Al-Quds, Purna Warta – Serangan yang dilakukan sekelompok pemukim ilegal Israel terhadap sebuah masjid di Tepi Barat yang diduduki telah memicu kecaman internasional, di tengah meningkatnya kekerasan pemukim, penggerebekan militer, dan pengusiran paksa warga Palestina sejak dimulainya perang genosida Israel di Gaza.
Para pemukim Israel membakar Masjid Hajja Hamida di desa Palestina Deir Istiya, barat laut kota Salfit, pada Kamis dini hari.
Foto-foto di lokasi memperlihatkan slogan-slogan rasis yang ditujukan kepada Arab dan Muslim disemprotkan pada dinding masjid, yang juga mengalami kerusakan akibat kobaran api. Salinan-salinan Al-Qur’an – kitab suci Islam – turut hangus terbakar.
Kantor berita resmi Palestina WAFA, mengutip aktivis anti-ekspansi permukiman Nazmi Salman, melaporkan bahwa warga setempat turun tangan untuk mencegah api menyebar ke seluruh bagian masjid.
Juru bicara Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyatakan bahwa badan internasional tersebut “sangat” mengutuk serangan tersebut.
“Tempat-tempat ibadah harus dihormati dan dilindungi setiap saat,” kata Stéphane Dujarric kepada wartawan dalam sebuah pengarahan di markas PBB di New York.
Ia mengecam “semua serangan oleh pemukim Israel terhadap warga Palestina dan properti mereka di Tepi Barat yang diduduki.”
“Insiden-insiden seperti ini merupakan bagian dari pola kekerasan ekstremis yang semakin meningkat, yang memicu ketegangan dan harus segera dihentikan,” ujarnya.
Dujarric juga menekankan bahwa “Israel, sebagai kekuatan pendudukan, harus melindungi penduduk sipil Palestina dan memastikan bahwa para pelaku serangan dimintai pertanggungjawaban.”
Gerakan perlawanan Palestina Hamas mengecam serangan pembakaran itu sebagai “kejahatan keji dan pelanggaran terang-terangan terhadap perasaan umat Islam serta kebebasan beribadah.”
Serangan tersebut, lanjut Hamas, kembali “mengungkap tingkat sadisme dan rasisme yang dipraktikkan oleh pendudukan terhadap rakyat kami dan terhadap situs-situs suci Islam maupun Kristen.”
Hamas menegaskan bahwa “kejahatan para pemukim teroris” terhadap rakyat Palestina dilakukan “dengan dukungan penuh” dari rezim Israel dalam “upaya putus asa untuk memberlakukan realitas baru di wilayah Palestina yang diduduki dan mengubah karakter serta kebenaran sejarahnya.”
Kementerian Luar Negeri dan Ekspatriat Yordania juga mengecam keras peningkatan serangan pemukim Israel.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Yordania, Fouad Majali, menegaskan penolakan mutlak Amman terhadap serangan-serangan tersebut, yang ia gambarkan sebagai “perpanjangan dari kebijakan ekstremis rezim Israel dan pernyataan para pejabatnya yang memicu ekstremisme dan kekerasan terhadap rakyat Palestina.”
Majali memperingatkan bahwa pelanggaran-pelanggaran berlanjut di Tepi Barat serta pembatasan yang terus diberlakukan terhadap warga Palestina—ditambah serangan para pemukim—dapat memicu kekerasan lebih luas dan mengancam keamanan serta stabilitas kawasan.
Ia menyerukan masyarakat internasional untuk memenuhi tanggung jawab hukum dan moral mereka, menekan Israel sebagai kekuatan pendudukan agar menghentikan eskalasi berbahaya dan serangan pemukim, serta memenuhi hak-hak sah rakyat Palestina untuk mendirikan negara merdeka dan berdaulat di perbatasan 4 Juni 1967 dengan Al-Quds Timur sebagai ibu kotanya.
Kementerian Luar Negeri Swiss juga menyatakan keprihatinan mendalam atas meningkatnya kekerasan yang dilakukan pemukim Israel terhadap warga Palestina di Tepi Barat yang diduduki.
“Kekerasan ini serta ekspansi permukiman ilegal yang terus berlangsung harus dihentikan,” tulis pernyataan tersebut.
Jerman turut menyerukan penghentian kekerasan pemukim, dengan mengatakan bahwa “insiden-insiden tersebut harus diselidiki secara menyeluruh dan para pelaku harus dimintai pertanggungjawaban.”
Pada Juli 2024, Mahkamah Internasional (ICJ) menyatakan bahwa pendudukan Israel selama puluhan tahun atas Palestina bersejarah adalah ilegal.
ICJ menuntut evakuasi seluruh permukiman yang ada di Tepi Barat dan Al-Quds Timur.
Opini penasihat tersebut, meski tidak mengikat secara hukum, memiliki bobot politik besar karena menandai pertama kalinya ICJ memberikan posisi resmi mengenai legalitas pendudukan 57 tahun tersebut.


