Demak, Purna Warta – Karena pembacokan yang telah Mbah Minto (Kasmito) (75) lakukan terhadap pencuri, ia dituntut dua tahun penjara, kejadian tersebut terjadi di kolam tempatnya bekerja di Demak, Jawa Tengah.
Tuntutan tersebut viral dibahas oleh sejumlah pihak, ada yang membenarkan dan ada pula yang justru bersimpati terhadap Mbah Minto.
Satu pihak sepakat dengan tuntutan tersebut berdasarkan tindak pidana penganiayaan berat yang Mbah Minto lakukan, sebagian lagi keberatan lantaran Mbah Minto membela diri dari tindak pidana pencurian.
“Tuntutan dua tahun penjara ini sudah kita pertimbangkan dengan baik, baik secara psikologis, sosiologis, maupun secara yuridis. Di mana penganiayaan yang dilakukan mbah Kasminto cenderung penganiayaan berat. Sebagaimana diatur Pasal 351 ayat 2 KUHP,” kata Kajari Demak Suhendra saat konferensi pers, Selasa (30/11).
Suhendra menyebut alasan pembelaan diri di kasus Mbah Minto tidak tepat. Menurutnya, Mbah Minto telah terbukti melakukan penganiayaan yang menyebabkan korban luka berat.
“Pada saat kejadian itu juga tidak ada yang dinamakan upaya pembelaan diri. Jadi alasan pembelaan diri terdakwa di sana tidak tepat. Jadi si korban tidak melakukan perlawanan. Kemudian terdakwa datang secara mengendap-endap, langsung membacok ke arah tubuh korban sebanyak lebih dari dua kali,” terangnya.
“Luka yang ditimbulkan akibat bacokan tersebut sangat serius dan dapat menghilangkan nyawanya, yaitu pada lengan, luka pada leher. Lehernya itu hampir robek kena urat besarnya,” lanjutnya.
Pakar hukum: harusnya bebas
Akan tetapi, pakar hukum pidana Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Supanto, menilai Mbah Minto seharusnya bebas dari tuntutan.
Tindak kekerasan yang dilakukan dengan alasan membela diri seharusnya dibebaskan dari perkara. Namun, Mbah Minto tetap harus bisa membuktikan bahwa dia benar-benar mempertahankan diri.
Menurutnya, membela diri bukan selalu melindungi jiwa, namun bisa jadi hartanya. Bahkan ketika pencuri dalam kasus ini tidak melakukan penyerangan, Mbah Minto tetap bisa disebut membela diri.
“Membela diri itu kan tidak hanya yang mengancam nyawa, tapi bisa juga hartanya. Bahkan ketika pencuri tidak menyerang. Itu kan dia jelas masuk ke kolam mau ambil ikan, kecuali cuma kencing,” ujarnya.
Selanjutnya: Berharap vonis objektif, agar keadilan tak jungkir balik
Begitu juga dengan ahli hukum pidana dari Universitas Indonesia (UI), Suparji Ahmad, prihatin terkait tuntutan yang dilayangkan jaksa penuntut umum (JPU) terhadap Mbah Minto. Menurutnya, bahwa jaksa seharusnya melihat perkara tersebut tidak hanya dari sisi pembacokannya saja.
“Tuntutan jaksa memang patut dihormati. Namun di sisi lain hal itu mengusik rasa keadilan masyarakat, karena seharusnya JPU mempertimbangkan banyak hal. Tidak hanya berfokus pada pihak yang dilukai Mbah Minto,” kata Suparji kepada wartawan, Rabu (1/12).
Ketika tindak pidana terjadi, sangat memungkinkan bahwa pelaku tidak memiliki niat jahat. Suparji mencontohkan ketika seseorang melakukan pembelaan diri. Dalam kondisi tersebut, bisa jadi seseorang melakukan tindakan di luar batas.
“Dan tindakan tersebut bisa menjadi alasan pembenar karena ia ingin membela diri. Seharusnya, jaksa mempertimbangkan bahwa tindakan Mbah Minto merupakan reaksi dari tindakan pencurian. Apalagi menurut pengakuan Mbah Minto, ia sempat disetrum,” paparnya.
Maka, dalam memberikan tuntutan tidak bisa menggunakan ‘kacamata kuda’. Sebuah peristiwa pidana harus dilihat secara menyeluruh dan detil, tidak bisa hanya separuh dari sisi korban. Bila hanya satu sisi, sangat dimungkinkan penegakan hukum tidak dimungkinkan.
Nantinya, ia berharap majelis hakim mampu memberi vonis yang objektif, progresif, dan mencerminkan keadilan. Sebab, membela diri (noodweer) pun dimungkinkan berdasarkan KUHP. Jangan sampai orang yang niatnya membela diri, hanya karena melukai, lantas dipidana.
“Hukumnya malah jungkir balik nanti. Yang ingin membela dipenjara, yang melakukan pidana bisa bersuka-ria. Ini sangat tidak kita harapkan,” beber Suparji.
“Semoga hakim bisa progresif dalam memutus perkara ini sehingga terwujud keadilan yang objektif,” pungkas Suparji.