STAI Sadra Gelar Maulid Nabi, Hadirkan Ayatullah Ansariyan

Jakarta, Purna Warta Memanfaatkan kehadiran ulama senior Iran Ayatullah Husein Ansariyan yang sedang melakukan kunjungan ke Indonesia, STAI Sadra Jakarta menghadirkannya sebagai pembicara dalam ralam rangka peringatan Maulid Nabi Muhammad saw di Aula Al Mustafa, STAI Sadra Jakarta, Kamis (5/10) siang.

Acara stadium general dengan tema “Keteladanan Akhlak Nabi Muhammad saw” tersebut dibuka pukul 13.00 WIB dengan kehadiran para karyawan, mahasiswa, dosen dan tamu undangan. Turut hadir Duta Besar Republik Islam Iran Dr. Mohammad Boroujerdi dan Direktur Islamic Cultural Center, Prof. Abdul Majid Hakimullahi.

Pada kesempatan ini, Ketua Yayasan Hikmat Al Mustafa Prof. Mottaghi menyampaikan rasa kebahagiaannya di hari mulia yang bertepatan dengan kelahiran manusia agung, Nabi Muhammad saw dan Imam Ja`far Shodik as ini karena kedatangan seorang ulama besar yang terkenal dan ahli dalam bidang fikih, ushul fikih, filsafat Islam dan irfan atau tasawuf dari Hauzah Ilmiah Qom, Iran bernama Ayatullah Husein Ansariyan. Tentu para Alumni Jamiah Al Mustafa Al Alamiyah tidak asing dengan ceramah-ceramah dan karya-karya ilmiah beliau.

Prof. Mottaghi menambahkan bahwa STAI Sadra dengan usaha keras Dr. Kholid Al Walid beserta jajarannya sudah membuka Prodi baru berupa Psikologi Islam dan akan terlaksana dalam waktu dekat. Pesantren Al Quran Al Mustafa juga sedang dalam proses untuk mendapatkan legalitas dari Kemenag. Al Mustafa Open University juga sudah berjalan dengan 475 mahasiswa yang aktif berkuliah di bidang fikih dan studi Islam.

“Kunjungan Ayatullah Ansariyan merupakan karunia besar bagi kita dan bagi masyarakat Indonesia pada umumnya. Kehadiran Dubes Republik Islam Iran yang baru bernama Dr. Mohammad Boroujerdi juga menjadi momen penting dalam acara ini. Semoga para hadirin dapat memetik hikmah dan manfaat dari materi-materi yang akan disampaikan Ayatullah Ansariyan pada kesempatan ini,” ungkapnya.

Sementara Ayatullah Ansariyan terkait tema acara ini menjelaskan bahwa perintah untuk membaca “Iqra` atau bacalah” kepada Nabi Muhammad saw dalam Al Quran adalah supaya umat membaca hakikat-hakikat keberadaan dan memiliki ilmu agar terhindar dari musibah atau kefakiran yang paling besar berupa kebodohan. Kebodohan merupakan kondisi hina dan sangat dikecam lantaran menyebabkan manusia tunduk kepada hawa nafsu sebagai musuh internal manusia dan menyebabkan manusia tertipu oleh setan sebagai musuh eksternalnya. 

Ayatullah Ansariyan menjelaskan bahwa Allah tidak hanya memerintahkan untuk membaca dan mengenal siapa yang telah menciptakan manusia, tapi juga mengajarkan dengan pena kepada manusia tentang hal-hal yang tidak diketahui. Saat itu, Nabi berada di sekitar orang-orang yang buta huruf dan berada di sebuah tempat yang tidak memiliki fasilitas penunjang untuk belajar, tapi Allah memerintahkannya untuk membaca dan mengenal Tuhan. Hal ini menandakan bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang menganggap penting dan memerintahkan umatnya untuk membaca, menulis dan berilmu. Kata “Al Qalam atau pena” menunjukkan pentingnya untuk mencatat ilmu dan tidak hanya mengandalkan ingatan saja, sebab ilmu dalam ingatan akan mudah terlupakan tetapi ilmu dalam catatan tak akan terlupakan dan akan selalu ada. Karena itu, berkat pena dapat disaksikan betapa banyak jumlahnya karya-karya tulis atau buku dan perpustakaan-perpustakaan.

Beliau menambahkan bahwa Islam satu-satunya agama di dunia ini yang menekankan pentingnya literasi, menulis dan ilmu bahkan di dalam Al Quran Allah bersumpah demi pena dan apa yang ditulis oleh pena. Hal ini juga ditekankan dalam hadis Nabi yang berbunyi, “Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi seorang muslim.” dan hadis lain, “Ilmu adalah cahaya.” Karena manusia tanpa cahaya penerang akan berada dalam jalan kegelapan dan ketidaktahuan. Artinya tanpa ilmu manusia tidak akan sampai pada tujuan hidupnya. Ketika dalam peperangan kaum muslimin menawan musuh-musuhnya, yang dilakukan kaum muslimin tidak memaksa para musuh tawanan untuk masuk Islam tapi mereka yang bisa membaca dan menulis disuruh untuk mengajarkan kepada kaum muslimin untuk membaca dan menulis. Mereka yang sukses mengajarkan baca tulis kepada 10 orang muslim hadiahnya adalah dibebaskan dari tawanan. Kontribusi Islam dalam ilmu pengetahuan tercatat dalam buku-buku seperti Matahari Islam di Eropa (tiga jilid), Sejarah Peradaban dan Islam (satu jilid), Sejarah Peradaban karya Jurji Zaedan (enam jilid) dan lainnya. Dunia Barat mengenal dan mengembangkan ilmu pengetahuan dari buku-buku kaum muslimin.

Lebih lanjut beliau menjelaskan bahwa sayangnya dalam kurun waktu yang lama negara-negara yang mayoritas penduduknya muslim mengalami penjajahan sehingga terbelakang, namun setelah merdeka mereka bangkit kembali untuk mencapai kemajuan yang tertinggal. Islam sangat memperhatikan dunia pendidikan dan pembelajaran, karena itu ada banyak karya tulis oleh ilmuwan dan ulama Islam seperti di abad ketiga ada perpustakaan bernama Baitul Hikmah yang mengoleksi satu juta manuskrip dan di abad ketujuh di kota Naisabur terkumpul satu juta manuskrip, juga manuskrip-manuskrip di kota Baghdad dibakar oleh pasukan Mongol yang kala itu menyerang Iran.

“Dalam Islam dilarang malas untuk ilmu dan sekedar untuk memotivasi para mahasiswa, saya sudah menulis sebanyak tiga ratus ribu halaman tanpa bantuan orang lain. Tigas ratus ribu halaman tersebut berisi tentang beragam disiplin ilmu dan pendidikan. Tiga ratus ribu halaman itu, dijadikan seribu seratus tiga puluh eksemplar buku dan tujuh ratusnya sudah dicetak dan sisanya siap untuk dicetak. Artinya Allah memberikan kemampuan kepada kita semua untuk membangun sebuah perpustakaan dari hasil karya diri sendiri dengan pena dan tangan kita. Selain itu, selama kurang lebih enam puluh tahun baik di Iran maupun di luar Iran, ada ribuan ceramah saya yang bukan ulangan terdokumentasikan dalam CD,” tegas Ayatullah Ansarian.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *