Pemimpin Hamas: Operasi Topan Al-Aqsa Hancurkan Ilusi ‘Israel Raya’

Hamas z1

Al-Aqsa, Purna Warta – Pemimpin senior Hamas, Osama Hamdan, mengatakan bahwa Operasi Topan Al-Aqsa akan tetap menjadi tonggak sejarah bagi bangsa Palestina, karena operasi tersebut telah menghancurkan ilusi proyek yang disebut “Israel Raya.”

Berbicara tentang Operasi Topan Al-Aqsa pada Selasa, Hamdan menegaskan bahwa operasi yang dilancarkan oleh kelompok-kelompok perlawanan Palestina jauh ke dalam wilayah pendudukan pada awal Oktober 2023 itu terbukti menjadi pembuka bagi “lenyapnya” entitas Israel di masa mendatang.

“Agresi paling berbahaya bukanlah operasi pembunuhan dan penghancuran, melainkan pernyataan Netanyahu tentang proyek Israel Raya,” kata pejabat Hamas tersebut.

Ia menambahkan, “Israel adalah entitas agresif di kawasan yang menyerang tidak hanya Palestina, tetapi juga Lebanon, Yaman, Suriah, Irak, Iran, dan Qatar.”

Gagasan tentang “Israel Raya” telah diutarakan oleh berbagai politisi Israel; namun, konsep ini semakin menguat baru-baru ini karena agresi tanpa henti rezim tersebut di seluruh kawasan Asia Barat.

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, pada Agustus lalu mengatakan kepada media Israel bahwa ia merasakan keterikatan mendalam terhadap “visi” tentang “Israel Raya,” yang mencakup wilayah pendudukan Palestina serta sebagian wilayah Mesir, Yordania, Suriah, dan Lebanon, dan menyebutnya sebagai “misi historis dan spiritual.”

Hamas saat itu mengecam pernyataan Netanyahu tersebut sebagai “kegilaan dan delusi” yang menguasai perilaku dirinya dan pemerintah ekstremisnya.

Hamdan menegaskan bahwa rezim Israel telah gagal mencapai tujuan-tujuan yang dinyatakannya setelah lebih dari dua tahun menjalankan perang genosida di Jalur Gaza.

“Rakyat Palestina secara nyata telah menegaskan bahwa mereka tetap teguh mempertahankan haknya untuk bertahan di tanah yang terkepung, meskipun telah dua tahun menghadapi perang pemusnahan oleh Israel.”

Pejabat Hamas itu menambahkan, “Israel menginginkan agar perlawanan menyerah, tetapi tidak ada satu pun pejuang yang mengibarkan bendera putih, meletakkan senjata, atau berhenti bertempur selama dua tahun perang itu berlangsung.”

Hamdan mengatakan bahwa Israel akhirnya terpaksa menerima kesepakatan gencatan senjata terbaru dengan pihak Palestina.

“Perlawanan telah mencapai kesepakatan gencatan senjata di Gaza lebih dari satu kali, namun pihak pendudukan segera mengingkarinya. Setelah dua tahun, semua pihak akhirnya sampai pada kesimpulan: bahwa seluruh penderitaan ini tidak mematahkan semangat rakyat Palestina, dan kerasnya pertempuran tidak membuat perlawanan meninggalkan medan tempur.”

Ia menekankan bahwa keuntungan dari kesepakatan gencatan senjata tersebut adalah pengumuman berakhirnya perang sebagai langkah pertama — bertentangan dengan apa yang diinginkan Israel dan para pendukung Baratnya.

“Terdapat perbedaan pandangan antara negara-negara Barat dan Amerika, namun faktor kesamaan di antara mereka adalah bahwa kelanjutan agresi telah mulai menimbulkan kerugian di pihak entitas Zionis. Ada keinginan dari semua pihak, kecuali entitas Zionis, untuk menghentikan perang,” tambah Hamdan.

Hamdan menjelaskan bahwa gencatan senjata bulan lalu merupakan kesepakatan awal, bukan perjanjian lengkap. “Kita masih memiliki tiga tahap ke depan, dan sejauh ini baru menyelesaikan tahap pertama,” ujarnya.

Presiden Amerika Serikat Donald Trump mendorong tercapainya kesepakatan gencatan senjata, dengan melibatkan kekuatan regional dan kedua pihak untuk menghentikan permusuhan serta memungkinkan bantuan kemanusiaan masuk ke wilayah yang terkepung tersebut.

Namun, rencana 20 poin Trump untuk Gaza sejak awal rapuh, karena Israel telah berulang kali melanggar perjanjian tersebut dan menewaskan ratusan warga Palestina.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *