisis di Lebanon.
Perdamaian Hudaybiyyah disebut-sebut sebagai penaklukan politik terbesar dalam sejarah Islam awal. Nabi saw meninggalkan Madinah dengan sejumlah orang-orang muslim pada hari pertama Dziqaadah di tahun keenam Hijriah dan pergi ke Mekah dengan niat melakukan umrah. Ketika berita ini sampai pada orang-orang kafir Quraisy, mereka memutuskan dalam dewan Dar al-Nadwa untuk mencegah Nabi saw memasuki Mekah dengan cara apa pun, karena sejauh ini kedua belah pihak saling bermusuhan. Maka, kaum Quraisy, dengan bantuan suku-suku sekutu, menyiapkan sebuah kelompok yang terdiri dari 200 kavaleri.
Akhirnya, Nabi saww berhenti dalam perjalanan di daerah yang bernama Hudaybiyyah, dan kavaleri musuh juga menetap di dekat mereka. Pada saat ini, orang Quraisy mengirim Badil bin Warqa kepada Nabi saw. Dia mengatakan bahwa orang Quraisy siap berperang, tetapi Nabi saw menanggapi dengan mengusulkan perdamaian dengan utusan Quraisy.
Nabi Suci saw mengirim Kharash Ibn Umayyah dan setelahnya Utsman ke Quraisy untuk memahamkan permintaan perdamaian. Utsman berbicara dengan orang Quraisy di Baladah dan kemudian memasuki Mekah di bawah perlindungan salah satu orang kafir Bani Umayyah. Keberadaannya di Mekah diperpanjang karena sejumlah alasan, dan situasinya menjadi tak jelas bagi umat Islam.
Nasib Utsman yang tidak jelas dan desakan kaum Quraisy untuk mencegah Nabi saw memasuki Mekah, serta beberapa berita yang tidak jelas menyebar, mendorong Nabi saw untuk menggunakan manuver kekuatan untuk menetapkan strategi perdamaian. Nabi saw menyatakan kesiapannya kepada umat Islam, dan kemudian semua umat Islam bersumpah setia kepada Nabi satu per satu yang dikenal dengan bai’atul ridhwan, dan akhirnya berhasil membangun strategi perdamaian.
Para pemimpin Quraisy mengirim Suhail bin Amr kepada Rasulullah saw. Dia berkata bahwa kami pun tidak menginginkan perang dan bahwa permintaan perang adalah permintaan orang-orang bodoh Quraisy. Setelah beberapa putaran negosiasi, diputuskan untuk menyiapkan teks tertulis untuk perdamaian. Perdamaian ini, yang berakhir di tempat Hudaybiyyah, kemudian dikenal sebagai perdamaian Hudaybiyyah.