Amsterdam, Purna Warta – Sejumlah organisasi hak asasi internasional menyerukan pelaksanaan surat perintah penangkapan yang dikeluarkan Mahkamah Pidana Internasional (ICC) terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan menteri urusan militer Yoav Gallant atas kejahatan perang dalam perang genosida di Gaza.
Organisasi-organisasi tersebut—antara lain al-Karama for Human Rights (Jenewa), Torture Victims Association (Jenewa), al-Shabaka Center for Human Rights (London), Free Voice for Human Rights (Paris), EFDD International Organization (Belgia), Adalah Foundation for Human Rights (Istanbul), dan Solidarity for Human Rights (Jenewa)—dalam pernyataan bersama pada Hari Solidaritas Internasional untuk Rakyat Palestina, mendesak agar langkah tersebut segera diambil karena kedua pejabat Israel itu dianggap bertanggung jawab atas kekejaman mengerikan di Jalur Gaza.
Kelompok-kelompok HAM itu menegaskan dukungan mereka atas langkah yang diambil pengadilan ICC di Den Haag dalam kasus terhadap Israel, dan mendesak pelaksanaan segera surat perintah penangkapan yang menargetkan para pemimpin Israel atas kejahatan perang—termasuk penggunaan kelaparan sebagai senjata perang—serta kejahatan terhadap kemanusiaan, seperti pembunuhan disengaja, penganiayaan, dan tindakan tidak manusiawi lainnya.
Organisasi-organisasi tersebut menekankan bahwa perdamaian tidak akan tercapai tanpa mengakhiri pendudukan sepenuhnya dan menuntut pertanggungjawaban para pejabat Israel atas tindakan mereka.
Hari Solidaritas Internasional untuk Rakyat Palestina diperingati ketika Gaza berada dalam kondisi gencatan senjata rapuh yang belum mampu menghentikan krisis kemanusiaan yang memengaruhi lebih dari dua juta orang di wilayah itu, tambah mereka.
Para kelompok HAM itu menyoroti bahwa warga Gaza masih tidak memiliki akses terhadap kebutuhan dasar seperti makanan, air, layanan kesehatan, listrik, dan tempat tinggal, sementara ratusan ribu orang kehilangan rumah setelah seluruh lingkungan hancur oleh serangan udara Israel.
Mereka juga menegaskan bahwa solidaritas dan tindakan simbolis tidak lagi cukup di tengah pendudukan Israel yang terus berlangsung dan kebijakan represif rezim Tel Aviv yang menjadi penyebab utama penderitaan rakyat Palestina.
Mereka mencatat bahwa Hari Solidaritas Internasional untuk Rakyat Palestina merupakan seruan global untuk menegaskan kembali tanggung jawab moral dan hukum terhadap populasi yang telah mengalami salah satu bentuk pendudukan, kekerasan, dan blokade paling parah selama puluhan tahun.
Organisasi-organisasi tersebut menekankan bahwa solidaritas sejati dimulai dengan mengutuk pelanggaran, berupaya mengakhiri impunitas, dan mendukung hak rakyat Palestina untuk membentuk negara merdeka yang mencakup seluruh wilayah Palestina, dengan al-Quds sebagai ibu kotanya.
Menegaskan bahwa situasi Gaza sejak Oktober 2023 memenuhi definisi genosida total sebagaimana tercantum dalam Konvensi Genosida 1948, mereka menyerukan intervensi internasional yang segera dan tegas. Mereka menuntut semua pemerintah dan lembaga internasional menekan otoritas Israel agar mematuhi hukum kemanusiaan internasional, menghentikan serangan terhadap warga sipil, serta memungkinkan masuknya bantuan kemanusiaan dan tim penyelamat secara cepat dan tanpa batas.
Sejak Oktober 2023, tentara Israel telah membunuh lebih dari 70.100 warga Palestina—sebagian besar perempuan dan anak-anak—dan melukai sedikitnya 170.900 lainnya dalam perang dua tahun yang telah meratakan sebagian besar Jalur Gaza.
Serangan itu juga menyebabkan kehancuran besar-besaran terhadap rumah dan infrastruktur sipil, menciptakan kondisi yang sangat genting bagi warga yang masih bertahan hidup.


