Ini Kata Walhi NTB Soal Air Laut Bima Berwarna Cokelat

Bima, Purnawarta – Air laut di Perairan Kota Bima mengalami fenomena yang tidak biasa. Air laut di sana mendadak berubah warna menjadi cokelat.

Hal ini pun akhirnya mendapat sorotan dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat (Walhi NTB).

Direktur Walhi NTB Amri Nuryadin mengatakan pihaknya menduga perubahan warna laut di Perairan Kota Bima, tepat di sepanjang pantai Amahami, Lawata dan sekitarnya diduga berasal dari tumpahan limbah.

Gumpalan-gumpalan berwarna cokelat, licin dan menempel satu sama lain itu diduga berasal dari limbah yang bersumber dari kegiatan usaha pertamina yang berada di pantai laut di Kota Bima.

Berdasarkan pengamatan warga setempat kata Amri, peristiwa permukaan air laut yang tertutup kotoran yang diduga limbah tersebut sudah terjadi setidaknya sejak dua hari yang lalu.

Selama dua hari terakhir perubahan warna air laut di sepenjang pantai Amahami atau laut Bima kian meluas.

“Meskipun gejala tersebut belum menunjukkan perubahan bau yang meneyengat di sepanjang area pantai dan perairan. Namun penampakan dan bentuk yang muncul semakin parah,” kata Amri melalui keterangan tertulis, Rabu (27/4/2022).

Amri mengatakan, sampai Rabu tadi pagi, belum ada klarifikasi terkait fenomena itu yang berasal dari pihak Pertamina yang berkegiatan di pinggiran pantai tersebut.

Amri menjelaskan bahwa, belajar dari pengalaman sebelumnya, pada tahun 2020 tumpahan minyak juga pernah terjadi di perairan laut Pelabuhan Bima hingga ke Kelurahan Kolo Kota Bima, pada saat pembongkaran Minyak Marine Fuel Oil (MFO) atau minyak hitam oleh Pelindo III Bima NTB.

Terjadinya persitiwa tersebut karena pihak pertamina yang tidak menjalankan standar operasional prosedur (SOP) dalam bongkar-muat minyak di pelabuhan.

“Artinya pihak Pertamina teledor dan mengabaikan kemungkinan dampak-dampak yang akan ditimbulkan jika terjadi kebocoran dan hal serupa lainnya. Selain itu, pihak pemerintah yang juga belum menunjukkan sikap tegas atas tragedi ini belum dapat diandalkan untuk mencegah terjadinya dampak lebih besar,” ungkap Amri.

Menurut Amri, Pemerintah Bima dan NTB masih cenderung abai atas kejadian ini yang secara terang memiliki dampak kerusakan yang parah terhadap lingkungan.

Sikap abai Pemerintah atas persitiwa semacam ini adalah merupakan tindakan pidana akibat pelanggaran terhadap Undang-undang, khususnya Undang-undang No. 32, Tahun 2009 tentang Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), terkait ketentuan ketentuan pidana yang ada didalam UU PPLH.

Amri juga menegaskan, berdasarkan peraturan Pemerintah Nomor 109, tahun 2006, tentang penanggulangan keadaan darurat di laut, pasal 1, ayat 1, bahwa: terjadinya tumpahan yang diduga limbah pertamina tersebut, maupun peristiwa serupa lainnya tidak boleh dianggap enteng, apalagi diabaikan.

PT Pertamina harus melakukan klarifikasi atas kegiataan usahanya apakah hal ini merupakan akibat dari kegiatan usahanya karena terdekat dengan wilayah yang tercemar.

Amri menegaskan bahwa apabila tidak ada tindakan yang diambil oleh aparat terkait, maka pihak Walhi NTB yang akan segera melakukan upaya tegas seperti diatur dalam UU PPLH nomor 32 tahun 2009.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *