Teheran, Purna Warta – Pemerintah Iran mengumumkan postur strategis baru untuk mengatasi situasi yang berkembang menyusul penerapan mekanisme snapback JCPOA, dengan fokus pada penguatan diplomasi regional, ketahanan ekonomi, dan tata kelola yang adaptif.
Dalam komentar pada konferensi pers hari Selasa, juru bicara pemerintah, Fatemeh Mohajerani, mengatakan kabinet telah “menggunakan setiap kapasitas diplomatik” untuk mencegah aktivasi mekanisme snapback.
Baca juga: Pemerintah Iran Bersiap untuk Aktifkan Mekanisme Snapback
“Kami terlibat dalam negosiasi sebelum perang 12 hari meletus, yang menunjukkan bahwa Iran selalu mengupayakan diplomasi,” ujarnya.
Mohajerani menambahkan bahwa pemerintah telah mengantisipasi berbagai skenario, termasuk situasi saat ini, dan kini bergerak maju “dengan pendekatan yang jelas dan terdefinisi,” mengadopsi postur baru untuk mengelola kondisi yang muncul.
Ketika ditanya tentang arah diplomatik pemerintah, ia mengatakan bahwa memperkuat hubungan dengan negara-negara tetangga tetap menjadi inti strategi Iran. Ia juga menyoroti upaya pemerintah untuk memperluas diplomasi regional, memperdalam hubungan dengan organisasi-organisasi seperti Uni Ekonomi Eurasia, BRICS, dan Organisasi Kerja Sama Shanghai, serta memanfaatkan mekanisme seperti perdagangan barter dan zona ekonomi lintas batas.
Mekanisme snapback merupakan ketentuan dalam Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA), yang telah disahkan oleh Resolusi Dewan Keamanan PBB 2231. Mekanisme ini dirancang sebagai perlindungan yang memungkinkan setiap peserta JCPOA untuk “menarik kembali” semua sanksi PBB yang telah dicabut sebelumnya terhadap Iran jika Teheran dianggap “tidak memenuhi kewajiban nuklirnya secara signifikan”.
Pihak-pihak Eropa dalam JCPOA (Inggris, Prancis, dan Jerman — yang dikenal sebagai EU3), berkoordinasi dengan Amerika Serikat, menggunakan mekanisme ini, dengan klaim bahwa Iran telah gagal memenuhi kewajiban nuklirnya. Langkah ini diambil setelah bertahun-tahun meningkatnya ketegangan seputar implementasi kesepakatan tersebut, menyusul penarikan AS dari JCPOA pada tahun 2018 dan penerapan kembali sanksi sepihak Amerika terhadap Iran.
Dengan mengaktifkan mekanisme snapback, EU3 dan AS secara efektif memulihkan semua sanksi PBB yang telah dicabut berdasarkan Resolusi 2231, termasuk pembatasan perdagangan senjata Iran, aktivitas rudal balistik, dan program terkait nuklir.
Tindakan ini diambil meskipun ada penolakan keras dari peserta JCPOA lainnya — terutama Rusia dan Tiongkok — serta dari Iran, yang telah menolak legitimasi langkah tersebut, dengan alasan bahwa Resolusi 2231 dan semua pembatasan terkait nuklirnya harus dianggap dicabut sesuai dengan ketentuan resolusi tersebut pada 18 Oktober.


